Belajar dari Nabi Musa dan Khidir Alaihimassalam
3:10 PM
Prolog
Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim[1],
begitulah kira-kira sabda Rasulullah ‘alaihis sholatu was salam. Ilmu
menjadi salah satu point yang sangat dihargai dalam Islam. Begitu banyak teks
Al-Qur’an maupun hadits yang menceritakan tentang keutamaan ilmu, serta
keutamaan subjek dan objek ilmu itu sendiri. Bahkan, Imam Syafi’i sendiri menjadikan proses menuntut ilmu lebih utama
dari shalat sunat[2].
Menuntut ilmu adalah proses terstruktur. Ia bukan proses acak yang
tidak memiliki awal dan akhir yang tidak jelas. Menuntut ilmu memerlukan
metodologi tersendiri, yang harus ditempuh dengan penuh kesungguhan. Dalam proses pencarian ilmu, seorang pelajar
pun dituntut untuk memiliki sikap-sikap tertentu yang akan sangat berpengaruh
terhadap kesuksesan proses belajarnya.
Salah satu kisah dalam Al-qur’an yang menceritakan tentang proses
menuntut ilmu adalah kisah Nabi Musa Alaihissalam dengan seorang Hamba Allah
yang dalam riwayat shahih disebutkan bernama Khidir. Kisah yang termaktub dalam surat Al-Kahfi ini
dengan begitu jelasnya mengajarkan kita tentang tiga unsur penting dalam proses
menuntut ilmu yakni pelajar, guru dan metodologi pembelajaran. Dalam konteks ini, Nabi Musa mengambil posisi
sebagai Pelajar dan Khidir sebagai guru.
Yang menarik adalah bahwa kisah tersebut tidak saja mengajarkan
kita tentang bagaimana mempelajari ilmu yang kita butuhkan, namun lebih dari
itu juga mengajarkan kita tentang sikap, sifat serta langkah-langkah yang mesti
dimiliki dan dilalui oleh seorang pelajar. Ini merupakan hal sangat penting
karena ketika kita melihat fenomena disekitar kita hari ini, begitu banyak
orang yang berilmu namun justru menjadi penyebab kerusakan di muka bumi. Akar
masalah tersebut adalah ketika proses belajar dipisahkan dari nilai-nilai
ketuhanan, dari akhlak. Padahal sebuah proses pendidikan tidak bisa terpisah
dari pembangunan etika dan akhlak agar nantinya ilmu dan pengetahuan yang
dihasilkan tersebut dirasakan manfaatnya oleh seluruh alam, bukan malah
menghancurkannya.
Sikap seorang pelajar ideal
Pelajar merupakan salah satu subjek penting dalam kehidupan. Ia
memiliki beban dan tanggung jawab untuk memajukan dan mensejahterakan
masyarakat dengan ilmu yang ia pelajari. Kondisi ini mestinya melahirkan
motivasi serta sifat-sifat tertentu dalam diri si pelajar untuk mensukseskan
proses pendidikannya. Al-Qur’an dalam menceritakan kisah Nabi Musa ketika
menuntut ilmu pada Khidir, juga menceritakan beberapa sikap yang dimiliki oleh
Nabi Musa dalam proses pendidikan tersebut. Diantara sikap-sikap tersebut
adalah :
1.
1.Keinginan yang kuat untuk selalu
menuntut ilmu
Seorang pelajar harus mempunyai keinginan dan motivasi yang kuat
dalam menuntut ilmu. Hal inilah yang nantinya akan menjadi tembok pertahanan
diri ketika masalah-masalah muncul. Keinginan yang kuat juga akan membuat
pelajar tidak merasa puas dan berbangga hati dengan apa yang ia miliki, namun
terus belajar dan mengembangkan diri dalam proses pendidikan.
Hal ini juga lah yang dimiliki oleh Musa ketika Allah menceritakan
padanya tentang manusia yang lebih pintar dan berilmu dari dirinya. Seketika
itu juga, motivasi Musa menjadi penguat untuk mencari manusia tersebut agar ia
bisa belajar darinya. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya dari Ibnu
Abbas, ia berkata : Suatu ketika, Musa sedang berada di tengah-tengah kaum bani
Israil, lalu datang seorang laki-laki padanya dan berkata “Apakah engkau
tahu orang yang lebih pintar darimu ?”, Musa menjawab “Aku tidak tahu”. Allah pun memberi
wahyu pada Musa bahwa ada seorang yang lebih berilmu darinya bernama Khidir. Musa pun bertanya pada Allah tentang bagaimana
cara menemukan Khidir. Allah lalu menjadikan ikan yang merupakan bekal Musa
sebagai tanda untuk menemukan Khidir[3].Dan (ingatlah)
ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan)
sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai
bertahun-tahun". Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut
itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke
laut itu. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada
muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa
letih karena perjalanan kita ini". Muridnya menjawab: "Tahukah kamu
tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa
(menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk
menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan
cara yang aneh sekali". Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita
cari". Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Q.S.Al-Kahfi
: 60-64)
Dari
hal diatas kita bisa lihat betapa besarnya semangat Musa demi ilmu. Betapa
kuatnya azam beliau untuk melakukan perjalanan menuntut ilmu sampai beliau
bertemu dengan guru yang dicari. Musa berkata "Aku tidak akan berhenti
(berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan
sampai bertahun-tahun". Imam Fakhrur Razi ketika mengomentari ayat
ini, berkata “ Ini merupakan pengakuan dari Musa bahwa ia telah menyiapkan
dirinya untuk menerima segala bentuk kesulitan dan kelelahan yang akan ia
temukan dalam perjalanannya menuntut ilmu. Hal ini menjadi catatan buat para
pelajar bahwa jika seorang pelajar rela menempuh perjalanan dari timur ke barat
demi menuntut satu masalah saja, itu merupakan sebuah kebenaran yang nyata
baginya[4]”
Bahkan
Musa sendiri tidak bergeming ketika Khidir berkata padanya “Apakah tidak
cukup bagimu dengan Taurat yang ada padamu dan wahyu yang turun padamu ?”[5]
. Ini bukti bahwa Musa tidak puas dengan Ilmu yang ada padanya, namun ia selalu
ingin mencari dan terus menggali khazanah ilmu yang ada. Ini adalah sikap yang
luar biasa, yang harus dimiliki oleh setiap pelajar, bahwa selalu bersemangat
dalam mencari ilmu dan tidak berpuas diri dengan ilmu yang dimiliki.
2. 2.Adab yang mulia dengan Guru
Adab kepada guru adalah salah satu faktor utama kesuksesan seorang
pelajar. Seorang pelajar harus memiliki adab yang baik kepada gurunya, baik
dalam berkata maupun tingkah laku. Al-Qur’an mencatat bagaimana interaksi Musa
dengan Khidir lewat firman Allah dalam Surat Al-Kahfi ayat 66 yang berbunyi : Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya
kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah
diajarkan kepadamu?"
Ayat
diatas menjelaskan bagaimana Tawadlu’ nya Musa kepada Khidir serta bagaimana
halusnya interaksi Musa pada Gurunya. Ayat diatas juga membuktikan bagaimana
Musa dengan jujur menceritakan tentang maksud dan tujuannya menemui Khidir
tanpa diiringi rasa sombong dan merasa lebih pintar dari Khidir. Sikap seorang
pelajar yang merasa lebih rendah dari sang guru akan membuat pelajar lebih
terbuka dalam menerima ilmu.
Adab
lain yang dapat kita ambil dari ayat diatas adalah tekad Musa untuk mengikuti
seluruh proses yang ada. Ayat diatas memakai redaksi هل اتبعك
yang bermakna mengikuti. Ibn Asyur dalam At-Tahrir wa At-Tanwirnya menjelaskan
bahwa ayat ini menjadi isyarat bagi seorang pelajar untuk ikut dan patuh pada
gurunya[6]. Fakhrur Razi juga berkata mengomentari ayat
ini “Bahwa kewajiban seorang pelajar pada proses awal pelajaran adalah
menerima sepenuhnya dan meninggalkan bertanya yang akan menimbulkan perdebatan
dan beda pendapat”[7].
Tekad
untuk mengikuti guru ini termasuk hal yang sangat berat, apalagi bagi seorang
pelajar yang telah memiliki ilmu, maka hendaklah seorang pelajar sabar dalam
mengikuti prosesnya bersama guru tersebut sampai ia memperoleh ilmu yang ia tuntut.
3.
3.Memiliki perhatian yang luar
biasa terhadap ilmu dan prosesnya
Kisah Musa juga mengajarkan kita bahwa dalam menuntut ilmu harus
dibarengi dengan perhatian luar biasa terhadap segala prosesnya. Hal ini bisa
kita lihat saat Musa selalu bertanya tentang apa yang dilakukan Khidir. Ini
bukti bahwa Musa memperhatikan dengan detail seluruh proses yang ia jalani
bersama gurunya. Perhatian penuh
terhadap Ilmu dan prosesnya akan membuat kita lebih cepat dalam memahami sebuah
ilmu. Betapa banyak dari kita yang mudah lupa atau sulit memahami sebuah ilmu
lantaran kita tidak memberikan perhatian penuh padanya.
Menjalani proses ilmu pun harus bertahap, tidak boleh
tergesa-gesa. Khidir, ketika menerima Musa sebagai muridnya, memberikan syarat
bahwa Musa tidak boleh bertanya sampai Khidir sendiri yang akan menjelaskan .
Dia
berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan
kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu"
(Q.S Al-Kahfi : 70)
(Bersambung.....)
[1] Hadits
Masyhur dari Sahabat Anas bin Malik Ra (Lihat Sunan Ibn Majah hadits no 224). Status hukumnya diperdebatkan antara Shahih
Lighairihi dan Hasan. Namun, ia bisa dijadikan dalil tentang kewajiban menuntut
ilmu.
[2]
Muhy ad-din Yahya bin Syarf Abu Zakaria an-Nawawi, Majmuk Syarah Muhazzab, hal.
578, Darul Kutub Ilmiyah, 2002
[3]
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah
al-Bukhari al-Ju’fi, Shahih Bukhari, vol. 1, hal. 31, Hadits ke 78 Bab الخروج في طلب العلم ,
Darul Hadits-Cairo
[4] Fakhr
al-din Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan bin Ali al-Tamimi al-Bakri
al-Razi al-Syafi’i, Mafatih al-Ghaib,cet. III, Vol.21, hal.126, Dar Ihya
at-Turats
[5] Lihat
Fathul Bari, tafsir ayat فلما بلغا..... الاية
[6]
Thahir ibn Asyur, At-Tahrir wa
at-Tanwir, vol. VI, hal.370, Dar Sahnun
[7]
Fakhr al-din Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan bin Ali al-Tamimi al-Bakri
al-Razi al-Syafi’i, Mafatih al-Ghaib,cet. III, Dar Ihya at-Turats
0 komentar