Fatwa Golput
Hari Kamis Tanggal 19 Maret 2009,Dewan Mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang Mengadakan Seminar Nasional Bertemakan “ Mencari Relevansi Fatwa Golput dengan Kehidupan demokrasi Indonesia “.Sebenarnya saya sendiri tidak berhak menghadiri seminar ini karena saya bukan mahasiswa di Universitas manapun yang diundang,namun saya beranikan datang karena setelah melihat susunan kepanitiaannya,saya lihat rata-rata adalah teman saya dulu di Pondok Pesantren.Maka dengan berani saya datang ke Lokasi seminar,disana kebetulan saya bertemu salah seorang alumni Pondok bernama Kanda Nurus Shalihin Djamra,S.ag,M.si yang akan menjadi panelis dari seminar tersebut,Saya pun ngobrol singkat dengan beliau,dan kemudian beliau mengajak saya masuk kedalam sebagai undangan.Alhamdulillah rezeki,masuk dengan terhormat.
Kembali ke seminar,Narasumber dari seminar itu sendiri adalah Prof.Dr.H.Ali Mustafa Ya’qub.MA. (wakil ketua bidang fatwa MUI) dan 2 orang panelis yaitu Prof.Yuswarman dan Kanda Nurus Shalihin Djamra M.si tadi.Seminar berlangsung sengit namun sayang hanya berlangsung sebentar karena Bapak Ali Mustafa ya’qub harus segera bertolak ke Surabaya untuk menguji kandidat doctor.
Mengenai Fatwa Golput sendiri saya melihat beberapa hal yang melatar belakangi munculnya :
1. Ketakutan para ‘ulama akan banyaknya umat islam yang tidak memilih namun disisi lain umat Kristen (saya lebih suka menyebut Kristen ketimbang nashrani) akan di plot untuk memilih partai Kristen.Bahaya yang akan muncul adalah akan banyaknya umat Kristen yang menjadi wakil di senayan maka efek terbesarnya adalah akan banyak muncul undang-undang yang tidak akan memihak islam lagi.
2. Namun disisi lain ada juga diantara para elit partai (yang hanya memikirkan keuntungan pribadi) yang juga ketakutan akan berkurangnya suara terhadap mereka,maka bagi mereka ketika legitimasi hukum tidak lagi dipandang masyarakat maka mereka mencoba mengusulkan nya dalam bentuk legitimasi agama.
Golput itu sendiri bisa muncul akibat beberapa hal:
• Faktor teknis
1. Tidak terdaftar
2. Jarak jauh dari TPS
3. Ada gangguan (seperti hujan) ketika pemilihan
4. Ada pekerjaan yang berhubungan dengan kelangsungan hidup ketika pemilihan
• Faktor rasionalitas
1. Karena kecewa dengan kinerja partai sehingga menimbulkan sikap apatis terhadap partai
2. Karena bingung dengan tata cara pemilihan dan rumitnya system pemilihan serta banyaknya pilihan
3. Karena faktor ideologis
Ideology Islam
Ide-ide ini adalah tentang pelaksanaan system Negara islam (khilafah) yang harus sesuai dengan ajaran islam sehingga mereka menganggap system demokrasi yang dianut oleh indonesia adalah haram,maka secara otomatis mengikuti pemilu adalah haram dan golput berpahala
Ideology sepilis
Ide-ide sepilis selalu berupaya untuk menimbulkan opini di tengah masyarakat bahwa calon tersebut tidak berkompeten dan system yang dipakai Indonesia tidak capable maka Indonesia harus diganti sistemnya yang lebih sekuler dengan tidak mencampur baurkan ajaran agama dalam pelaksanaannya.
Nah,pertanyaan yang muncul bagi saya adalah ketika si pemilih yang tidak memilih karena alasan teknis diatas , apakah berdosa? Mengingat mereka mungkin sangat ingin sekali untuk menggunakan suaranya.Karena kalau begitu maka system lah yang memberikan mereka “bonus dosa”.
Kemudian tentang ide system islam yang diusung beberapa organisasi,Sejauh yang saya ketahui adalah bahwa islam tidak mempunyai konsep khusus tentang Negara islam,artinya bentuk Negara seperti apa ,itu tidak pernah di paksakan oleh islam,Yang ada hanyalah konsep yang berasal dari sejarah tentang Negara Madinah yang dulu dipimpin Oleh Sayyidina Muhammad Rasulullah Saw.Konsep ini kemudian dilanjutkan oleh Para Khulafa’ur rasyidin Radiyallahu anhum.Baru pada masa dinasti Muawiyah dan seterusnya system ini jelas berbentuk sebuah Kerajaan (Imamah).
Sistem khilafah sendiri secara gamblang dinyatakan sebagai sebuah system dimana seluruh aspek kehidupan diatur oleh sebuah hukum yang berasal dari Allah dengan nama Syari’ah.Persoalannya di Indonesia sejak kemerdekaannya telah memakai system demokrasi.Sistem ini telah mendarah daging bagi kebanyakan rakyat Indonesia.Sistem demokrasi pancasila (yang dianggap oleh kebanyakan ahli sebagai system gado-gado liberalisme dan komunisme) secara tidak langsung telah melunturkan jiwa keislaman di tengah-tengah pemeluknya sendiri di Indonesia.Sehingga secara tidak langsung telah menjauhkan pemeluk islam dari islam itu sendiri.Ditambah lagi dengan konsep globalisasi yang menyebar begitu cepat sehingga merubah ideology,paradigma berpikir dan tata pola kehidupan umat islam di Indonesia.
Maka menurut saya hal yang harus dilakukan oleh para aktifis organisasi islam di Indonesia adalah melakukan perubahan terhadap kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat Indonesia serta pengenalan secara jelas tentang ajaran agama islam,tentunya perubahan ini dilakukan dengan metoda pendekatan emosional dan system dakwah bil hal,karena system ini yang lebih sesuai dengan kebiasaan di Indonesia.Nah,persoalan yang saya lihat pada aktifis dakwah sekarang ini adalah mereka tidak melakukan pendekatan emosional.Ditengah kondisi masyarakat yang tidak suka diceramahi,mereka sangat gencar sekali menceramahi masyarakat,ditengah kondisi masyarakat yang kurang terbiasa melihat pakaian Ala arab,mereka sangat suka sekali memakainya,maka tak jarang dakwah yang dijalankan gagal.Maka sekali lagi sebelum kita bergerak kearah pengislaman Indonesia maka terlebih dahulu kita harus menyebarkan islam di tengah-tengah masyarakat.Setelah islam kuat baru proses selanjutnya kearah perjuangan kenegaraan
Tentang golput sendiri saya lebih setuju untuk mengikuti himbauan dari Forum Umat Islam dibawah ini:
“Berdasarkan firman Allah swt dalan al-qur’an surat al-An’am 57,An-nisa 65, al-ma’idah 49-50, an-Nisa 59 dan memperhatikan fatwa MUI tentang Pemilu,FUI menyerukan :
1. Umat Islam WAJIB memilih pemimpin/wakil rakyat yang BERJUANG MENJAGA AQIDAH DAN MENEGAKKAN SYARI’AH SEBAGAI UNDANG-UNDANG NEGARA
2. Umat Islam HARAM memilih pemimpin/wakil rakyat yang BERJUANG MENJAGA AQIDAH DAN MENEGAKKAN SYARI’AH SEBAGAI UNDANG-UNDANG NEGARA “(selengkapnya bisa dilihat di majalah suara islam edisi 63 tanggal 20 maret – 3 april 2009)”
Artinya masih ada kemungkinan kita untuk memilih karena diantara 1000 insya allah ada 1 yang berkarakter seperti ini amin.Ketimbang tidak memilih dan akhirnya di senayan di penuhi Kristen?
Keputusan Komisi A
Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se-Indonesia III
Tentang Masail Asasiyah Wathaniyah (Masalah Strategis Kebangsaan)
Tidak Menggunakan Hak Pilih (Golput) dalam Pemilu
1. Pemilihan Umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.
2. Memilih Pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama.
3. Imamah dan imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemashlahatan dalam masyarakat.
4. Memilih pemimpin yang beriman dan bertaqwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam, hukumnya adalah wajib.
5. Memilih Pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam butir 4 (empat) atau tidak memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat, hukumnya adalah haram.
REKOMENDASI
1. Umat Islam dianjurkan untuk memilih pemimpin dan wakil-wakilnya yang mengemban tugas amar makruf nahi munkar.
2. Pemerintah penyelenggaraan pemilu perlu meningkatkan sosialisasi penyelengaraan pemilu agar partisipasi masyarakat dapat meningkat, sehingga hak masyarakat terpenuhi.
DASAR PENETAPAN
1. Al Qur’an surat An Nisa (4) ayat 59:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu”.
2. Hadits Nabi SAW : “Dari Abdullah bin Amr bin ‘Auf al-Muzani, dari ayahnya, dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:”Perjanjian boleh dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram”. (HR At-Tirmidzi).
3. Hadits Nabi SAW : “Barangsiapa mati dan belum melakukan baiat, maka matinya dalam keadaan jahiliyah”. (HR Bukhari).
4. Hadits Nabi SAW : “Barangsiapa yang memilih seorang pemimpin padahal ia tahu ada orang lain yang lebih pantas untuk dijadikan pemimpin dan lebih faham terhadap kitab Allah dan Sunnah RasulNya, maka ia telah menghianati Allah, RasulNya, dan semua orang beriman”. (HR At-Thabrani).
5. Pernyataan Abu Bakar RA, ketika pidato pertama setelah ditetapkan sebagai Khalifah :
“Wahai sekalian manusia, jika aku dalam kebaikan maka bantulah aku, dan jika aku buruk maka ingatkanlah aku. ….taatilah aku selagi aku menyuruh kalian taat kepada Allah, dan jika memerintahkan kemaksiatan maka jangan taati aku”.
6. Pernyataan Umar RA ketika dikukuhkan sebagai Khalifah, beliau berpidato :
“Barangsiapa diantara kalian melihat aku dalam ketidaklurusan, maka luruskanlah aku….”.
7. Pendapat Al-Mawardi dalam Al-Ahkam as-Sulthaniyah hal 3:
“Kepemimpinan (al-imamah) merupakan tempat pengganti kenabian dalam menjaga agama dan mengatur dunia, dan memilih orang yang menduduki kepemimpinan tersebut hukumnya adalah wajib menurut ijma”.
8. Pendapat Al-Mawardi dalam Al-Ahkam as-Sulthaniyah hal 4:
“Jika menetapkan imamah adalah wajib, maka (tingkatan) kewajibannya adalah fardhu kifayah seperti jihad dan menuntut ilmu.Dimana jika ada orang yang ahli (pantas dan layak) menegakkan imamah, maka gugurlah kewajiban terhadap yang lainnya.Jika tidak ada seorangpun yang menegakkannya, maka dipilih diantara manusia dua golongan, yakni golongan yang memiliki otoritas memilih (ahlul ikhtiyar) hingga mereka memilih untuk umat seorang pemimpin, dan golongan (calon) pemimpin (ahlul imamah) hingga diantara mereka dipilih untuk menjadi pemimpin”.
9. Pendapat Ibnu Taimiyah dalam As-Siyasah as-Syar’iyah :
“Penting untuk diketahui bahwa adanya kekuasaan untuk mengatur urusan manusia adalah termasuk kewajiban besar dalam agama, bahkan tidak akan tegak agama ataupun dunia tanpa adanya kekuasaan.Maka sesungguhnya anak Adam tidak akan sempurna kemashlahatannya tanpa berkumpul karena diantara mereka saling membutuhkan, dan tidak bisa dihindari ketika mereka berkumpul adanya seorang pemimpin”.
Ditetapkan di : Padangpanjang.
Pada tanggal : 26 Januari 2009 M.
29 Muharram 1430 H.
Pimpinan Komisi A
Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI Se Indonesia Ke III
Ketua : KH Ma’ruf Amin.
Wakil Ketua : Dr HM Masyhuri Na’im.
Sekretaris : Drs Sholahudin Al Aiyub MSi.
Anggota : 115 orang.
Tim Perumus :
Ketua : KH Ma’ruf Amin.
Wakil Ketua : Dr HM Masyhuri Na’im.
Sekretaris : Drs Sholihudin Al Aiyub MSi.
Anggota :
1. Dr H Fuad Amsyari.
2. Drs H Slamet Efendi Yusuf MSi.
3. KH Drs Abdusshomad Buchori.
4. KH Maman Abdurrahman.
5. KH M Jarir.
6. Kh Dani Hamdani.
Partai Playmaker
Bergulirnya era reformasi di Indonesia pada tahun 1998 telah mengobah system Pemilu pada masa orde baru yang hanya di isi 3 Partai (PPP,GOLKAR,PDI) menjadi system multi partai pada tahun 1999.Kala itu muncul banyak partai baru yang secara mengejutkan mampu mengisi kursi di DPR.Diantaranya adalah PAN,PKB,PBB,dan PK.Di Tahun 2004,Muncul Partai Demokrat yang diusung SBY sebagai partai pendatang baru yang membuat public terkejut dengan suara yang diperolehnya serta SBY sendiri yang berhasil menduduki kursi Presiden.Bagaimana tahun 2009?
Pada tahun 2009 sendiri terjadi beberapa fenomena yang menarik untuk diperbincangkan.Beberapa partai Besar dan menengah (hasil tahun 2004) beradu target politik untuk meraih suara terbanyak dan mengisi kursi kepresidenan.GOLKAR yang di pemilu 2004 berhasil meletakkan salah seorang kadernya sebagai wakil presiden , kali ini mencoba peruntungan untuk mengejar kembali kursi presiden,begitu juga dengan PDIP yang tahun lalu kalah oleh PD.Beberapa partai baru pun tak kalah bersaing untuk memperebutkan kursi tersebut,diantaranya HANURA dan GERINDRA yang gencar dengan promosinya.Beberapa partai kecil pun tak kalah saing dengan mencoba peruntungan dengan cara koalisi.
Menariknya,banyak pengamat politik ternama di negeri ini malah memprediksikan akan terjadinya CLASH pemilih pada partai-partai yang selama ini dianggap partai yang besar dan dominant.Hal ini muncul akibat goncangan-goncangan yang terjadi di Indonesia yang membuat beberapa masyarakat tambah skeptis atau malah bersikap apatis dengan partai besar dan mencoba untuk beralih kepada partai – partai baru yang dianggap lebih bias memperjuangkan nasib rakyat.
Yang mengejutkan pula bahwa ternyata beberapa partai besar pun berpikiran sama,maka timbulah berbagai rencana politik partai untuk berkoalisi dengan partai lain sehingga syarat 20% untuk menjadi calon presiden dapat terpenuhi.Beberapa partai malah sudah mulai mengadakan pendekatan dengan partai yang dianggap menguntungkan.GOLKAR dalam kabar terbaru berencana koalisi dengan PDI P, PD yang sudah mulai geregetan mencoba untuk mendekati PKS.
Melihat kondisi seperti ini,pengamat politik Bima Arya Sugiarto dalam sebuah acara di metro TV pernah mengungkapkan bahwa beberapa partai politik menengah seperti PKS dan PAN akan menjadi partai “playmaker/kingmaker” pada pemilu nanti.Artinya,sebagaimana layaknya sepakbola,partai – partai ini akan menjadi penentu hasil akhir terhadap pemilu presiden nanti.Keputusan dan keberpihakan partai-partai inilah yang dapat menentukan siapa yang akan naik menjadi orang nomor satu dan dua di negeri ini.
Kita coba melihat kondisi dua partai ini yaitu PKS dan PAN.PKS sendiri merupakan partai yang fenomenal di pemilu 2004 dimana mereka berhasil meraih 7% suara yang sebelumnya ditahun 1999 (ketika masih bernama PK) hanya meraih 1%.Peningkatan yang tajam ini malah membuat PKS menargetkan diri untuk meraih 20% suara di pemilu 2009 nanti,artinya jika target ini tercapai maka PKS sendiri tentunya akan mengorbitkan calon baru dari kalangan mereka untuk menduduki kursi presiden.Namun disisi lain pun,PKS menyadari bahwa ada juga kemungkinan di tahun 2009 ini, PKS akan mengalami penurunan atau setidaknya diam di tempat.Hal ini disebabkan oleh beberapa hal :
Tercorengnya citra PKS yang “bersih,peduli,professional” oleh beberapa kasus yang menimpa kadernya,diantaranya ; Pemeriksaan terhadap anggota FPKS DPR RI Abu Bakar Al-Habsy, tertangkapnya anggota PKS Jambi di panti pijat, illegal logging di Bali, dugaan pemerkosaan di Indramayu.Hal ini tentu saja dapat mengurangi tingkat simpatik masyarakat.
PKS yang dulunya memiliki basis suara dari kaum muda (yang tentunya memiliki nilai idealisme) sekarang terancam oleh beberapa partai yang juga menampilkan basis suaranya dari kaum muda seperti GOLKAR (Jeffri geovani,Indra J.Piliang,Meutya Hafid,Nurul arifin) , GERINDRA (Fadli zon), DEMOKRAT (Anas Urbaningrum,Andi Malarangeng) dll Bahkan beberapa tokoh muda PKS yang dulunya menjadi icon partai pun sekarang beralih partai seperti Ikang Fawzi (PAN) dan Ratih sanggarwati
PAN sendiri sekarang dalam kondisi yang bisa dibilang agak tergoncang.Pasca beralihnya kekuasaan dari Amien Rais ke Soetrisno bachir.PAN yang dulu mengandalkan Amien rais , banyak mendapatkan dukungan dari warga muhammadiyah namun setelah pindah ke Soetrisno Bachir, dukungan warga Muhammadiyah berkurang.Apalagi pasca dibentuknya Partai Matahari Bangsa (PMB) yang di plot oleh beberapa pihak sebagai partai Muhammadiyah.
Melihat kondisi ini maka PKS dan PAN harus bekerja keras untuk kembali kedalam posisinya sebagai Partai Playmaker,karena kalau tidak maka bisa jadi beberapa partai baru yang gencar berpolitik seperti HANURA dan Gerindra akan mengambol posisi mereka sebagai partai yang akan dapat menentukan hasil dari PILPRES nanti.Namun untuk hasil akhirnya kita lihat saja Pasca pemilu legislatif dan Pilpres nanti.
KARUDUANG
Kemarin salah seorang teman dari Pelajar Islam Indonesia ( PII )
bertanya tentang masalah jilbab yang ada dalam islam,maka kujawab "jilbab
tidak ada dalam syari'at islam",dengan keheranan dia bertanya "lantas
yang dipakai oleh para muslimah sekarang?apakah bukan jilbab?"
aku berkelakar "yah muslimah sekarang banyak yang berbuat bid'ah"
sampai sekarang persoalan jilbab masih menjadi kontroversi yang
sangat hangat untuk dibicarakan,terlebih ketika salah seorang ahli tafsir
terkemuka di indonesia mengatakan bahwa kewajiban berjilbab
hanya memakai selendang yang di pakaikan di atas pundak wanita yang
sampai menutup dadanya.
secara defenisi menurut kamus,jilbab bahkan bukan apa yag kita
gambarkan dalam pikiran kita,diantaranya:
1. Lisanul Arab : "Jilbab berarti selendang, atau pakaian lebar
yang dipakai wanita untuk menutupi kepada, dada
dan bagian belakang tubuhnya."
2. Al Mu'jamal-Wasit : "Jilbab berarti pakaian yang dalam (gamis)
atau selendang (khimar), atau pakaian untuk
melapisi segenap pakaian wanita bagian luar
untuk menutupi semua tubuh seperti halnya mantel."
3. Mukhtar Shihah : "Jilbab berasal dari kata Jalbu, artinya
menarik atau menghimpun, sedangkan jilbab
berarti pakaian lebar seperti mantel."
Lantas apa yang dipakai oleh para muslimah yang menutupi tubuhnya bagian
kepala kebawah tersebut?kalau boleh saya memakai bahasa minang
maka saya mengistilahkannya sebagai karuduang (kerudung).
hal yang menarik bagi saya , setelah berdiskusi dan mencoba mencari literatur
tentang kerudung tersebut,ternyata tradisi memakai kerudung bukanlah
dari islam (sebelum kedatangan islam).ada 2 sejarah yang saya dapatkan
tentang masalah kerudung tersebut,pertama;kerudung dulunya diadopsi oleh
bangsa Arab dari negeri persia yang waktu itu merupakan negeri yang
paling maju kebudayaannya di dunia,kerudung dipakai untuk membedakan
kasta/tingkatan seseorang dalam masyarakatnya,seseorang yang memakai kerudung
adalah seseorang yang kaya atau saudagar atau golongan kerajaan.kemudian
ketika bangsa arab datang ke persia dan melihat tradisi tersebut maka
mereka pun menirunya.Kedua;kerudung dulunya dipakai oleh bangsa arab
jahiliyah untuk membedakan antara (maaf) pelacur tingkat tinggi dan rendah.
semakin besar dan lebar kerudung seseorang maka semakin tinggi pangkatnya
di dunia kepelacuran.(kedua literatur sejarah ini tidak perlu anda
buktikan kebenarannya karena saya sendiri tidak ingat dimana menemukannya)
terlepas dari itu semua,bagi saya pribadi ketika melihat muslimah
berkerudung,itu tidak ada sangkut pautnya dengan kedua literatur diatas
karena bagi muslimah,berkerudung adalah salah satu perintah yang wajib
dita'ati sebagai muslimah yaitu menutup aurat,sedangkan berkerudung
adalah salah satu metode praktis untuk melakukannya.
makanya kalau ada muslimah yang berkerudung namun bawahannya masih
"u can see" sih sama saja bohong karena belum menutup aurat,
dan bagi muslimah,seandainya membuka aurat di depan orang yang bukan berhak
melihatnya maka setiap makhluk yang melihatnya akan mengutuknya.nah coba
bayangkan berapa kutukan tuh? batu,kerikil,daun,pohon,angin akan mengutuknya.
mungkin lebih gawat dari kutukan "avada kedavra" nya voldemort ya.
pernah seseorang bertanya kepada saya "bang baa kok abang
mambaco qunut wakatu sumbayang subuah,tapi dek urang muhammadiyah
di masajik tu dak mambaco nyo bang " (kenapa abang membaca
qunut di shalat subuh,sedangkan golongan muhammadiyah di mesjid tidak?),
saya jawab "hoi yuang,ilimu agamo tu beko kan babeda-beda,tagantuang
hasil ijtihad masiang-masiang urang" (ilmu dan ajaran agama
islam tu pada hakikatnya sama namun dalam pelaksanaanya akan berbeda
tergantung hasil ijtihad masing-masing pemeluknya)
dia kemudian bertanya lagi "tu ma nan bana bang" (lantas mana yang benar?),
saya pun menanggapinya"Kalo hasil ijtihad tu,asa lai sasuai dengan apo
yang dipelajari tu bana tu mah"(hasil ijtihad kalau dilakukan sesuai
dengan apa yang dipelajari tentang syarat melakukan ijtihad maka semuanya
di bilang benar).
pertanyaan seputar hukum islam memang tidak ada habis-habisnya,berbeda
dahulu di masa rasulullah saw,ketika sahabat bertanya tentang sebuah hukum
maka mereka akan langsung bertanya kepada Rasulullah saw.Namun paska wafatnya
rasulullah,para sahabat tidak mempunyai lagi tempat meminta/bertanya tentang
sebuah hukum,maka para sahabat pun mulai melakukan berbagai ijtihad
,karena ijtihad sendiri memang diperbolehkan oleh rasul untuk menggali
sebuah hukum islam sejak diutusnya muadz bin jabal ra berdakwah ke yaman.
namun konsepsi seperti apa ijtihad pun kemudian mulai dipertanyakan.
maka beberapa mujtahid islam pun melakukan riset sehingga pada akhinya
menimbulkan beberapa disiplin ilmu yang mesti dikuasai oleh seseorang mujtahid
diantaranya;ushul fiqh,qawaid fiqh,tarekh tasyri',asbabun nuzul,asbabul wurud,
ilmu hadis,ilmu tafsir,balaghah,mantiq,nahwu,shorof,dll.Maka dengan beberapa
disiplin ilmu ini kemudian telah menyebabkan hasil ijtihad lebih akurat
dan sesuai dengan kondisi.
pada masa thabi'in,begitu banyak mujtahid yang memang menguasai beberapa disiplin
ilmu diatas namun karena perbedaan kondisi-seperti perbedaan struktur sosial,
tingkat kemampuan dll- maka hasil ijtihad tentang suatu hukum pun akhirnya
berbeda-beda.Hal inilah yang terus berlangsung sampai saat sekarang.
namun dalam menyikapi setiap perbedaan terhadap hasil ijtihad ini para
mujtahid tetap memakai dan berpijak kepada hadis rasulullah yang menyatakan
bahwa jika secara hakekat hukum yang dihasilkan ijtihad itu benar maka
mendapat pahala dua dan jika secara hakekat salah maka akan mendapat pahala
satu,maka waktu itu tidak terjadi konflik yang benar-benar membuat perpecahan
terhadap umat islam.Karena tingginya tingkat saling memahami dan menghargai.
walaupun begitu,untuk menjadi seorang mujtahid bukanlah hal yang mudah dilakukan.
selain harus menguasai disiplin ilmu diatas,seseorang mujtahid harus lah seseorang
yang benar-benar berijtihad dengan ikhlas untuk kepentingan umat serta tidak
dilandasi niat-niat apapun yang akan merusak.
makanya disaat ini seringkali penyalahgunaan ijtihad membuat perpecahan diantara
umat.Yang terutama dilakukan oleh para golongan sepilis (sekuler,plural,liberal).
sekali lagi perlu ditekankan bahwa sikap saling menghormati dan menghargai
hasil ijtihad lah yang diperlukan saat ini,bukan saling mempertanyakan,berdebat,dan menyalahkan
Ahmad Tafsir (1994) menyatakan bahwa pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju taklif (kedewasaan), baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban-sebagai seorang hamba (abd) dihadapan Khaliq-nya dan sebagai 'pemelihara' (khalifah) pada alam semesta-(Tafsir, 1994). Karenanya, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik (generasi penerus) dengan kemampuan dan keahlian (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat (lingkungan). Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, peran pendidikan ini benar-benar bisa dilaksanakan pada masa-masa kejayaan Islam. Hal ini dapat kita saksikan, di mana pendidikan benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban Islam menjadi peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang Jazirah Arab, Asia Barat hingga Eropa Timur. Untuk itu, adanya sebuah paradigma pendidikan yang memberdayakan peserta didik merupakan sebuah keniscayaan.
Kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam pada masa kejayaan sepanjang abad pertengahan, di mana peradaban dan kebudayaan Islam berhasil menguasai jazirah Arab, Asia Barat dan Eropa Timur, tidak dapat dilepaskan dari adanya sistem dan paradigma pendidikan yang dilaksanakan pada masa tersebut.
Kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan dan pendidikan di kalangan umat Islam ini tidak muncul secara spontan dan mendadak, namun kesadaran ini merupakan efek dari sebuah proses panjang yang dimulai pada masa awal Islam (masa ke-Rasul-an Muhammad). Pada masa itu Muhammad senantiasa menanamkan kesadaran pada sahabat dan pengikutnya (baca; umat Islam) akan urgensi ilmu dan selalu mendorong umat untuk senantiasa mencari ilmu. Hal ini dapat kita buktikan dengan adanya banyak hadis yang menjelaskan tentang urgensi dan keutamaan (hikmah) ilmu dan orang yang memiliki pengetahuan. Bahkan dalam sebuah riwayat yang sangat termashur disebutkan bahwa Muhammad menyatakan menuntut ilmu merupakan sesuatu yang diwajibkan bagi umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan.
Setelah ke-wafat-an Muhammad, para sahabat dan umat Islam secara umum tetap melanjutkan misi ini dengan menanamkan kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan kepada generasi-generasi sesudahnya, sehingga kesadaran ini menjadi sesuatu yang mendarah daging di kalangan umat Islam dan mencapai puncaknya pada abad XI sampai awal abad XIII M.
Namun demikian, seiring dengan kemunduran Islam-terutama setelah kejatuhan Bagdad tahun 1258 M--, pendidikan dalam dunia Islam pun ikut mengalami kemunduran dan ke-jumud-an. Sehingga, pendidikan tidak lagi mampu menjadi sebuah 'sarana pendewasaan' umat. Dengan kata lain, sebagaimana dinyatakan Fazlur Rahman, pendidikan menjadi tidak lebih dari sekedar sarana untuk mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai 'lama' (tradisional) dari ancaman 'serangan' gagasan Barat yang dicurigai akan meruntuhkan tradisi Islam, terutama 'standar' moralitas Islam (Rahman, 1985). Pendidikan tidak lagi mampu menjadi sebuah proses intelektualisasi yang merekonstruksi paradigma (pola pikir) peserta didik melalui interpretasi secara continue dengan berbagai disiplin ilmu sesuai perkembangan jaman (Rahman, 1994).
Akibatnya, pendidikan Islam melakukan proses 'isolasi' diri sehingga pendidikan Islam akhirnya termarginalisasi dan 'gagap' terhadap perkembangan pengetahuan maupun tehnologi. Melihat fenomena di atas, adanya upaya untuk menemukan kembali semangat (girah) pendidikan Islam tampaknya diperlukan, Hal ini merupakan salah satu upaya untuk mengangkat kembali dunia ke-pendidikan Islam sehingga kembali mampu survive di tengah masyarakat. Dan sebagai langkah awal untuk menemukan kembali semangat ini, tampaknya dapat dilakukan dengan mencoba melihat 'kilasan' perjalanan pendidikan Islam dari masa awal hingga sekarang.
Sekilas Perjalanan (Sejarah) Pendidikan Islam Meskipun penanaman kesadaran akan urgensi ilmu sudah dimulai pada masa Muhammad, bahkan pada masa-masa akhir sebelum Muhammad wafat kesadaran akan pentingnya ilmu bagi kehidupan-dapat dikatakan-sudah mendarah daging di kalangan umat Islam (Bilgrami, 1989), namun cikal bakal pendidikan Islam (dalam sebuah institusi) baru dimulai pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab (Nasr,1994).
Cikal bakal pendidikan Islam dimulai ketika Umar, secara khusus, mengirimkan 'petugas khusus' ke berbagai wilayah Islam untuk menjadi nara sumber (baca; guru) bagi masyarakat Islam di wilayah-wilayah tersebut. Para 'petugas khusus' ini biasanya bermukim di masjid (mungkin semacam ta'mir pada masa sekarang) dan mengajarkan tentang Islam kepada masyarakat melalui halaqah-halaqah-majlis khusus untuk menpelajari agama dan terbuka untuk umum (Nasr, 1994).
Pada perkembangan selanjutnya, materi yang diperbincangkan pada halaqah-halaqah ini tidak hanya terbatas pada pengkajian agama (baca; Islam), namun juga mengkaji disiplin dan persoalan lain sesuai dengan apa yang diperlukan masyarakat. Selain itu, diajarkan pula disiplin-disiplin yang menjadi pendukung kajian agama Islam. Dalam hal ini antara lain kajian tentang bahasa dan sastra Arab, baik nahwu, sorof maupun balagah. Selain terjadi pengembangan materi, terdapat pula perkembangan di bidang sarana dan prasarana 'pendidikan', yakni adanya upaya untuk membuat tempat khusus di (samping) masjid yang digunakan untuk melakukan kajian-kajian tersebut. Tempat khusus ini kemudian dikenal sebagai Maktab. Maktab inilah yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal institusi pendidikan Islam (Nasr, 1994).
A-Ma'mun, salah satu khalifah Daulat Bani Abbasiyah, mendirikan Bait al-Hikmah di Bagdad pada tahun 815 M--- sebuah institusi yang cukup layak disebut sebagai institusi pendidikan --(Ibrahim Hassan, 1989). Pada Bait al-Hikmah ini terdapat ruang-ruang kajian, perpustakaan dan observatorium (laboratorium). Meskipun demikian, Bait al-Hikmah belum dapat dikatakan sebagai sebuah institusi pendidikan yang 'cukup sempurna', karena sistem pendidikan masih sekedarnya dalam majlis-majlis kajian dan belum terdapat 'kurikulum pendidikan' yang diberlakukan di dalamnya.
Institusi pendidikan Islam yang mulai menggunakan sistem pendidikan 'modern' baru muncul pada akhir abad X M dengan didirikannya Perguruan (Universitas) al-Azhar di Kairo oleh Jendral Jauhar as-Sigli-seorang panglima perang dari Daulat Bani Fatimiyyah-pada tahun 972 M (Mahmud Yunus, 1990). Pada al-Azhar, selain dilengkapi dengan perpustakaan dan laboratorium, mulai diberlakukan sebuah 'kurikulum pengajaran'. Pada kurikulum ini diatur urutan materi beserta disiplin-disiplin yang harus diajarkan kepada peserta didik. Meski pendirian al-Azhar bertujuan sebagai wadah 'kaderisasi' bagi kader-kader Syi'ah, namun kurikulum yang berlaku dapat dianggap sebagai sebuah kurikulum yang berimbang. Pada kurikulum al-Azhar diajarkan disiplin-disiplin ilmu agama dan juga disiplin-disiplin ilmu 'umum' (aqliyyah). Ilmu agama yang ada dalam kurikulum al-Azhar antara lain tafsir, hadis, fiqh, qira'ah, teologi (kalam), sedang ilmu akal yang ada dalam kurikulum al-Azhar antara lain filsafat, logika, kedokteran, matematika, sejarah dan geografi (Mahmud Yunus, 1990) Ketika Salahuddin al-Ayyubi (seorang sunni) pada abad XI M berhasil menguasai Kairo, sebagai pusat Bani Fatimiyyah, ia memandang adanya al-Azhar sebagai sebuah institusi pendidikan sebagai sesuatu yang sangat penting, sehingga keberadaan al-Azhar tidak diusik sama sekali, selain peniadaan materi-materi yang berbau syi'ah. Bahkan pada masa Salahuddin inilah al-Azhar berada dalam puncak kejayaan, di mana al-Azhar, menurut beberapa kalangan, dianggap mampu melaksanakan kurikulum yang berimbang antara materi agama dan pengembangan intelektual (Bilgrami, 1989).
Institusi pendidikan Islam ideal dari masa kejayaan Islam lainnya adalah Perguruan (Madrasah) Nizamiyah. Perguruan ini diprakarsai dan didirikan oleh Nizam al-Mulk-perdana menteri pada kesultanan Seljuk pada masa Malik Syah-pada tahun 1066/1067 M di Bagdad dan beberapa kota lain di wilayah kesultanan Seljuk. Madrasah Nizamiyah sebenarnya didirikan sebagai upaya membendung arus propaganda syi'ah yang berpusat di Kairo dengan al-Azharnya. Madrasah Nizamiyah pun telah memiliki spesifikasi khusus sebagai sebuah institusi pendidikan dengan spesifikasi pada teologi dan hukum Islam. Dan karena spesifikasi ini pulalah Madrasah Nizamiyah sering disebut sebagai Universitas Ilmu Pengetahuan Teologi Islam (Nakosteen, 1996).
Madrasah Nizamiyah merupakan perguruan pertama Islam yang menggunakan sistem sekolah. Artinya, dalam Madrasah Nizamiyah telah ditentukan waktu penerimaan siswa, test kenaikan tingkat dan juga ujian akhir kelulusan. Selain itu, Madrasah Nizamiyah telah memiliki manajemen tersendiri dalam pengelolaan dana, memiliki kelengkapan fasilitas pendidikan-dengan perpustakaan yang berisi lebih dari 6000 judul buku yang telah diatur secara katalog dan juga laboratorium--, memiliki sistem perekrutan tenaga pengajar yang ketat dan pemberian bea siswa untuk yang berprestasi. Sehingga Charles Michael Stanton menyatakan bahwa Madrasah Nizamiyah merupakan Perguruan Islam modern yang pertama (Charles M. Stanton, 1992 ).
Meski Madrasah Nizamiyah memiliki spesifikasi pada kajian teologi dan hukum Islam, namun dalam kurikulum yang digunakan terdapat pula perimbangan yang proporsional antara disiplin ilmu keagamaan (tafsir, hadis, fiqh, kalam dan lainnya) dan disiplin ilmu aqliyah (filsafat, logika, matematika, kedokteran dan lailnnya). Bahkan, pada masa itu, kurikulum Nizamiyah menjadi kurikulum rujukan bagi institusi pendidikan lainnya (Bilgrami, 1989).
Selain adanya institusi pendidikan yang memiliki kapabilitas tinggi, pada masa kejayaan Islam, kegiatan keilmuan benar-benar mendapat perhatian 'serius' dari pemerintah. Sehingga kebebasan akademik benar-benar dapat dilaksanakan, kebebasan berpendapat benar-benar dihargai, kalangan akademis selalu didorong untuk senantiasa mengembangkan ilmu melalui forum-forum diskusi, perpustakaan selalu terbuka untuk umum, bahkan perpustakaan pribadi dan istana pun terbuka untuk umum. (Ahmad Warid Khan, Okt 1998). Namun setelah kejatuhan Bagdad pada tahun 1258 M, dunia pendidikan Islam pun mengalami kemunduran dan kejumudan. Paradigma pendidikan Islam pun mengalami distorsi besar-besaran. Dari serbuah paradigma yang progresif dengan dilandasi keinginan menegakkan agama Allah menjadi paradigma yang sekedar mempertahankan apa yang telah ada.
Rekonstruksi Paradigma Pendidikan Islam Tujuan akhir pendidikan dalam Islam adalah proses pembentukan diri peserta didik (manusia) agar sesuai dengan fitrah keberadaannya (al-Attas, 1984). Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia pendidikan -terutama peserta didik-- untuk mengembangkan diri dan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Pada masa kejayaan Islam, pendidikan telah mampu menjalankan perannya sebagai wadah pemberdayaan peserta didik, namun seiring dengan kemunduran dunia Islam, dunia pendidikan Islam pun turut mengalami kemunduran. Bahkan dalam paradigma pun terjadi pergeseran dari paradigma aktif-progresif menjadi pasid-defensif. Akibatnya, pendidikan Islam mengalami proses 'isolasi diri' dan termarginalkan dari lingkungan di mana ia berada.
Dari gambaran masa kejayaan dunia pendidikan Islam di atas, terdapat beberapa hal yang dapat digunakan sebagai upaya untuk kembali membangkitkan dan menempatkan dunia pendidikan Islam pada peran yang semestinya sekaligus menata ulang paradigma pendidikan Islam sehingga kembali bersifat aktif-progresif, yakni :
Pertama, menempatkan kembali seluruh aktifitas pendidikan (talab al-ilm) di bawah frame work agama. Artinya, seluruh aktifitas intelektual senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai agama (baca; Islam), di mana tujuan akhir dari seluruh aktifitas tersebut adalah upaya menegakkan agama dan mencari ridlo Allah.
Kedua, adanya perimbangan (balancing) antara disiplin ilmu agama dan pengembangan intelektualitas dalam kurikulum pendidikan. Salah satu faktor utama dari marginalisasi dalam dunia pendidikan Islam adalah kecenderungan untuk lebih menitik beratkan pada kajian agama dan memberikan porsi yang berimbang pada pengembangan ilmu non-agama, bahkan menolak kajian-kajian non-agama. Oleh karena itu, penyeimbangan antara materi agama dan non-agama dalam dunia pendidikan Islam adalah sebuah keniscayaan jika ingin dunia pendidikan Islam kembali survive di tengah masyarakat.
Ketiga, perlu diberikan kebebasan kepada civitas akademika untuk melakukan pengembangan keilmuan secara maksimal.. Karena, selama masa kemunduran Islam, tercipta banyak sekat dan wilayah terlarang bagi perdebatan dan perbedaan pendapat yang mengakibatkan sempitnya wilayah pengembangan intelektual. Dengan menghilangkan ,minimal membuka kembali, sekat dan wilayah-wilayah yang selama ini terlarang bagi perdebatan, maka wilayah pengembangan intelektual akan semakin luas yang, tentunya, akan membuka peluang lebih lebar bagi pengembangan keilmuan di dunia pendidikan Islam pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya.
Keempat, mulai mencoba melaksanakan strategi pendidikan yang membumi. Artinya, strategi yang dilaksanakan disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan di mana proses pendidikan tersebut dilaksanakan. Selain itu, materi-materi yang diberikan juga disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, setidaknya selalu ada materi yang applicable dan memiliki relasi dengan kenyataan faktual yang ada. Dengan strategi ini diharapkan pendidikan Islam akan mampu menghasilkan sumber daya yang benar-benar mampu menghadapi tantangan jaman dan peka terhadap lingkungan.
Kumudian, satu faktor lain yang akan sangat membantu adalah adanya perhatian dan dukungan para pemimpin (pemerintah) atas proses penggalian dan pembangkitan dunia pendidikan Islam ini. Adanya perhatian dan dukungan pemerintah akan mampu mempercepat penemuan kembali paradigma pendidikan Islam yang aktif-progresif, yang dengannya diharapkan dunia pendidikan Islam dapat kembali mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana pemberdayaan dan pendewasaan umat.
pernah suatu hari abangku bertanya kepadaku
abang : mi ,ang lai jaleh dek ang mode bini ang bisuak
(mi,kamu sudah punya kriteria yang jelas untuk mencari calon istrimu nanti)
saya : alah bang (sudah bang )
abang : a tu ? ( apa saja kriterianya ?)
saya : nan jaleh tantu yang shalehah bang,tu lah mencakup kasadonyo bang ( yang jelas tentu saja yang shalehah bang,dengan kriteria shalehah sudah mencakup keseluruhan sikapnyo bang)
abang : ha samo wak sabananyo mah tapi dek bang ado tambah ciek lai
(kriteria kita sama tapi bagi abang ada tambahan satu lagi )
yaitu kalau pai babalanjo ka pasa dak lamo2 doh
(yaitu kalau pergi berbelanja ke pasar tidak berlama-lama di pasar)
saya : kok mode tu lo bang (kenapa seperti itu bang )
abang :abang maleh bana mi kalau mancaliak padusi lamo bana babalanjo ka pasa tapi yang nyobali saincek nyoh,pai nyo ka ciek kadai,kok kurang pueh nyo ajo harago nyo pai lo ka kadai ciek lai,cuma untuak mancari salisiah harago duo ribu piah,namuah beko nyo puta sabaliak ramayana tu a untuak mancari salisiah harago nan dua ribu tua.nan bedo nyo dek ang mi ujuang-ujuangnyo baliak ka kadai nan partamo baliak mi,maabihan wakatu jo ( abang malaz kalau melihat seorang perempuan pergi berbelanja ke pasar,terlalu lama memakan waktu padahal yang dibeli cuma satu buah barang,dia pergi dari satu toko ke toko lain cuma untuk mencari selisih harga yang berbeda cuma dua ribu rupiah,bahkan dia bisa hunting barang ke seluruh toko di supermarket hanya untuk mencari selisih harga dua ribu,yang bikin kesal ujungnya dia kembali ke toko awal dia menawar harga,kan cuma menghabiskan waktu)
sekian lah sedikit obrolan kami yang istilahnya di minang "ota kadai"
namun bagi saya obrolan itu memberikan gambaran yang relevan dengan
kondisi wanita saat ini.Betapa sudah banyaknya wanita yang terjebak
dengan kondisi budaya yang materialistis sehingga menghabiskan waktu
begitu banyak hanya untuk shoping.kalau cuma hunting di satu atau dua
toko sih masih bisa ditolerir namun kalo sudah lebih dari sepuluh toko
kan kebablasan.Padahal tugas perempuan yang lebih penting lebih banyak
dari itu.Banyak rumah tangga yang rusak hanya karena sang istri
tidak bisa mengatur waktunya.
sesungguhnya nabi Muhammad saw pernah bersabda bahwa sebab utama perempuan
banyak masuk neraka adalah karena kedurhakaan mereka terhadap suami mereka
artinya disini bukan hanya kedurhakaan yang bersifat perintah langsung dari suami
namun dalam artian luas adalah hal-hal yang membuat perasaan suaminya kesal,marah,
sedih,kecewa,was-was,takut,khawatir karena beberapa perbuatannya.