Once upon a time on Boekittinggi's angkot
4:52 PM
Hati saya mendadak bergetar dengan kencang.Sebuah pandangan yang membuat hati saya miris hampir saja diterjemahkan oleh otak menjadi sebuah perintah kepada tangan dan kaki saya untuk melakukan sesuatu yang brutal.Alhamdulillah Allah masih sayang kepada saya.Sebuah keinsafan turun ke hati saya agar tidak melakukannya.Otak pun mengganti perintah tersebut dengan perintah baru.Perintah agar kepala saya berpaling dari pandangan yang dituju.Pandangan apakah itu ?
***
Tepatnya hari senin tanggal 14 Maret 2011.Siang itu setelah bersilaturahmi dengan beberapa Ustadz dan ustadzah yang pernah mengajar saya di Pondok Pesantren, saya berencana membeli sesuatu di pasar atas Kota Bukittinggi.Setelah turun dari angkot yang membawa saya dari Desa kecil bernama Canduang menuju kota Bukittinggi,saya berjalan menyeberang jalan untuk menaiki sebuah angkot lagi yang akan membawa saya langsung ke pasar atas tersebut.
Saya naik ke dalam angkot.Terlihat di dalam duduk seorang wanita paruh baya sambil menggendong anaknya.Disebelahnya duduk seorang pelajar SMA yang sibuk memainkan Handphone-nya.Terlihat di depan sopir angkot asyik bercengkrama dengan dua orang wanita muda di sebelahnya.Perkiraan saya umur sopir dan kedua wanita itu tidak lebih tua dari saya.Saya lalu mengambil posisi duduk dekat jendela.Maklum Pergantian Cuaca yang lumayan ekstrem masih terasa.Di Kairo waktu itu baru musim dingin.Sedangkan di Bukittinggi suhunya lumayan panas.Duduk dekat jendela adalah sebuah nikmat yang luar biasa.
Cuaca yang semakin terik membuat peluh mengalir deras dari wajah saya.Untung saya masih mengantongi beberapa lembar tisu.Sambil mengusap wajah,terdengar sayup-sayup gerutuan ibu paruh baya tadi “diak lamo lai ko ? kami ka capek !” ujar ibu tersebut.”Yo saba ni,santa lai kito jalan” jawab si sopir tak acuh.Si ibu terus menggerutu dengan volume yang bisa di dengar oleh semua penumpang.Mungkin karena itulah si sopir akhirnya menyetel video tape di angkotnya.Sebuah lagu dengan nada remix pun mengalun,volumenya pun dikeraskan sehingga gerutuan tersebut akhirnya tenggelam.
Beberapa waktu kemudian , dua pasang wanita dan lelaki manula pun memasuki angkot tersebut.Mereka mengambil posisi di sebelah saya.Musik terus mengalun.Saya sendiri hanya melamun sembari memperhatikan laju mobil dan angkutan yang berseliweran lewat jendela.
Tiba-tiba sebuah percakapan menyadarkan saya dari lamunan “kau pai lah bali rokok a,kau nio rokok a ? ko pitih , bali duo batang !” ujar suara tersebut.Ternyata yang bicara adalah sopir angkot tersebut kepada wanita di sebelahnya.Wanita yang duduk paling diujung pintu pun keluar.Sehingga di bangku depan hanya tinggal seorang wanita dan sopir tersebut.Mata saya lalu memperhatikan wanita yang baru keluar dari pintu menuju sebuah kios rokok tersebut,sambil bertanya dalam hati “ dia perokok juga kah ? “.
Lalu pandangan saya beralih ke bangku deretan depan.Terlihat Sopir angkot dan wanita sebelahnya bercekrema makin menjadi-jadi.Tangan mereka pun mulai berpenggangan.Lalu tiba-tiba si sopir tanpa ada rasa malu menc*um wanita tersebut.Dada saya langsung sesak.Emosi saya pun tiba-tiba naik dengan cepat.Ingin rasanya saya pukuli sopir tersebut.Perbuatannya yang tidak tahu malu sudah cukup jadi alasan saya.
Untungnya ibu yang menggerutu tadi duluan bicara “diak a karajo ko ? dak tau malu bagai ? capeklah barangkek ! lah muak den a ! atau turun se kami lai “ ujar ibu tersebut dengan nada yang tidak bisa menyembunyikan emosinya.Penumpang lain pun mulai bersuara.Sayang si sopir dan wanita tersebut kayaknya sudah tebal muka.Mungkin urat malunya sudah putus.Tanpa ada rasa bersalah akibat membuat “polusi “ di pandangan mata kami, ia lalu tertawa kecil dan mulai menjalankan angkotnya.Angkot pun berjalan menyusuri jalanan yang dipenuhi kendaraan yang berseliweran kian kemari.Saya sendiri hanya mengusap dada sembari terus beristighfar dan bersyukur.Istighfar karena baru saya sadari bahwa iman saya sangatlah lemah.Hal seperti ini pun belum bisa saya atasi.Mestinya saya lah yang langsung turut andil dalam menegur sopir tadi.
Namun saya tetap bersyukur,paling tidak emosi sesaat saya tadi tidak sempat saya lampiaskan.Coba kalau Allah memberi hidayah kepada saya untuk tidak menahan emosi, bisa dipastikan akan terjadi perkelahian antara saya dengan sopir angkot tersebut yang tentunya akan berbuntut panjang.
Sepanjang jalan dari Simpang tarok menuju Pasar Atas saya kembali merenung.Sebuah tanda tanya besar muncul di benak saya “Beginikah potret pergaulan anak muda minang hari ini ?”.
Bukittinggi,14 Maret 2011
Lalu sudah berapa banyak kontribusi saya dalam mengentaskan kemiskinan Mental dan Agama ini ?
0 komentar