Shalat Musafir (Jamak dan Qashar)
1:22 AM
Tulisan ini merupakan bagian dari Fiqh Safar yang sedang ditulis oleh blogger
Shalat
Musafir (Jamak dan Qashar)[1]
Prolog
Salah satu
bentuk rahmah yang diberikan Allah kepada hambaNya adalah adanya rukhsah/keringanan
dalam beberapa kondisi, salah satunya adalah keringanan dalam kondisi
safar/dalam perjalanan. Seseorang yang
sedang menempuh sebuah perjalanan, keluar dari negerinya menuju sebuah tempat,
diberikan beberapa keringanan dalam menunaikan beberapa kewajibannya dalam
Islam, diantaranya: penambahan waktu untuk memakai shuf (sejenis sepatu) sampai
kepada 3 hari, bolehnya mengqashar (meringkas) dan menjamak shalat, gugurnya kewajiban
untuk melaksanakan shalat jum’at, boleh berbuka bagi yang puasa dan lain-lain.
Dalam kesempatan kali ini kita akan sedikit mencoba membahas tentang shalat jamak dan
qashar sebagai salah satu bentuk keringanan bagi para muslim serta tata cara
pelaksanaannya.
Pengertian
Safar dalam Islam
Safar (السفر) dalam bahasa arab bermakna menempuh
perjalanan berjarak jauh[2].
Seseorang baru dihitung melakukan safar jika telah menempuh perjalanan dengan
jarak tertentu yang dianggap berjarak jauh dalam pandangan islam. Antonim dari السفر adalah الحضر atau
الاقامة dimana keduanya
bermakna hadir atau menetap (dalam konteks ini berarti dalam satu negeri
tertentu). Orang yang melakukan perjalanan dalam bahasa arab disebut dengan المسافر/musafir, antonimnya adalah المقيم, الحاضر/mukim, hadir, menetap.
Dalam
pembahasan safar, sering juga dibahas status sebuah negeri yang sedang ditempati
oleh seorang musafir yang biasanya terbagi kepada 3 jenis negeri:
1. 1.Negeri asal,
ini adalah negeri tempat seseorang menetap dan hidup disana bersama
keluarganya. Deskripsi negeri asal ini biasanya adalah negeri tempat seseorang
hidup, berkehidupan dan mati disana.
2. 2.Negeri
mukim, ini adalah negeri tempat seseorang bermukim untuk jangka waktu yang
cukup lama, namun bukan negeri tempat ia berasal dan menetap bersama
keluarganya.
3. 3.Negeri
singgah, ini adalah negeri tempat seseorang bermukim untuk masa waktu tertentu
sebelum ia melanjutkan perjalanan ke tempat yang ia tuju. Jangka waktu ia
menetap disini tidaklah terlalu lama.
Deskripsi
sederhana pembagian negeri ini, misalnya : Tono adalah orang Indonesia, suatu
hari ini ingin berangkat ke Amerika untuk melakukan study selama 2 tahun. Di
perjalanan, ia singgah dulu di Jerman selama 10 hari untuk melakukan beberapa
persiapan teknis yang akan dibutuhkan di Amerika. Maka Negeri asal Tono adalah
Indonesia, Negeri mukimnya adalah Amerika, sedangkan Negeri singgahnya adalah
Jerman.
Pembagian
negeri ini akan memberikan implikasi tersendiri dalam penetapan status
ke-musafir-an seseorang, dan tentu saja akan menghasilkan hukum yang berbeda
dalam fiqh islam, termasuk hukum seseorang tersebut dalam menjamak dan/atau
mengqashar shalatnya.
Safar yang
dianggap dapat mengubah sebuah hukum atau meringankan sebuah kewajiban memiliki
syarat-syarat tertentu, diantaranya:
1. 1.Jarak
perjalanan tersebut mencapai batas minimal yang ditetapkan oleh syara’
Ulama
berbeda pendapat dalam soal batas minimal sebuah perjalanan yang bisa mengubah
beberapa hukum atau meringankan kewajiban tersebut. Mayoritas ulama mazhab Maliki, Syafi’i dan
Hanbali mengatakan bahwa batas minimal jarak tersebut adalah 48 mil = 12 farsakh
= 4 burud = kurang lebih 77 kilometer[3].
Dalil pendapat ini adalah hadits riwayat Ibn Abbas Radhiyallahu anhuma,
Rasulullah bersabda : “Hai penduduk Mekah, janganlah kalian mengqashar
shalat kalian kurang dari 4 burud yakni jarak dari Mekah ke Usfan”[4].
Dalil lain adalah bahwa sahabat Ibn Abbas dan Ibn Umar, mengqashar shalat
mereka dan berbuka dari puasa lantaran melakukan perjalanan dengan jarak lebih
dari 4 burud tersebut.
Adapun
mazhab Hanafi berpendapat bahwa perjalanan yang dapat mengubah hukum dan
meringankan kewajiban adalah perjalanan yang ditempuh selama 3 hari perjalanan.
2. 2.Memiliki
tujuan untuk safar
Ulama fiqh
sepakat bahwa seseorang yang perjalanannya dapat mengubah hukum dan meringankan
kewajiban adalah perjalanan yang memiliki tujuan. Artinya, perjalanan tersebut
adalah perjalanan yang memiliki tujuan jelas sejak awal perjalanan, bukan
perjalanan orang linglung yang berjalan tanpa arah dan tujuan atau perjalanan
seseorang yang tersesat.
3. 3.Telah
melewati batas tempat ia bermukim
Berlakunya
hukum-hukum tertentu bagi seorang musafir adalah ketika ia telah keluar dari
batas negeri tempat ia bermukim. Standarnya adalah ia telah berpisah dari
bangunan-bangunan negeri tempat mukim tersebut. Dalilnya adalah hadits riwayat Anas
radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Aku shalat zuhur
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di
Madinah empat rakaat, dan di Dzulhulaifah dua rakaat”[5].
4. 4.Bukan untuk
perjalanan maksiyat
Syarat
perjalanan yang dapat mengubah hukum dan meringankan kewajiban adalah tidak
untuk perjalanan maksiyat, seperti perjalanan untuk zina, mencuri, merampok dan
lain-lain. Hal ini karena keringanan yang didapatkan oleh sebab perjalanan
adalah bagian dari rukhsah, dan rukhsah tidak berlaku dalam perkara maksiyat.
Seperti itu pula perjalanan yang awalnya diniatkan mubah namun berganti menjadi
maksiyat. Kecuali jika niat awal dari perjalanannya adalah untuk maksiyat,
namun ia bertaubat dari maksiyat tersebut di tengah perjalanannya, maka
diberlakukan untuknya hukum-hukum safar serta keringanannya.
Shalat Jamak
Shalat jamak
adalah menggabungkan pelaksanaan shalat zuhur dengan ashar atau shalat maghrib
dengan isya’ dalam satu waktu, baik sifatnya taqdim (pelaksanaan shalat kedua
di waktu pertama) atau ta’khir (pelaksanaan shalat pertama di waktu kedua).
Menjamak shalat adalah salah satu keringanan yang diberikan Allah kepada
hambaNya. Hukum menjamak shalat adalah Mubah/boleh. Diantara dalil tentang kebolehan
menjamak shalat adalah hadits riwayat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia
berkata: “Rasulullah apabila bepergian sebelum matahari tergelincir, maka ia
mengakhirkan shalat zuhur sampai waktu asar, kemudian ia berhenti lalu menjamak
antara dua shalat tersebut, tetapi apabila matahari telah tergelincir (sudah
masuk waktu zuhur) sebelum ia pergi, maka ia melakukan salat zuhur (dahulu)
kemudian beliau naik kendaraan (berangkat)”[6]. Ada juga hadits dari Muadz bin Jabal
Radhiyallahu anhu, ia berkata :”suatu hari kami keluar berjalan bersama
Rasulullah untuk melakukan perang tabuk. Rasulullah saat itu menggabungkan
antara zuhur dan ashar serta menggabungkan antara maghrib dan isya”[7].
Shalat jamak
terbagi dua, taqdim dan ta’khir. Taqdim artinya menjamak dua shalat yang
dilaksanakan di waktu yang pertama. Misalnya, menjamak shalat zuhur dengan ashar,
dikerjakan di waktu zuhur atau menjamak shalat maghrib dengan isya, dikerjakan
di waktu maghrib. Ta’khir kebalikan dari taqdim, yaitu menjamak dua shalat yang
dilaksanakan di waktu yang kedua. Misalnya, menjamak shalat zuhur dengan ashar,
dikerjakan di waktu ashar atau menjamak shalat maghrib dengan isya, dikerjakan
di waktu isya.
Syarat sah
jamak taqdim:
1. 1.Memulai
shalat dengan shalat yang pertama. Karena waktu tersebut adalah waktu untuk
shalat yang pertama, sedangkan shalat yang kedua mengikut bagi shalat pertama.
Maka, dalam jamak taqdim antara zuhur dan ashar, wajib mendahulukan pelaksanaan
shalat zuhur, baru setelah itu ashar. Begitu juga dalam jamak taqdim antara
maghrib dan isya, wajib mendahulukan shalat maghrib, baru setelah itu isya.
2. 2.Niat
melaksanakan jamak shalat. Niat ini lebih utama jika diletakkan pada shalat
yang pertama. Jika dilafazhkan, niat tersebut kira-kira berbunyi seperti ini :
“اُصَلِّى فَرْضَ الظُهْرِ اَرْبَعَ
رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَقْدِيْمًا مَعَ العَصْرِ فَرْضًا للهِ تَعَالى”
“Sengaja aku
shalat fardhu zuhur 4 raka’at jamak taqdim dengan ashar fardhu karena Allah ta’ala”
3. 3.Melakukan
kedua shalat secara berurutan tanpa ada pembatas yang memakan waktu lama. Jamak
dianggap batal jika diantara kedua shalat dibatasi dengan batas yang lama, baik
karena tidur, lupa, ataupun karena pekerjaan lainnya. Standar waktu yang
dimaafkan karena membatasi antara kedua shalat adalah waktu yang dipakai untuk
iqamah.
4. 4.Seseorang
telah dalam kondisi safar ketika ia memulai shalat yang pertama dan kondisi
safar tersebut berlangsung hingga ia selesai melaksanakan shalat kedua. Jika
diantara kedua shalat tersebut, seseorang berniat untuk mukim di daerah
tersebut, maka hukum safarnya dianggap batal, dan ia harus melaksanakan shalat
yang kedua di waktunya, bukan di waktu yang pertama.
Syarat sah jamak
ta’khir:
1. 1.Meniatkan
untuk menjamak shalat. Niat ini berada di waktu shalat yang pertama bahwa ia
akan melaksanakan shalat pertama ini secara jamak di waktu shalat yang kedua.
Jika ia tidak berniat untuk jamak, maka pelaksanaan shalat yang pertama di
waktu kedua dianggap sebagai Qadha, bukan jamak.
2. Tidak
disyaratkan untuk melaksanakan shalat yang kedua terlebih dahulu, namun boleh
mengerjakan shalat pertama lalu shalat yang kedua. Yang lebih utama adalah
mengerjakan shalat kedua lebih dahulu, baru setelah itu shalat yang pertama,
karena waktu pelaksanaan tersebut adalah milik shalat yang kedua, sedangkan
shalat yang pertama mengikut ke shalat yang kedua.
Tata cara pelaksanaan
Shalat jamak taqdim (dengan contoh shalat zuhur dan ashar):
1. 1.Ketika masuk
waktu zuhur, berniat untuk menjamak shalat zuhur dengan ashar dengan jamak
taqdim (niatnya seperti yang telah disebutkan diatas).
2. 2.Melaksanakan
shalat zuhur 4 raka’at (jika diqashar menjadi 2 raka’at).
3. 3.Setelah
selesai shalat zuhur, langsung berdiri untuk shalat ashar. Boleh iqamat sebelum
shalat ashar.
4. 4.Melaksanakan
shalat ashar 4 raka’at (jika diqashar menjadi 2 raka’at).
Tata cara
pelaksanaan shalat jamak ta'khir (dengan contoh shalat zuhur dan ashar):
1. 1.Ketika masuk
waktu zuhur, seseorang berniat bahwa ia akan menjamak shalat zuhurnya dengan
ashar dengan jamak ta’khir.
2. 2.Ketika masuk
waktu ashar, ia berniat melaksanakan shalat ashar dengan jamak ta’khir dengan
shalat zuhur.
3. 3.Melaksanakan
shalat ashar 4 raka’at (jika diqashar menjadi 2 raka’at).
4. 4.Setelah selesai
shalat ashar, langsung berdiri untuk shalat zuhur. Boleh iqamat diantaranya.
5. 5.Melaksanakan
shalat zuhur 4 raka’at (jika diqashar menjadi 2 raka’at).
Shalat
Qashar
Qashar
artinya meringkas. Shalat qashar adalah meringkas jumlah raka’at shalat yang
awalnya 4 raka’at menjadi 2 raka’at. Hukumnya mubah/boleh bagi orang-orang yang
telah memenuhi syarat safar diatas. Dalil shalat qashar adalah Surat An-Nisa
ayat 101 yang artinya: “Dan jika kamu bepergian di muka bumi, maka tidak
mengapa kamu menqashar shalatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir,
sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu.” (Q.S.An-Nisa’
: 101). Ada juga hadits dari Ibn Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Aku selalu
bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan beliau tidak menambah
shalat beliau dalam perjalanan, lebih dari 2 raka’at. Abu bakar, Umar dan
Utsman pun seperti itu.”[8].
Syarat sah
shalat qashar hampir sama dengan shalat jamak diatas, ditambah dengan ketentuan
bahwa shalat qashar hanya pada shalat yang jumlah raka’atnya adalah 4 raka’at
(dalam hal ini berarti shalat zuhur, ashar dan isya). Jika dalam shalat jama’ah,
seseorang yang berniat mengqashar shalatnya tidak boleh menjadi makmum bagi
imam yang melaksanakan shalat secara sempurna (4 raka’at). Disyaratkan juga berniat
melaksanakan shalat secara qashar.
Shalat jamak
dan qashar
Dalam
perjalanan, seseorang bisa melaksanakan shalat dengan jamak dan qashar sekaligus,
jika memenuhi semua syarat safar dan jamak serta qashar diatas. Tata caranya
menyesuaikan tata cara shalat jamak dan qashar.
[1]
Tulisan ini disarikan dari Ensiklopedi Fiqh Kuwait dengan pengubahan
seperlunya.
[2]
Lihat Lisan al-‘Arab “السفر”
[3]
Lihat pembahasan lebih rinci dalam kitab Al-Makayil wa Al-Mawazin Asy-Syar’iyyah
karangan Syekh Ali Jum’ah (mufti Mesir) pada bab الاطوال. Penerbit Dar Salam, Cairo.
[4]
Redaksi Hadits tesebut adalah
عَنِ ابْنِ
عَبَّاسِ ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : " يَا
أَهْلَ مَكَّةَ لا تَقْصُرُوا الصَّلاةَ فِي أَدْنَى مِنْ أَرْبَعَةِ بُرُدٍ مِنْ
مَكَّةَ إِلَى عُسْفَانَ
"
Lihat di Ma’rifah As-Sunan
wa Al-Atsar Imam Al-Baihaqi, bab. السَّفَرِ الَّذِي يُقْصَرُ فِي مِثْلِهِ الصَّلاةُ
[5]
Hadist shahih, redaksinya:
عن أنس بن
مالك يقول : صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم الظهر بالمدينة أربعًا ، وبذي
الحليفة ركعتين
[6]
Hadits Shahih riwayat Bukhari dan Muslim, redaksinya :
عَنْ اَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمْ اِذا رَحِلَ قَبْلَ اَنْ تَزِيْغَ الشَمْسُ اخِرَ الظُهْرِ
اِلى وَقْتِ العَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ يَجْمَعُ بَيْنَهُمَا فَاِنْ زَاغَتْ الشَمْسُ قَبْلَ
اَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُهْرَ ثُمَّ رَكِبَ رواه البخارى ومسلم
[7]
Hadits Shahih riwayat Muslim, redaksinya :
أن معاذ بن جبل أخبره. قال خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم عام غزوة تبوك. فكان يجمع
الصلاة. فصلى الظهر والعصر جميعا. والمغرب والعشاء جميعا
5 komentar
kalau jama' qashar ba'a ustadz,,, ? :-)
ReplyDeletelah kan udah ada diatas :D tinggal diikuti saja tata cara jamak dan tinggal diqashar raka'atnya *jangan lupa niat untuk jamak dan qashar*
ReplyDeleteTata cara pelaksanaan shalat jamak taqdim (dengan contoh shalat zuhur dan ashar):
ReplyDelete1.Ketika masuk waktu zuhur, seseorang berniat bahwa ia akan menjamak shalat zuhurnya dengan ashar dengan jamak ta’khir.
:D
Syukron furqon atas koreksinya :D
ReplyDeleteIzin bertanya, klw setelah sholat jamak taqdim, masuk waktu sholat yang kedua, padahal qta belum berangkat dari tempat qta sholat jamak td,, apa sholat jamak yang tadi masih sah?
ReplyDelete