Fenomena “elo , gua” di kalangan remaja Minangkabau

3:18 PM

Fenomena “elo , gua” di kalangan remaja Minangkabau (sebuah bentuk pengikisan budaya)
“eh kama lo tadi? Lah panek gua mancari lo tadi.” “sory lah,gua ado paralu tadi jo kawan gua yang di situ” “tapi kok gua ndak lo baok? tega lo mah” “sory lah dih,pis..piis……….” Percakapan diatas pernah didengar penulis di sebuah oplet di Bukittinggi antara dua orang ramaja wanita berumur 17-an.Terdengar aneh bagi penulis karena merupakan percampuran antara dua identitas budaya yang berbeda,betawi dan minang.Sekilas bagi ahli sosio-linguistik hal diatas dapat dikategorikan sebagai produk akulturasi budaya yang baru.Namun benarkah…? Bahasa adalah identitas.Bahasa mencerminkan bagaimana sikap,kebiasaan,prilaku serta budaya seseorang.Bahasa secara tidak langsung mempengaruhi seluruh aspek kegiatan seseorang sehingga ketika seseorang telah dijauhkan dari bahasa maka secara tidak langsung dia telah menjauh dari kodrat nya sendiri. Bahasa merupakan salah satu unsur budaya,jadi tentunya bahasa minangkabau merupakan salah satu budaya minangkabau yang kemudian menjadi identitas wajib bagi orang minangkabau.Identitas tersebut pada akhirnya terimplementasikan dalam setiap bentuk kegiatan yang mewarnai diri para orang minangkabau. Bahasa minang sendiri memiliki karakter yang menarik dan unik karena memiliki begitu banyak padanan kata yang bisa dipakai.Pemakaian bahasa minang yang baik dan benar harus disesuaikan dengan kondisi pembicaaan (muqtadla hal) serta tujuan bicara (iradat al-kalam) .Untuk ucapan saya dalam bahasa minang kita bisa gunakan ambo (hamba),dan aden (denai) tapi bagi kebanyakan orang lebih sering memakai kata ambo karena terkesan lebih rendah hati.dan untuk mengucapkan nama lawan bicara,di bahasa minang lebih sering menggunakan kata gelar dan kiasan sehingga karakter bahasa minang sendiri jelas sangat menghormati lawan bicara.Namun ironis jika kita melihat atau mencoba meneliti lebih dekat kepada teknis bicara remaja minangkabau sekarang bahkan lebih sering menggunakan “elo dan Gua” yang kedengarannya sombong dan angkuh ini ketimbang “ambo,denai”. Tapi ada suatu hal yang aneh bagi penulis ketika para remaja berkata “kan elo gua tu lebih gaul dan tidak sombong kedengerannya” karena bagi penulis sendiri yang punya beberapa teman yang orang Jakarta sendiri sangat jarang mendengar kata elo gua keluar dalam pembicaraan kami.Setelah penulis coba Tanya kepada mereka maka jawaban mereka “zam,elo gua tu dulunya Cuma dipake para jawara n preman jadi dari dulu memang kesannya jelek,jadi wajar kamu agak kekeuh mendengarnya”.nah trus…? Terlepas dari apakah penggunaan elo gua tersebut merupakan bahasa golongan/kasta preman,penulis melihat ada sebuah intrik regional dimana intrik tersebut berupaya mengikis budaya masing-masing daerah sehingga daerah kehilangan identitas.Bahasa elo gua yang didapat melalui media kemudian menjadi alternative penggunaan bahasa bagi remaja yang terkesan gaul (ghaul/setan jahanam) dan energik.ketika sebuah identitas terhapus maka akan sangat mudah untuk menguasai seseorang karena seseorang tanpa identitas sama layaknya dengan binatang. Makanya para remaja minangkabau yang menggunakan “elo gua” dalam bahasanya sama saja seperti makhluk yang tidak punya identitas alias udah bukan manusia lagi tapi…….HEWAN.dan Tak heran kalo para golongan tua minangkabau sekarang sering mengatakan Bahwa orang minangkabau sekarang sudah kehilangan minangnya tinggal kabau (kerbau)nya.Jadi sekali lagi kepada remaja yang masih mengaku orang minang tapi pengguna elo gua Berarti remaja tersebut adalah remaja yang tidak punya identitas,orang tidak punya identitas sama saja bukan manusia,berarti remaja tersebut sama dengan HEWAN. ( ini khusus buat remaja minangkabau lho ……! yang sudah mulai menjauhkan diri dari budayanya sendiri )

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images