Memasung Mahasiswa (Copassus)

12:59 PM


===Tulisan ini saya copy paste dari note seorang aktifis islam di pedalaman lombok...Beliau sepengetahuan saya adalah Kader PII yang sangat tangguh,namun tulisan ini bukan mengenai PII.Tulisan ini beliau buat didasari keprihatinan beliau terhadap kiprah perjuangan aktifis pelajar dan mahasiswa islam yang idealisme nya sudah di"permainkan" oleh Politik,Harapan saya bahwa tulisan ini bisa kita jadikan bahan diskusi (bukan perdebatan sentris masing2) demi keutuhan perjuangan islam di muka bumi indonesia ini...Semoga Allah Menunjuki kita kejalan yang benar manakala kita menyimpang Amin...===



“Alhamdulillah... Akhirnya amanah ini berakhir lebih cepat dari yang saya rencanakan.... Mohon maaf buat semua kader KAMMI di seluruh Indonesia... Dan terimakasih sebesarnya atas semua bantuan, dukungan, dan doanya... Semoga tetap konsisten berada di garis independesi, netralitas dan keterbukaan pemikiran.. Tetaplah di garis melawan rezim Neoliberal serta capres/wapres neoliberal....” Status Fesbuk Rahman Toha, Ketua KAMMI pusat 2008-2009.



***



Prolog saya mulai dengan pernyataan bahwa saya memang gak besar di pergerakan mahasiswa kampus. Tapi sebagai aktifis pergerakan berbasis pelajar, ya tetap saja bergesekan, berhimpun, dan bergerak bersama aktifis pergarakan mahasiswa di kampus tempoe doeloe.



Karena mendengar kabar rekan-rekan KAMMI dikudeta oleh oknum, segera saja saya add ketua KAMMI pusat kelahiran limabelas Januari tigapuluh tahun silam itu. Adalah Syarifudin Syarif yang telah dengan tegas dan lugas menulis note tentang kudeta tak berdarah KAMMI tujuhbelas Juni yang lalu.



Buat apa saya menulis ini? Ini saya tulis kembali karena ini adalah bagian sejarah pergerakan mahasiswa dan sejatinya menjadi bahan pertimbangan: sesuatu yang tidak haq akan terkuak. Apalagi melihat politisi islam begitu takut bersikap dan dualisme menyikapi kisruh penegakan hukum baru-baru ini.



Mungkin publik Indonesia tidak tahu, KAMMI telah “diplekoto” partai berbasis islam. Plekoto dari bahasa Jawa yang berarti dianiaya habis-habisan, diperas kemampuannya habis-habisan, ditelikung dari belakang, ditelanjangi terang-terangan di depan publik, dizolimi dengan “kekerasan” paling vulgar.



Independensi KAMMI yang selama ini coba dibangun sejak organisasi mahasiswa itu berdiri sebelas tahun silam, telah ternoda. Parahnya, penghancuran itu tidak dilakukan oleh pihak luar tapi “orangtua” KAMMI sendiri. Lebih parah lagi, itu dilakukan menjelang pemilihan umum (pemilu) presiden. Apalagi alasannya kalau bukan karena terkait dukung mendukung salah satu calon presiden dan wakil presiden.



Di banyak media massa, partai tengah berbasis islam ini merupakan pendukung pasangan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan calon wakil presiden Boediono. Sedangkan KAMMI berupaya tetap bersikap independen sesuai dengan fatsun gerakan KAMMI yang memang independen. Namun, KAMMI “dipaksa” mendukung pasangan SBY-Boediono. Tentu saja KAMMI menolak tegas “paksaan” itu.



Siapa pun pemimpinnya, KAMMI tetap menegaskan sikap anti neoliberalnya. Pada beberapa calon presiden dan wakil presiden selain SBY-Boediono, Rahman Toha memang pernah bertemu dan mendiskusikan tentang apa visi dan misi kepemimpinan para kompetitor pilpres jika terpilih. Namun, beberapa forum diskusi publik, itu dijadikan manuver untuk mendapatkan kepentingan pribadi. Seperti untuk mendapatkan dana atau lainnya.



Padahal, Rahman Toha memiliki agenda untuk mengkonfirmasi visi kepemimpinan semua calon presiden, termasuk SBY-Boediono juga. Sayangnya, agenda pertemuan dengan SBY-Boediono pada pekan berikutnya tidak terwujud karena kader-kader KAMMI kaki tangan partai atas nama dakwah itu telah “mengkudeta” Rahman Toha dan pengurus pusat yang sah.



Indikasinya, partai tersebut hendak membawa KAMMI mendukung salah satu calon presiden dan wakil presiden. Dan itu jelas ditolak mentah-mentah oleh Rahman Toha. Independensi KAMMI dan perjuangan melawan kekuatan neolib adalah harga mati yang bisa ditawar-tawar lagi.



Nah, Rapimnas (Rapat Pimpinan Nasional) yang merupakan agenda KAMMI Pusat di Bekasi Selasa (16/6) ternyata “ditelikung” oleh oknum petinggi KAMMI Pusat yang menjadi “kaki tangan” partai yang katanya partai kita semua. Dari sekitar 45 KAMMI Daerah (kamda), lebih dari 30 kamda “dibujuk” untuk tidak hadir dalam Rapimnas di Bekasi.



Akhirnya sekitar 20-an pengurus pusat KAMMI ditambah puluhan panitia penyelenggara Rapimnas, duduk lemas lunglai melihat bahwa hampir 70% pengurus kamda “berpindah” tempat Rapimnas ke sebuah tempat yang “dirahasiakan” di Jakarta.



Menurut Syarifudin, mereka yang datang ke Rapimnas KAMMI di Bekasi adalah pejuang sejati independensi KAMMI dan anti neoliberal, dan cara itu benar-benar cara yang paling kasar untuk menelikung kepemimpinan KAMMI Pusat yang sah secara konstitusional dan legal di mata hukum negara.



Padahal melalui Rapimnas menjadi ruang tepat Ketua Umum KAMMI Pusat, Rahman Toha untuk menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi pada kader-kader di bawah. Namun kenyataan pahit justru didapat, “kudeta” itu terlalu cepat untuk dapat dihindari lagi.



Karena “korban terfitnah” tidak mendapatkan ruang memberi penjelasan, maka yang terjadi adalah kasak kusuk internal organisasi yang itu kemudian meluas menjadi bola panas dan mendapat “restu orangtua” yang sudah kecewa karena KAMMI memilih bersikap independen dan anti neoliberal.



Beberapa fakta yang ada ialah beberapa orang petinggi KAMMI kecewa dengan Rahman Toha, tapi kekecewaan itu tak terkomunikasikan dengan baik sehingga terjadi konspirasi tidak sehat untuk menjatuhkan kepemimpinan Rahman Toha.



Akhirnya, surat kudeta pemecatan terhadap Rahman Toha itu keluar sebelum Muktamar Luar Biasa digelar. Inilah pelanggaran besar dalam “kudeta” tersebut. Seharusnya pemecatan itu terjadi dalam Muktamar Luar Biasa agar proses tabayun berjalan dengan adil. Rahman Toha dan pengurus pusat dipecat.



Mereka - para orangtua dan kader oportunis - telah menodai ajaran-ajaran baik yang selalu didengung-dengungkan: tentang tabayun, jangan ghibah, dan jangan memfitnah. Jikapun kepemimpinan seseorang dijatuhkan, seharusnya, jika memiliki etika berpolitik dan berorganisasi yang santun, tidak melalui cara yang amat sangat menodai independensi KAMMI sebagai sebuah organisasi mahasiswa yang telah dibesarkan dengan keringat dan air mata.



Epilog tulisan lama ini saya akhiri dengan kata-kata pamungkas teman saya itu, "Kemunafikan banyak kader KAMMI sekarang terungkap dengan jelas saat ini. Siapa yang independen dan siapa yang memang menjadi penjilat sebuah institusi partai politik, telah dinampakkan dengan jelas." Na'uzubillah.



"Semoga Allah tetap menjadikan PII sebagai organisasi yang "independen",tanpa adanya permainan sekelompok pihak yang mempunyai kepentingan...amin" sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=179416597005&comments

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images