Catatan lebaran 2011 - (1) Pemandangan Miris di Malam Takbiran
12:00 PM
Malam tadi , perasaan saya -entah kenapa- tiba-tiba saja gelisah.”Mungkin karena kangen rumah” ujar saya dalam hati.Setelah berbalas pesan lebaran di FB selama beberapa menit, saya lalu keluar rumah dan berjalan sendirian menapaki jalan dari Bawabah satu menuju daerah gami’ .Kebetulan berjalan sendirian sembari mencoba mencari pelajaran di jalanan adalah salah satu obat penghilang rasa gelisah favorit saya.
Suasana malam lebaran sendiri hampir tidak terasa.Mungkin karena perbedaan kultur mesir dan indonesia.Kalau di Mesir , Takbiran biasanya cukup dilakukan di Mesjid-mesjid , sedangkan di Indonesia biasanya diadakan pawai , minimal keliling kompleks rumah.Bahkan tak jarang ada Long-March sejauh lebih dari 10 KM sambil mengumandangkan takbir pertanda masuknya bulan Syawal.
15 Menit berjalan,akhirnya saya sampai di Depan Mesjid Gami’.Saya lalu belok kanan menuju ‘pusat peradaban’ yang ada disana.Mumpung lagi di Gami’ , saya ingin menyempatkan diri bersilaturahmi dengan beberapa teman se-daerah yang tinggal disana.
Beberapa langkah berjalan, muncul sebuah pandangan yang cukup menyesakkan dada.Berjarak kurang dari 2 meter arah kiri mesjid , seorang ibu tua menengadahkan tangannya meminta sedekah.Di pangkuannya, terlihat seorang bayi -yang menurut pandangan saya berumur di bawah 4 tahun-
Tertidur lelap.Sejak dari posisi ibu itu , beberapa pengemis terlihat duduk berjejer rapi di sebelah kiri dan kanan jalan.Yang lebih menyedihkan , di sebelah kiri dekat penjual sayur , terlihat seorang bapak tua dengan 4 orang anak kecil tertidur lelah.Tak kurang dari 15 orang pengemis yang saya lihat malam itu.
Pemandangan miris ini kemudian menyadarkan saya dua hal ; pertama, bahwa ternyata saya –walau dalam kondisi sesulit apapun- ternyata masih beruntung dari mereka.Alhamdulillah sampai saat ini saya belum pernah mengemis.Paling saya sempat mengamen dulu waktu masih di sekolah , namun mengamen jelas beda dengan mengemis.Kondisi ini semestinya membuat saya harus lebih banyak bersyukur.Dan besar kemungkinan keresahan dan kegelisahan yang melanda diri saya beberapa hari belakangan adalah akibat kurang nya rasa syukur.Salah satu Follow up dari rasa syukur ini berupa seuntai doa , semoga Allah memudahkan rezki , hingga tiap hari bisa bersedekah kepada yang membutuhkan walau hanya se pound / dua pound.
Kedua, ternyata meminta-minta itu terkadang tidak selalu disebabkan oleh kebutuhan.Sikap meminta-minta seringkali menjadi mental diri .Kepedihan saya bertambah ketika melihat anak seumuran upin dan ipin sudah dibentuk untuk bermental pengemis.Mengejar orang yang dianggapnya berada lalu memasang muka memelas berharap diberi.Saya khawatir dengan masa depan anak seperti itu yang akan selalu merasa dirinya hanya akan menjadi peminta seumur hidup.Semestinya para orang tua atau wali mengajarkan mereka untuk bersikap maju dan terus berjuang.
***
Menjelang idul fitri , semestinya para pengemis tidak lagi berkeliaran.Kita semua tahu bahwa mereka adalah golongan yang dimuliakan Allah untuk mendapatkan zakat dari Kaum muslimin.Makanya pemandangan yang saya saksikan tadi malam cukup membuat tanda tanya besar.Ada beberapa tanya yang muncul dalam benak saya.Pertama, sejauh mana tingkat efektivitas distribusi zakat ? Apakah sudah merata dan maksimal ? Khawatirnya , mereka yang saya saksikan semalam adalah orang-orang yang tidak “tersampaikan” hak-hak mereka.Mari kita teliti lagi ,sudah sejauh manakah kita melakukan pendataan terhadap jumlah orang miskin?
Pertanyaan kedua,sejauh manakah kita peduli terhadap mereka ? Peduli bukan hanya dalam konteks turut memberikan sebagian nafkah kita, namun dalam artian memberikan pendidikan terhadap mereka untuk lebih mendaya gunakan potensi mereka ketimbang mereka harus meminta-minta ? Sebagian dari mereka terkadang adalah orang-orang yang masih dalam posisi ‘produktif’ , namun entah kenapa memilih mengemis sebagai jalan hidupnya.
Bukan bermaksud Su’udzon kepada pengemis , namun kalau kita baca dari studi sosial , Bulan Ramadhan adalah bulan dimana manusia secara psikologis sangat nyaman dan bahkan berlomba-lomba untuk mengeluarkan zakat dan sedekah.Praktis kondisi ini setidaknya –kalaupun tidak mencukupi keseluruhan- mengurangi jumlah pengemis yang ada, bukannya malah meningkat.
Meskipun memang tidak bisa kita pungkiri , bisa jadi sistem zakat yang kurang tepat dalam proses distribusinya sehingga ada juga pihak-pihak yang tidak mendapatkan haknya lalu terpaksa mengemis.Semoga ke depan , hal-hal yang bersifat teknis lebih diperhatikan lagi , mungkin kelihatan sepele namun kalau berdampak seperti ini jelas bukan masalah yang semestinya diabaikan dari tahun ke tahun.
Sempat terlintas dalam hati “Jangan-jangan ada juga muslim yang ‘rela’ menengadahkan tangannya agar mendapatkan rezki dengan cara yang mudah dalam bentuk meminta-minta alias mengemis ? “ tidak kah mereka malu bertemu Rabb-nya kelak dalam keadaan tercoreng mukanya ?
0 komentar