Ada sebuah kisah yang diceritakan oleh Abu Nu’aim Al – Isfahani dalam kitabnya Hilyat al-Awliya’ tentang seorang tokoh sufi bernama Abu abdurrahman Hatim Al-Asham.Dia digelari si Tuli (al-asham) konon karena beliau pernah berpura-pura tuli demi menjaga malu seorang wanita yang mengeluarkan angin keras di hadapannya.Hatim berguru kepada Syaqiq al-Balkhi,yang juga seorang tokoh besar dalam dunia tasawuf.
Pada suatu hari Syaqiq,guru dari Hatim bertanya
“berapa lama engkau telah berguru kepadaku?”,
”tiga puluh tahun “ jawab Hatim,
”Selama itu,apa yang telah engkau pelajari dariku “ Tanya Syaqiq,
”delapan hal saja”.
“sia-sia saja umurku bersamamu.Selama ini kau belajar hanya delapan hal saja” ujar Syaqiq dengan gusar
“Tuan guru,memang aku tidak mendapatkan sesuatu selain itu.Aku pun tidak ingin berdusta”
“jelaskan yang delapan itu.Aku ingin dengar” Pinta sang guru
Inilah jawaban halim
Pertama,aku lihat semua orang mempunyai kekasih.dia ingin sehidup semati dengan kekasihnya.Padahal ketika sampai ke kubur,berpisah lah dia dengan kekasihnya.Maka Aku pilih amal saleh sebagai kekasihku,karena ia menyertaiku bila aku masuk kubur, juga menemaniku ketika menghadapi panggilan Ilahi nanti.”benar sekali Hatim,lalu apa yang kedua?”
Kedua,aku perhatikan firman Allah “adapun orang yang takut dihadapan kebesaran tuhannya dan menahan hawa nafasunya,surga lah tempat tinggalnya”tuhan benar,aku memilih surga.Aku berjuang mengendalikan hawa nafsuku.”engkau betul,apa yang ketiga?”
Ketiga,setiap orang memiliki kekayaan .Dia menghargai, menilai, dan memelihara kekayaan nya.Aku serahkan kekayaanku Untuk Allah,supaya terpelihara disisi-NYA.”bagus sekali ,Hatim apa yang keempat?”
Keempat,aku melihat semua orang mempunyai nilai yang dikejarnya.harta,pangkat,kemuliaan dan keturunan.Semuanya bagiku tidak bernilai.Aku perhatikan firman Allah “yang termulia diantara kamu adalah yang paling takwa” aku ingin menjadi ornag yang paling mulia,Karena itu aku memilih takwa.”baik sekali,Yaa Hatim.Apa yang kelima?”
Kelima,aku perhatikan orang saling menusuk,saling mengutuk,semuanya karena dengki.padahal Allah berfirman “ Kamilah yang membagi-bagikan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia ini.”aku tinggalkan dengki,Aku jauhi pertikaian diantara orang banyak. “engkau benar.Apa yang keenam”
Keenam , Semua orang punya musuh yang mereka perangi.Menurut firman Allah “sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu,jadikan lah ia musuh” aku jadikan setan musuhku.Aku lepaskan permusuhanku dengan makhluk yang lain “benar pula,Apa yang ketujuh?”
Ketujuh,aku melihat orang berebutan rezki,Kadang-kadang ada orang yang menghinakan dirinya,memasuki yang tidak halal.aku perhatika firman Allah “ tidak ada yang merangkak di bumi ini melainkan rezkinya ada pada Allah” aku adalah salah satu yang merangkak di bumi.Aku kerjakan kewajibanku kepada Allah.Aku tidak hiraukan apa kewajiban Allah bagiku
Yang terakhir,erat kaitannya dengan yang ketujuh.Setiap orang bersandar pada makhluk untuk mencari rezekinya,Allah berfirman “Siapa yang menyandarkan diri pada Allah,Allah akan mencukupkan rezekinya” Aku bersandar pada Allah saja.
“yaa Hatim,semoga Allah senantiasa membimbingmu.Menurutku, seluruh isi taurat,zabur ,injil, dan alqur’an dapat disimpulkan dalam kedelapan hal itu” kata Syaqiq”
Pada kisah lain diriwayatkan bahwa pernah suatu ketika Hatim bersama rombongan melakukan ibadah haji.Karena membawa perbekalan yang sedikit,rombongan itu lalu menumpang tidur di rumah seorang saudagar yang pemurah.Pada keesokan harinya, tuan rumah bertanya kepada Hatim “Apakah tuan ada keperluan? Soalnya kami bermaksud mengunjungi kiay kami yang sedang sakit.”
Hatim berkata “mengunjungi orang sakit banyak pahalanya,Dan memandang wajah seorang kiay adalah ibadat.Saya akan ikut bersama tuan “
Bersama saudagar itu,Hatim berkunjung ke rumah Muhammad bin muqatil,tokoh agama yang terkenal di negeri Ar-Ray.Ternyata rumahnya megah, luas dan indah.Hatim tercenung.Dia menemukan kiay tidur di kamar yang mewah,Seorang pelayan mengipasi kepalanya.Hatim dipersilakan duduk, tetapi dia tetap berdiri.
“barangkali ada perlu?” kata kiay
“betul ada masalah yang ingin saya tanyakan? Dari mana tuan kiay memperoleh ilmu ini semua?” kata hatim
“dari orang-orang yang dapat dipercaya,dari sahabat nabi , dari rasulullah,dari jibril dan dari Allah swt.”
“apakah dari guru-guru tuan,dari sahabat nabi,dari rasulullah,dari Allah tuan mendapat pelajaran supaya hidup mewah?apakah mereka mengajarkan bahwa memiliki rumah besar akan meninggikan derajat kita dihadapan Allah swt?”
“Tidak,bahkan mereka mengajarkan kami zuhud,mencintai akhirat,menyayangi orang miskin.dengan itulah , orang mendapat kedudukan tinggi di Hadapan Allah”
“bila begitu siapakah sebenarnya guru tuan kiay? Para nabi,para sahabat,orang-orang saleh atau fir’aun dan namrud yang mendirikan gedung bertahtakan pualam?”
Kabarnya sakit ibnu muqatil makin parah.Penduduk Ar-Ray gempar.Mereka mendatangi Hatim “ada ulama yang lebih mewah dari ibnu muqatil.Namanya al-Thanafisi.Dia tinggal di Qawzin.Berilah dia peringatan.”
Hatim datang ke Qawzin.Ia meminta diajarkan cara berwudlu’ yang benar.
“Tuan kiay,saya kan berwudlu’ di hadapan tuan.Betulkan saya, kalau saya salah” Hatim bermohon dengan sopan.Dia lalu mengambil air,membasuh muka dan membasuh tangan empat kali.
“Hai mengapa engkau berlebih-lebihan? Engkau membasuh tanganmu empat kali” tegur Al-Thanafisi
“Subhanallah”Kata Hatim,”setapak air tuan anggap berlebihan.Sekarang bandingkan seluruh kemewahan yang tuan miliki dengan contoh rasulullah saw? Apakah ini tidak berlebih-lebihan?”
Al-Thanafisi tidak menjawab,Kabarnya lantaran malu,dia tidak keluar rumah selama empat puluh hari.
Imam Ahmad bin hanbal mendengar berita ini.Dia mendatangi Hatim dan meminta nasehat.Imam besar, pendiri mazhab hanbali ini tidak segan bertanya kepadanya “Subhanallah,Alangkah cerdasnya Hatim” kata imam Ahmad dengan penuh kagum
Sekarang Hatim sudah tiada.Keteladanannya dalam menuntut ilmu dan menjaga kesucian dirinya patut lah kita tiru.Dia juga tampil sebagai kontrol sosial,yang bahkan membetulkan para ulama yang lupa.Dia tidak membenci orang-orang tersebut yang mencari nafkah dengan halal.Dia hanya tidak senang dengan orang-orang yang hidup mewah,berlebihan,apalagi orang itu hidup dengan titel ulama.Dia menghujat ulama yang sensitif memperbincangkan wudlu’ tapi tidak peka terhadap persoalan kemasyarakatan.Ulama yang sangat berang bila melihat bid’ah bertebaran dalam hal ibadat tapi sangat tenang ketika melihat ketimpangan sosial dan ekonomi di sekitarnya.Padahal ulama tersebut tahu bahwa kemiskinan dekat dengan kekufuran.
Masihkah adakah Penerus jejak Hatim saat ini?