Sebagai manusia, kita ini saling bergantung. Tidak mungkin salah satu
dari kita mampu mengingkarinya. Begitu pula, kita tidak dapat menghindari
perubahan yang memang akan terus menghampiri. Sebab, ketergantungan di antara
kita maupun perubahan yang selalu terjadi sudah merupakan kodrat.
Seiring perubahan itu, hubungan ketergantungan kita pun berganti wujud.
Persis seperti handhphone yang semakin membuat hidup kita praktis.
Mulanya berukuran besar dan hanya dapat digunakan untuk berkomunikasi lisan.Tetapi
tidak lama kemudian ukurannya menjadi jauh mengecil dan lebih canggih fungsinya
sehingga menjadikan kita dapat berkirim teks (short message service), lalu
berubah lagi mampu mengirim suara, teks sekaligus foto (multimedia message
service). Hari ini handphone yang kita miliki sudah memiliki fitur yang tidak
sempat kita pikirkan beberapa waktu yang lalu.
Perubahan yang tidak kalah hebat semacam itu juga berlangsung pada pola
saling ketergantungan kita dalam beraktivitas. Seringnya pola yang kita temui
berupa sebuah tim, dan tidak lagi situasi ''atas-bawah'' dimana berlaku rumus
bahwa yang di atas selalu dominan terhadap yang bawah.
Tim (team) merupakan kumpulan sejumlah orang yang saling berkolaborasi
dan berinteraksi demi mencapai tujuan bersama. Mereka datang dari aktivitas
berbeda dan, yang menarik, masing-masing bersedia menyumbang sesuatu dari sudut
latar belakang aktivitasnya tadi untuk kepentingan bersama.
Gampangnya, kita bayangkan saja kumpulan dokter yang mengoperasi seorang
pasien. Di sana ada dokter spesialis penyakit yang diderita pasien, dokter
bedah, dokter anestasi, perawat, dan teknisi lain yang saling memberikan
kemampuan terbaiknya demi satu maksud, yaitu kesembuhan sang pasien (ah terima
kasih kepada serial “House MD” yang mengajarkan saya serpihan kecil tentang
dunia kedokteran).
Kita juga dapat membayangkan sebuah kesebelasan yang selalu berusaha
menang dalam rangkaian liga sepakbola. Di lapangan terlihat para pemain seperti
berbagi area dan memberi umpan yang pada akhirnya sampai kepada sang ujung
tombak untuk menciptakan gol.
Intinya, sebuah tim terdiri atas sejumlah individu yang bergabung dan
memiliki komitmen yang sama. Karena itu, masing-masing anggota haruslah bersedia
membuka diri dan melebur untuk bersama menyusun rencana kerja, berbagi
tugas saat pelaksanaan, dan memberi penilaian pekerjaan bersama-sama
pula.
Kita tentu tahu apa yang terjadi pada pasien jika ada satu saja individu
dalam ruang operasi tidak memegang teguh komitmen. Kita pun mengerti apa yang
akan terjadi jika satu orang saja pemain dari sebuah kesebelasan tidak patuh
pada perannya di lapangan.
Biasanya suatu tim dipimpin oleh salah satu dari mereka. Namun, model
kepemimpinannya bukan sebagai atasan yang dominan memberi perintah dan siap
dengan hukuman bagi pelanggaran oleh bawahannya. Sebagai pemimpin tim dia lebih
berlaku sebagai fasilitator dan ''pembina'' (coach).
Tim bukanlah kumpulan orang-orang yang bekerja dibawah seorang pengawas.
Bedanya, paling tidak seperti yang telah terungkap, yakni pada komitmen,
penentuan, dan bagaimana menyusun pekerjaan dan gaya kepemimpinan. Beda lainnya
terlihat pada saat mereka rapat. Semuanya berpartisipasi dan tidak ada
pembicaraan satu arah. Mereka saling berbagi informasi dan tidak terasa ada
persaingan satu sama lain.
Dengan kata lain, tim merupakan peleburan dari sejumlah orang. Namanya
juga melebur, maka tidak satu pun yang boleh menonjol apalagi sengaja
menonjolkan diri. Sebab, yang dikedepankan tim adalah hasil kerjanya. Makanya,
kerap sebuah tim berantakan karena invidunya ada yang tidak mampu rendah hati,
menghargai, dan bersepakat.
Dalam tim bukannya tidak ada beda pendapat atau adu argumentasi.
Sebaliknya, tim yang baik justru subur dengan hal-hal demikian. Namun, karena
sifatnya melakukan segala sesuatu bersama-sama sejak perencanaan, implementasi,
dan pengawasan, maka yang dinyatakan ke luar adalah hasil bersama itu.
Anggota tim boleh dan dapat saja memberikan tentangan dan suara yang berbeda
dengan yang lain. Tetapi, itu dilakukan dalam pertemuan internal. Satu saja
dari anggota membuka perbedaan atau rasa tidak puasnya ke luar tim, maka
pekerjaan tim tidak ada artinya dan hanya membuang-buang waktu percuma.
Ketika kita berada dalam tim, maka kita bukan sedang berhadapan dengan
rival dan siap berkonflik. Sebaliknya kita mesti mampu memberikan yang terbaik
dari sisi kita dan terbuka pada pandangan rekan tim lainnya. Sebab, jika tim
diibaratkan sebagai tubuh, maka kita adalah salah satu sisi saja dari bagian
tubuh yang saling melengkapi dengan sisi yang lain.
Sulit bagi tim jika ada anggota yang bersikap negatif. Bila tergabung
dan menjadi pemain tim, kita mestinya beruntung karena memasuki lingkungan
positif dan saling mendukung, saling berbagi, dan saling menyesuaikan diri.
Selain itu kita akan semakin kaya wawasan dan dapat memetik hikmah pengalaman
orang lain, serta banyak lagi.
Jadi,......... bisa diambil kesimpulannya kan ?
#Ceracau #singkat #paska #NgeTim #Intra #PII #PadangPanjang
Terima kasih atas semua hikmah dan pelajaran yang saya dapatkan. Kalian Luar biasa ^_^