Catatan zamzami saleh

6:11 PM

Jangan Sampai Ini Hanya Tinggal Sejarah...PII

....membina negara jaya Indonesia....
Alkisah,62 tahun silam,tersebutlah seorang pemuda yang resah memikirkan realita pelajar disekitarnya.Dia hidup ditengah dua hegemoni pelajar yang berbeda,ada golongan santri pondok pesantren yang kental dengan nuansa islam nya namun tidak memiliki kemampuan untuk menerima segala sesuatu perobahan yang ada disekitarnya,disisi lain ada golongan pelajar didikan sekolah belanda yang kental dengan nuansa perobahannya yang dibuktikan dengan kemajuan-kemajuan di bidang pengetahuan,teknologi dan gaya hidup namun memiliki kekosongan dalam jiwanya dari nilai-nilai agama.Dikhotomi ini terus berkembang sehingga timbullah istilah “pelajar kafir dan santri kolot”.

Pemuda ini kemudian berpikir,bagaimana cara untuk melakukan mediasi antara dua pihak ini,lebih jauh adalah bagaimana mengkolaborasikan kelebihan yang dimiliki oleh kedua pihak ini sehingga menimbulkan sebuah karakter pelajar ideal,memiliki keilmuan agama dan umum yang tinggi.Persoalan ini kemudian membawa pemuda tersebut untuk membentuk sebuah wadah,sebuah organisasi yang akhirnya dikenal dengan nama Pelajar Islam Indonesia.Di Jalan Margomulyo no.8,Yogyakarta, pemuda ini kemudian mengutarakan idenya yang disambut baik oleh beberapa temannya dari organisasi,tercatat pemuda yang dikenal dengan nama Joesdi Ghazali ini menjadi inisiator lahirnya PII dan dengan Beberapa Temannya yaitu Anton Timur Jaelani,Ibrahim Zarkasy,Amin Sjahri dan Noer sjaf menjadi Pendiri Organisasi Pelajar Islam Indonesia Tepat pada tanggal 4 mei 1947.

Peristiwa heroik itu telah lama berlalu,PII pun sudah mengalami pergolakan dan posisi yang fluktuatif dalam sejarah,Namun satu yang pasti bahwa dalam rentang waktu tersebut PII telah berhasil mengisi sejarah pergerakan dan perjuangan umat islam Di Indonesia dengan perjuangannya.Eksistensi PII pun telah teruji melewati goncangan dan pujian yang datang,Ketika masih berusia muda PII yang kebanyakan anggotanya adalah pelajar SLTP dan SLTA harus turun langsung berjihad di Jalan Allah untuk mempertahankan kemerdekaan RI yang digoncang oleh pemberontakan PKI di Madiun dan Agresi Militer yang pada waktu itu menewaskan komandan brigade PII yang masih berusia belia,surjo sugito.Kemudian PII pun berpartisipasi untuk menyukseskan program “dakwah besar-besaran” islam di Indonesia Lewat konferensi umat islam indonesia.Kemudian PII pun mengambil posisi besar dalam perjuangan islam dan indonesia yang kemudian menjadi musuh berat PKI sepanjang sejarah,hingga PII pun turut andil dalam proses pembubaran PKI di Indonesia lewat perjuangan KAPPI.PII pun sempat terguncang akibat kekacauan dan penyerangan yang dilakukan oleh kader-kader PKI yang menyerang kegiatan pengkaderan PII di Kanigoro,hingga sempat melemahkan semangat beberapa kader PII,maka kemudian terkenalah jargon “tantang ke gelanggang walau seorang”,sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa kader PII adalah kader yang pemberani,tidak mudah patah semangat serta sanggup berjuang dalam medan apapun.

PII pun juga bertahan meskipun kegiatan nya dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Soeharto,karena PII tidak mau menerima Pancasila sebagai asa tunggal organisasi,sebuah fakta bahwa PII memiliki kekuatan akiah yang kuat yang melandasi pergerakannya,dari tahun 1985 hingga reformasi 1998 kegiatan PII “mati” dalam permukaan namun berkembang besar dalam pergerakan bawah tanahnya.Kekuatan , semangat , dan keyakinan yang terkumpul dalam jiwa para kadernya membuat PII bertahan dalam bentuk goncangan apapun yang melanda (dulunya).

Sayang,kalau kita melihat PII hari ini,hati ini miris sekali.Betapa tidak,di zaman yang tenang saat ini,dimana kegiatan kita tidak lagi diganggu dan diawasi oleh pemerintah (tentara dan polisi),Tidak lagi mesti adu kekuatan dengan PKI yang lebih di sayang pemerintah dulunya,memiliki banyak Keluarga besar yang memiliki posisi strategis dalam struktural kemasyarakatan,PII seakan mati suri,kegiatan-kegiatan nyaris tidak terlalu banyak,belum lagi krisis akidah yang melanda kebanyakan anggotanya,belum lagi citra diri kader PII yang banyak rusak di mata masyarakat akibat banyak kader PII yang melanggar aturan islam dan norma kepelajaran,dan juga posisi PII yang dinilai tidak lagi memberikan solusi dan keuntungan untuk masyarakat secara real.Nah Ada Apa gerangan?

Mencoba kembali melihat sejarah bagaimana dulu PII muncul dalam komunitas yang penuh keresahan.Keresahan-keresahan tersebut akhirnya memunculkan ide,kreatifitas,dan inovasi untuk melakukan perubahan.PII sendiri kemudian mengambil tujuan “kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan islam bagi segenap rakyat indonesia dan umat manusia”.Sebuah tujuan yang dilandasi rasa optimisme yang mendalam akan terwujudnya realitas masyarakat dunia yang dilandasi nilai-nilai keislaman.Sebuah tujuan akan terwujudnya sebuah masyarakat yang memiliki peradaban yang islami.Tujuan ini lah yang selalu memberikan jiwa terhadap segala bentuk perjuangan PII.Karena Sejatinya,konsep perubahan masyarakat menuju sebuah peradaban baru yang memiliki nilai-nilai islami dan berilmu pengetahuan adalah melalui jalan perobahan pendidikan dan kebudayaan.

Konsep pendidikan dalam tubuh PII sendiri kemudian melakukan sinkronisasi terhadap tujuan tersebut.Pendidikan di PII tidak hanya bertujuan untuk menciptakan manusia sosial organisasi namun juga manusia yang beradab,baik secara spiritual maupun material.Sebagai salah satu mata rantai perjuangan islam di Indonesia , PII lewat sistem ta’dibnya mencoba menciptakan kader-kader yang mampu mentransformasikan idealitas PII ke dalam ranah realitas.Kader PII bukan hanya di desain untuk menjadi manusia yang “baik sendiri”, namun lebih jauh PII mencoba menciptakan kader yang mampu menularkan kebaikannya tersebut kepada orang lain dalam bentuk peran aktif kader dalam menjawab tantangan dan mencarikan solusi atas segala problematika yang dihadapi organisasi,sosial kemasyarakatan,bangsa,negara dan agama.kader yang selalu reaktif terhadap segala bentuk konflik yang terjadi dan siap dengan solusinya.Idealitas kader ini merupakan konseptualisasi,kristalisasi dan pemahaman terhadap konsepsi manusia dan tujuannya (Baca:Falsafah gerakan).

Sejarah Indonesia kemudian mencatat bahwa dalam rentang waktu 1947 dimana kala itu PII lahir sampai reformasi 1998,PII lewat kontribusi perjuangan kadernya selalu muncul sebagai subjek sejarah (baca diatas).Idealitas yang ditularkan PII lewat proses trainingnya begitu membekas dalam perjuangan kadernya,meskipun PII tidak bergesek dengan sistem perpolitikan secara praktek namun PII tetap memiliki peran sebagai control politik di Indonesia.Kita bisa lihat bagaimana dulu PII selalu reaktif terhadap segala kebijakan pemerintah yang dinilai akan merugikan agama dan negara,bukan hanya sebagai pengkritik namun lebih jauh PII selalu memunculkan solusi handal atas segala masalah yang terjadi tersebut.

Namun disadari,dulu para kader PII hidup dalam tantangan yang berbeda,mereka hidup dalam suasana yang tidak nyaman,suasana dimana para kader harus berpikir keras,memunculkan ide-ide kreatif untuk melaksanakan perjuangan nya.Dimasa – masa ini ini PII selalu turun aktif ke lapangan menjawab persoalan realitas pelajar (yang menjadi objek gerakan PII).

Namun paska runtuhnya rezim Soeharto 1998,praktis sebenarnya PII sudah berada dalam kondisi yang nyaman,aman,dan bisa bergerak lebih lebar dalam “menularkan” idealisasinya.PII tidak lagi mesti bersembunyi-sembunyi untuk melakukan pengkaderan dan kegiatan lainnya.PII tidak lagi di intimidasi,diinterogasi,dan tidak mengalami penyiksaan fisik sebagaimana yang dulu pernah dialami.Sayang dimasa ini kreatifitas Kader PII seakan-akan terkungkung kebebasan,mati dalam kenikmatan,Terbunuh dengan sendirinya.Sangat jarang sekali kita temukan kader PII yang mengatasi problematika pelajar secara real dalam tatanan aksi.Seakan-akan idealisasi yang ditanamkan telah mulai luntur dan mulai digantikan oleh pemikiran pragmatis yang berarah kepentingan pribadi.Tak jarang kita lihat saat ini kader PII (masih berstatus kader sesuai konstitusi PII) malah berafilisasi dengan politik tertentu.Tak jarang juga kita melihat blunder-blunder yang dilakukan baik oleh kader PII secara perseorangan maupun PII secara kelembagaan.Pemikiran dan nilai pragmatis seakan lebih diuntungkan dalam kondisi saat ini.Apalagi Di saat indonesia sedang dalam tahap demokratisasi ini,PII malah lebih tertarik terjun secara aktif dalam politik praktis dan meninggalkan ranah pembelajaran politik bagi masyarakat yang sebenarnya adalah ranah PII.Padahal kalau kita mau menyadari,masih banyak persoalan lain yang secara realitasnya,kader PII sangat diharapkan aksinya.Masalah Pendidikan di Indonesia yang kacau dan tanpa orientasi pun sebenarnya masih merupakan PR besar bagi PII.Kalau bukan PII yang konsen dalam dunia kepelajaran dengan idealitasnya siapa lagi?

Nah setidaknya sekarang,setelah kita –disadari atau tidak- telah sempat terserat dalam arus politik di Indonesia yang dalam proses pemilu kemaren,mari kita kembali konsen ke dunia kepelajaran dan pendidikan yang jadi objek kita.Kita muhasabah diri kita pribadi dan PII secara kelembagaan untuk kembali ke dalam ranah idealitas kita.Meskipun implementasi sikap idealis agak susah dalam kondisi sosial yang pragmatis dan kapitalis tidak menentu ini,setidaknya kita telah mencoba membuat sebuah “ombak kecil untuk menyelamatkan material yang terbawa arus tersebut.” Semoga ke depan PII lewan sistem ta’dibnya yang subhanallah,dapat kembali menciptakan kader yang idealis,reaktif serta tentunya profil kader yang muslim , cendikia dan pemimpin.yang mampu menjawab tantangan di depan serta memberikan solusi yang “cantik” dalam mengatasi problematika dunia kepelajaran dan kebudayaan di indonesia.Semoga PII tidak hanya menjadi kisah heroik masa lalu yang termaktub dalam dongeng sebuah negara bernama Indonesia.Jangan sampai semua ini hanya tinggal sejarah

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images