Nalar Sosiologin dan Antropologis Al-Biruni dalam Membaca Realitas Historis

11:23 AM

zwani.com myspace graphic comments
Myspace Animated Comments
I. Sekilas Tentang al-Biruni

Selama ini, jika berbicara mengenai ahli sejarah dan sosiologi muslim yang dilahirkan oleha zaman keemasan abad pertengahan Islam, kita selalu menyebut nama Ibn Khaldun. Meskipun bisa sepenuhnya dibenarkan, kebiasaan tersebut cendrung mengabaikan kontribusi nama-nama lain, yang barangkali tak kalah penting dari Ibn Khaldun. Diantara ahli sejarah dan sosiologi yang mendahului Ibn Khaldun adalah Abu Rayhan al-Biruni. Sebenarnya ia bukan tidak dikenal sama sekali, akan tetapi reputasinya lebih dikenal sebagai ahli-ahli ilmu kealaman (natural science).

Abu Rayhan al-Biruni (362-440 H/937-1048 M) hidup pada periode yangn didalamnya kebudayaan Islam sedang berada pada puncak prestasinya. Suatu masa dimana sarjana-sarjana hebat semisal Ibn Sina hidup. Pada sekitar abad ke-4/ke-10 dan ke-5/ke-11, dimensi empiris dan positifis dari ilmu pengetahuan kaum Muslimin mulai dibangun, dan para sarjana mulai menulis buku-buku dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan dan filsafat. Adalah suatu hal yang lumrah, sebagaimana halnya para sarjana muslim lainnya, jika al-biruni dipengaruhi oleh beberapa prinsip didalam kebudayaan Islam, yaitu : (1) kepercayaan kepada ajaran-ajaran fundamental Islam; (2) kelaziman tatanan hierarkis; (3) keharmonisan akal dan wahyu. Ia mendasarkan karya dan penelitiannya kepada bangunan ajaran-ajaran islam.

Dalam bukunya al-Fihrist, ibn an-Nadim menyatakan bahwa buku-buku yang pernah ditulisnya 113 buah. Dengan al-Fihrist, jumlah itu genap menjadi 114 buah. Tentu saja, tidak semua karya-karya tersebut bisa ditemukan sekarang. Mayoritas karya-karya tersebut sudah hilang termakan waktu dan sebagian lagi hilang karena bencana-bencana politik yang terjadi pada zamannya. Apabila diperhatikan, tampak bahwa al-biruni embagi karya-karyanya kedalam 10 kategori, yaitu : komentar-komentar, lampiran-lampiran, catatan-catatan, versi-versi, tabel-tabel astronomi, yang telah diedit dan diperiksa, yang disusun oleh ahli-ahli astronomi terdahulu, serta tabel-tabel dan risalah-risalah mengenai astronomi dan ilmu sejenis; buku-buku mengenai letak wilayah-wilayahgeografis dan arah kiblat; buku-buku mengani matematika; mengani cahaya dan optik; mengenai instrumen-instrumen ilmu astronomi; mengenai waktu dan periodisasi; mengenai benda-benda ruang angkasa; karya-karya mengenai hukum astronomi; dongeng-dongeng dan cerita-cerita; karya-karya mengenai kepercayaan, kredo, dan agama.

Klasifikasi diatas menunjukan bahwa al-Biruni, sebagaimana sarjana-sarjana lainnya, menganut klasifikasi tentang ilmu pengetahuan, dimana ilmu-ilmu kemanusiaan memperoleh status tersendiri. Klasifikasi tersebut jika diringkaskan menjadi tiga klasifikasi besar, yaitu : ilmu-ilmu fisika, ilmu-ilmu matematika dan ilmu-ilmu sosial. Disamping itu, satu hal lagi al-Biruni telah melangkah lebih jauh jika dibandingkan dengan para pemikir sebelumnya, sebab dia tidak saja berhenti pada klasifikasi umum ilmu pengetahuan , akan tetapi juga membuka lembaran baru dalam studi mengani manusia dan pengetahuannya, seperti studi tentang agama-agama, mitos-mitos, sejarah, budaya, bahasa dan lain sebagainya. Lagipula, untuk setiap kelompok ilmu-ilmu itu terdapat suatu metode spesifik yang digunakan.

II. metode umum al-Biruni

Metode al-Biruni mengundang banyak tanggapan hebat pada masanya, dan didalam beberapa segi metode itu secara mencolok berbeda dari metode-metode yang digunakan oleh Ibnu Sina. Dengan memperhatikan bahwa ia menjalankan studi mengenai berbagai persoalan dan menerapkan metode khasnya pada setiap persoalan tersebut, oleh karena itu tidak mungkin dia dikatakan sebagai tokoh empiris murni. Originalitas metodenya dalam menerapkan matematika ke dalam studi kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial, upayanya untuk menangkap kejadian-kejadian sejarah dengan menemukan sebab-sebanya, dan tekanannya kepada observasi dan eksperimentasinya; kesemuanya itu membingungkan para pengkritisinya. Hal tersebut juga menunjukan bahwa seolah-olah al-Biruni bukanlah produk umum dari kondisi intelektual pada masanya. Pandanganya berbeda dengan pandangan-pandangan Ibnu Sina dan al-Farabi. Meskipun demikian, gagasan-gagasan al-Biruni dipengaruhi oleh kebudayaan Islam, tak pernah terjadi konflik antara semangatnya dengan semangat para sarjana selainnya. Kejeliannya terlihat dalam kemampuan untuk menemukan suatu metode penelitian baru. Untuk memperjelas metode yang ia gunakan, beberapa karakteristik dibawah ini perlu penulis eksplorasi.

Metode pertama yang ia gunakan adalah pendekatan yang realistik. Dalam melakukan suatu kajian sejarah masyarakat dan alam, al-Biruni menyandarkan diri kepada fakta-fakta dan bersikeras menyingkarkan prasangka-prasangka dari akal pikirannya. Metode kedua yang ia gunakan adalah memisahkan antara penilaian dan fakta. Kelebihan yang paling tampak dalam metode al-Biruni adalah tiadanya intervensi pandangan maupun keyakinan para peneliti dlam menilai keyakinan dan sistem nilai masyarakat serta orang-orang yang ditelitinya. al-Biruni tidak pernah menyalahkan keyakina yang tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat yang sedang ditelitinya, melainkan menganggap keyakinannya tersebut sebagai sesuatu yang amat berharga untuk diteliti dan diselidiki asal-usul dan fungsinya. Metode yang khas seperti ini dapat kita lacak dalam karya-karyanya mengenai berbagai keyakinan masyarakat India, khususnya yang nerkaitan dengan perkawinan, agama dan magis.

Metode ketiga yang ia gunakan adalah pendekatan yang logis dan analitis. Metodenya didirikan atas dasar bahwa, didalam melakukan studi-studi mengenai sejarah dan problem-problem sosial, suatu upaya harus dijalankan untuk memformulasikan premis-premis pokoksecara logis, yang dengannya langkah menuju pencapaian keenaran menjadi terbuka lebar dan mungkin. Mengenai masalah ini, ia menjabarkan pandangannya dalam bukunya Qânûn al-Mas'ûdi. Dalam hal ini, ia mengajukan kritik-kritik terhadap para sejarawan terdahulu yang telah memaparkan berbagai macam peristiwa tanpa mengadakan suatu penafsiran dan analisa atas watak dan karakrteristiknya.

Metode selanjutnya yang ia gunakan adalah pendekatan matematis. al-Biruni adalah seorang yang sangat ahli matematika, dan semangat matematikanya itu tamak jelas dalam segenap upayanya untuk membangun pandangan-pandangan dan teori-teorinya. Inilah yang membuat pendekatannya selalu kritis dan analitis. Dalam melakukan studi sejarah dan sosiologis, al-Biruni menerapkan metode matematis untuk memperjelas dan sekaligus memperkecil simpangan perhitungan mengenai berbagai fakta dan peristiwa. Menurut para orientalis dan para ahli yang menekuni karya-karyanya, al-Biruni adalah orang yang pertama kali menggunakan pendekatan matematis dalam penelitian ilmiah. Kedua karyanya, al-Âtsar al-Bâqiyah dan tahqîq mâ li al-Hind, penuh dengan kosa kata dan metode-metode matematis. Ia memenuhi karya-karyanya tersebut dengan tabel-tabel dan grafik-grafik untuk sampai kepada deskripsi fakta secara jelas.

III. Pendekatan Antropologi Al-Biruni Terhadap Realitas

al-Biruni menerapkan metodenya yang khas didalam melakukan studi terhadap masyarakat India. Bidang kajiannya meliputi hal-hal berikut : hukum dan tradisi, pola-pola kekeluargaan (perkawinan, hubungan darah, dan lain sebagainya), kelas-kelas sosial, ritus dan ajaran-ajaran agama, tingkah laku dan adat istiadat. Selanjutnya akan dideskripsikan secara singkat dibawah ini.

Hukum dan tradisi . al-Biruni telah memberikan perhatian yang besar terhadap dua masalah, yaitu asal mula hukum-hukum agama, dan kenyataan bahwa hukum-hukum keagamaan tersebut telah menjadi faktor penentu didalam struktur sosial masyarakat, khususnya masyarakat India yang ia teliti. Dalam konteks ini, al-Biruni mengacu misalnya kepada penyembelihan sapi, perkawinan, sistem kasta, dan cara bangsa india dalam memandang kejadian-kejadian dalam sejarah. Ia melihat bahwa bangsa india mempunyai orientasi umum yang bersifat keagamaan.

Pola-pola hubungan kekerabatan. Tanpa potensi yang biasa menghinggapi sosiolog zaman sekarang, al-Biruni mengemban tugas penelitian mengenai sebab-sebab yang memunculkan fenomena ini. Dalam tahqîq mâ li al-Hind (h. 469), setelah memberikan definisi tentang pernikahan, ia menulis : “setiap orang mempunyai adat istiadat mengenai perkawinan, khususnya mereka yanng memiliki syari'at atau perintah dari Tuhannya”. Pernyataan tersebut mengandung beberapa nilai; pertama, perkawinan adalah suatu lembaga umum pada semua bangsa. Kedua, setiap bangsa memiliki adat istiadat dan norma-norma tersendiri menyangkut perkawinan. Ketiga, adat istiadat dan norma-norma dari berbagai bangsa dan manusia menyangkut perkawinan didasari atas keprcayaan keagamaan dan perintah-perintah suci.

Kelas-kelas sosial. Walaupun masalah Kelas-kelas sosial merupakan bidang kajian tersendiri dalam sosiologi, al-Biruni meletakannya dalam pendekatan antropologis, sebabia memusatkan diri pada dua gugus besar persoalan yaitu; pertama, tentang asal-usul dan bentuk kelas. Kedua, tentang fungsi kelas didalam masyarakat. Dalam studinya mengenai kelas sosial, al-Biruni telah berusaha keras untuk mendefinisikan kelas. Ciri-ciri dari sistem kasta bisa ditentukan berdasarkan studinya. Studinya meliuti hal-hal : startifikasi masyarakat kedalam kelompok-kelompok tertentu atas dasar keturunan, spesifikasi fungsi masing-masing kasta dalam masyarakat, tidak ada perpindahan dari satu kasta kepada yang lainnya, perkawinan antar kasta, dan gambaran khas masing-masing kasta. Ia percaya bahwa karena agama menentukan hakikat dari suatu sistem sosial, maka ia juga akan menentukan sanksi-sanksi kasta tersebut.

Agama. India merupakan masyarakat beragama dengan kepercayaan dan cara-cara peribadatan yang berbeda-beda. Siapapun sarjana yanng ingin menelitinya, akan segera dipusingkan dengan pemilihan subjek penelitiannya. al-Biruni juga mengalami hal yang sama ketika berhadapan dengan pluralisme agama. Karena itu pulalah ia tidak terjun meneliti secara detail masing-masing agama tersebut, melainkan membatasinya pada penelitian umum mengenai tiga unsur pokok. Pertama, keyakinan keagamaan. Dalam hal ini al-Biruni berhadapan dengan keyakinan-keyakinan kitab-kita, ritus-ritus, dan praktek-praktek orang india sebagaimana masyarakat lain. Kedua, penyembahan berhala. Dalam hal keyakinan, al-Biruni membagi masyarakat india kedalam dua kelas, yaitu masyarakat awam dan masyarakat elit yang memiliki budaya serta kondisi keagamaan tertentu. Masyarakat elit tidak dapat menerima suatu apapun hingga memuaskan mereka secara rasional. Sementara itu, masyarakat awam dipengaruhi oleh yang tampak secara lahiriah, dan mereka menyembah apa saja. Dikalangan masyarakat yang terakhir ini penyembah berhala merupakan hal yang sangat umum. Ketiga, magis dan ilmu sihir. Satu diantara topik-topik yang berkaitan dengan studi agama, menurut al-Biruni adalah magic dan alchemy. Disini ia berhadapan dengan permasalahan seperti asal-usul magik, kepercayaan masyarakat terhadap magik, hubungan antara sosio-ekonomi masyarakat dengan magik, magik dan hubungannya dengan agama dan ilmu pengetahuan.

Tingkah laku dan adat istiadat. Sebagaimana sering diungkapkan, al-Biruni adalah sosok yang bergelut dengan masalah-masalah norma dan tradisi umum yang berlaku di India. Ia membahas permasalahan-permasalahan tersebut dalam beberapa karyanya yaitu, tahqîq mâ li al-Hind, al-Âtsar al-Bâqiyah, ma'âdin al-jawâhir dan al-Jawâhir. Seperti para antropolog pada umumnya, al-Biruni menerapkan suatu teori dan metode khusus dalam penelitiannya. Pertama, ia membuat satu perbandingan dan kontras antara adat istiadat masyarakat india dengan Yunani dan Persia. Misalnya, dengan meneliti adat dan tatacara perkawinan, al-Biruni telah membandingkan masyarakat india dengan masyarakat Yunani dan persia. Kedua, ia masuk untuk kegunaan dan fungsi adat istiadat didalam masyarakat. Misalnya, sambil memberikan catatan mengenai “adat untuk tidak mencukur rambut dimasyarakat india”, ia menyatakan bahwa adat istiadat itu justru berjalan diatas dogma-dogma agama. Selanjutnya ia medeskripsikan tingkah laku dan tatacara berkenaan dengan permainan catur, pengetahuan kosmologi, pakaian, relasi-relasi sosial, perkawinan dan perjamuan. Dalam mendeskripsikan adat istiadat, al-Biruni menaruh perhatian pada sebab-sebab, penggunaan dan fungsi masing-masingnya. walaupun, fungsi dari adat istiadat itu dalam perkembangannya mengalami perubahan-perubahan, perhtian kita terhadapnya masih sangat penting.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images