Tuhan....
11:57 AM
Ketika Friedrich Nietzsche mengemukakan “Tuhan telah mati”, dunia heboh. Kalangan agamawan menolak mentah-mentah. Sampai sekarang pun kaum beragama tidak akan pernah sepakat dengan pendapat filsuf German itu. Tuhan, bagi kaum agamawan, tidak akan pernah mati. Tuhan akan kekal selamanya. Ok, sampai di sini saya sepakat...
Lepas dari kehebohan itu, menurut saya, ada hal menarik. Bukan dalam konteks meng-amini pendapat Nietzsche, akan tetapi, ada hal yang sebenarya lebih substansial yang perlu kita renungkan terkait pernyataan Nietzsche. Benar, bahwa Tuhan punya sifat kekekalan abadi. Dzat Tuhan akan selalu hidup. Dia ada sebelum yang ada ini ada. Dia akan selalu ada meski semua yang ada sudah tidak ada. Bahkan kata ”ada” sendiri sudah tidak ada lagi.
Sayangnya, kita sebagai kaum beragama sering tidak konsisten dengan keyakinan itu. Kita haqqul yakin akan adanya eksistensi Tuhan. Setiap saat kita selalu menyebut dan mengagungkan nama-Nya, bahkan menyembah-Nya selama lima kali sehari. Namun, kita jarang—bahkan tidak pernah, ”melibatkan” Tuhan dalam perilaku kita. Meski mengakui keberadaan-Nya, kita jarang membuat-Nya ada dalam kehidupan kita. Dengan cara seperti itu pada hakekatnya kita sudah menganggap Tuhan sudah tiada.
Beberapa hari belakangan negara kita tercinta disibukkan dengan beberapa kasus yang beredar di media cetak dan elektronik,mulai dari yang tingkatnya kecil seperti kasusnya nek Minah sampai yang ”menyambar” beberapa petinggi negara kita dalam kasus KPK,Polisi,dan kejaksaan.Pihak yang berwenang sibuk mencari siapa yang salah dan siapa yang benar.Namun yang kita tahu bahwa mereka semua adalah orang yang beragama yang mengakui eksistensi ”Tuhan”.Nah,pertanyaan nya adalah dimana ”Tuhan” mereka ”sembunyikan” sehingga tidak ada satupun yang jujur mengakui kesalahannya.
Dalam kehidupan sehari2 pun kita sering ”menghilangkan” Tuhan dari diri kita , bahkan mungkin saja kita telah membunuh atau menggantinya dengan tuhan-tuhan yang lain.Kita yang pedagang di pasar sering menghilangkan ”Tuhan” ketika kita mencurangi timbangan.Kita yang pegawai menyembunyikan ”tuhan” ketika kita lebih banyak mainnya ketimbang mengerjakan pekerjaan yang menjadi kewajiban kita.Kita yang para Abdi masyarakat menyembunyikan tuhan kita takala kita lalai dalam memperhatikan masyarakatnya.Tak luput juga kita yang para penuntut ilmu,baik yang masih berstatus siswa ataupun yang sudah mahasiswa,sering menyembunyikan Tuhan ketika kita men sia-siakan kesempatan kita untuk menuntut ilmu.Padahal kita semua dalam kondisi sadar ketika kita menghilangkan,menyembunyikan,ataupun mengganti tuhan kita tersebut.
Kita semua adalah orang yang beragama,yang mengakui adanya Tuhan namun pada tahapan prakteknya,Eksistensi Tuhan sekadar jadi simbol dan jargon, sekadar diakui keberadaannya. Pada hakekatnya, kita sering sudah menganggap Tuhan tidak ada lagi dalam kamus kehidupan kita.
Sejatinya, aplikasi nilai-nilai ketuhanan itulah letak esensi kehadiran Tuhan di dalam ”hati” kita. Kita menolak pendapat Nietzsche, tapi hakekatnya diam-diam membenarkannya...
0 komentar