Madrasah Al-Mustanshiriyyah, Cikal Bakal Universitas Modern

10:51 PM


Berkembangnya Islam ke berbagai belahan dunia tidak lepas dari peran Ulama. Para Ulama dari kalangan sahabat paska wafatnya Rasulullah Saw menyebar ke beberapa negeri untuk mendakwahkan dan mengajarkan ajaran Islam yang sempurna, penuh kasih sayang serta relevan untuk setiap waktu dan tempat. Masing-masing sahabat kemudian menjadi rujukan utama dalam masalah keislaman dimanapun mereka berada.

Setiap sahabat yang menyebar ke berbagai belahan negeri biasanya membuat sebuah halaqah dimana disana terjadi proses transformasi keilmuan Islam. Tentu saja mengingat alat komunikasi canggih pada waktu itu belum ada yang memungkinkan seluruh sahabat untuk saling berkomunikasi dan bermusyawarah dalam waktu cepat dan singkat, maka para sahabat pun tak jarang berijtihad sendiri dalam sebuah masalah jika tidak mereka temukan hukumnya dari Al-Qur’an serta Hadits yang mereka hafal di dada mereka. Proses ijtihad sahabat, transformasi Ilmu serta gaya pemikiran mereka terhadap para murid di generasi tabi’in adalah cikal bakal mazhab fiqh yang ada dalam Islam di generasi setelah mereka.

Di generasi tabi’ut tabi’in bermunculan lah Mazhab Fiqh di berbagai negeri. Masing-masing mujtahid meletakkan dasar metodologi mereka dalam menetapkan sebuah hukum dari berbagai piranti yang ada. Masing-masing mereka tentunya memiliki metodologi berbeda. Namun perbedaan ini bukanlah perbedaan yang merusak, justru sebenarnya perbedaan ini adalah keindahan dan kemudahan yang ditawarkan oleh Islam. Di era berikutnya, secara umum hanya ada 4 mazhab yang memiliki pengikut yang banyak serta diakui posisinya oleh masyarakat muslim yakni Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Masing-masing mazhab memiliki madrasah dan halaqah tersendiri yang berbeda satu sama lain. Di Masa ini pula, perkembangan Ilmu pengetahuan meningkat tajam dan tidak terbatas hanya pada ilmu-ilmu Syari’ah namun juga sudah merambah ilmu-ilmu modern seperti farmasi, kedokteran, falak dan lain-lain.


Mengingat posisi madrasah fiqh yang waktu itu masih tercerai berai antara satu madrasah dengan madrasah yang lain, timbul keinginan Khalifah Al-Mustanshir Billah –salah satu khalifah dinasti Abbasiyah yang memerintah tahun 1192-1243 M - untuk menggabungkan mereka di dalam satu madrasah besar sehingga transformasi ilmu fiqh tidak lagi hanya berjalan satu arus mazhab namun terjadi komparasi dalam setiap mazhab tersebut. Tentunya komparasi tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu bagian khazanah fiqh Islam. Maka pada tahun 631 H/1233 M tepatnya Hari Kamis Bulan Rajab, dibukalah Madrasah Al-Mustanshiriyah yang dibangun di pesisir pantai sungai Tigris sebelah timur Istana. Madrasah Al-Mustanshiriyyah sendiri dianggap sebagai madrasah pertama yang menggabungkan 4 Mazhab fiqh dalam satu Madrasah.

Madrasah ini bisa dibilang cukup megah pada saat itu. Riwayatnya, dana yang dikucurkan untuk membangun madrasah ini mencapai 700 ribu Dinar. Madrasah ini benar-benar diniatkan oleh Khalifah Al-Mustanshir Billah yang memang dikenal cinta ilmu sebagai salah satu lembaga dan Pusat pendidikan yang megah, walau setengah abad sebelumnya telah berdiri Madrasah Nizhamiyah. Selain itu juga dibangun perpustakaan yang berisi buku kurang lebih 450 ribu eksemplar dengan 80 ribu judul buku.

Banyak yang menganggap bahwa sistem Madrasah Al-Mustanshiriyyah sudah mendekati konsep Universitas Modern pada masa itu. Hal ini mengingat bahwa pada madrasah ini diterapkan standarisasi tertentu yang tujuannya adalah demi kebaikan dan kemajuan Ilmu pengetahuan serta Peradaban Islam. Diantara kelebihan madrasah ini adalah :

1.      Masa pendidikannya adalah 10 tahun. Dimana bagi yang lulus akan mendapatkan Ijazah yang nantinya akan memudahkan mereka untuk melamar kerja di Istana atau Institusi pemerintahan lainnya.

2.      Pelajarnya adalah para pelajar terpilih yang diutus dari berbagai belahan negeri. Salah satu syarat pelajar yang lulus untuk belajar disini adalah sudah pernah membuat sebuah karya tulis ilmiah serta terkenal menyibukkan diri dalam aktifitas ilmiah.

3.      Kurikulum pelajaran yang dipelajari selama 10 tahun tersebut adalah Al-Qur’an, Hadits, Fiqh Mazhab, Nahwu, Faraidh dan Warisan, Filsafat, Farmasi, Kedokteran dan lain-lain.

4.      Pemimpin Madrasah ini dianggap sebagai salah satu pejabat Tinggi Kerajaan. Orang yang pertama kali memimpin madrasah ini adalah Abdurrahman At-Takriti yang diangkat pada tanggal 9 Rajab 631 H/1233 M

5.      Semua Fasilitas diberikan secara Cuma-Cuma kepada setiap pelajar dan para pengajar. Fasilitas yang terhitung mewah itu meliputi makan, minum serta tempat tinggal. Bagi setiap pelajar mendapatkan beasiswa bulanan sebanyak 2 dinar.

6.      Diantara Ulama (Syekh/Guru Besar) yang pernah mengajar di madrasah ini adalah Abu Abdillah Al-Husaini, Izzuddin Al-Muwasshili, Ya’qub Al-Anshari, Dzulfiqar Al-Quraisy, Shfiyuddin Al-Armawi, Imaduddin Al-Batini Al-Baghdadi, Abdul Aziz Ash-Shanhaji, Abu Abdillah As-Sabti Al-Maghribi, Ibn Al-Qashab Al-Baghdadi, Mushaddiq Al-Baghdadi, Mu’awiyah Al-Muwasshili, Fakhruddin Al-Iraqi, Saifuddin At-Tharazi, Ibn Al-Badi’ At-Takriti dll

7.      Persyaratan menjadi pengajar di madrasah ini adalah sanad ali/tinggi dalam ilmu pengetahuan khususnya Hadits, dianggap mahir dan pakar (guru besar) di sebuah bidang ilmu, dikenal sebagai peneliti dan penulis serta pengajar yang kompeten.

8.      Rata-rata para pelajar disini menjadi ulama besar saat mereka pulang ke kampung mereka masing-masing, diantaranya yang terkenal adalah l-Muhib bin Nashr Al-Baghdadi, Majduddin bin As-Sa’ati At-Taghallubi, Syamsuddin Al-Asfahani dll

9.      Jumlah pelajar yang diterima terbatas. Menurut sebuah riwayat, jumlah pelajar yang diterima hanya sekitar 248 orang (62 orang per mazhab).

10.  Untuk Mata Pelajaran Fiqh Mazhab, satu orang guru mengajar 10 orang murid.

11.  Sumber keuangan Madrasah adalah dari Subsidi Pemerintah serta pengelolaan wakaf yang luar biasa

Madrasah ini sendiri eksis selama 4 abad lebih sejak dibuka pada tahun 631 H/1233 M sampai tahun 1048 H/1638 M,  meskipun ada beberapa waktu dimana madrasah ini harus vakum. Saat Invasi Mongol ke Baghdad tahun 656 H/1258 M, Madrasah ini sempat melumpuhkan aktivitas pembelajarannya. Setelah masa ini, Madrasah Al-Mustanshiriyah kembali eksis sampai Invasi kedua oleh Timur Lenk yang dilakukan dua kali yakni tahun 765 H/1392 M serta yang kedua tahun 803 H/1400 M. Pada masa ini, Timur Lenk menghancurkan madrasah-madrasah di Baghdad lalu membawa para ulama, cendekiawan, para insinyur ke Samarkand. Kondisi ini juga membuat sebagian ulama melarikan diri dan hijrah ke Syam, Mesir dan daerah muslim lainnya.

Pada masa inilah beberapa pondasi bangunan Madrasah Al-Mustanshiriyyah hancur yang mengakibatkan lumpuhnya aktivitas pendidikan. Kondisi ini berlangsung hingga tahun 998 H/1589 dimana pada tahun ini, madrasah Al-Mustanshiriyyah dicoba untuk di aktifkan kembali. Sayangnya, masa aktif ini tidak berlangsung lama. Pada tahun 1048 H/1638 M, Madrasah Al-Mustanshiriyyah ditutup. Pada tahun 1242 H/1826 M, di lokasi tempat berdirinya Madrasah Al-Mustanshiriyyah, didirikanlah Madrasah baru dengan nama Madrasah Al-Ashafiyyah oleh Daud Pasha.

di Era modern, Pemerintah Iraq mencoba untuk memugar kembali Madrasah Al-Mustanshiriyyah sesuai bentuk aslinya pada masa lalu. Usaha ini dimulai pada tahun 1940 M dimana pada tahun ini, bangunannya sempat dijadikan tempat peristirahatan para pedagang. Tahun 1960, bangunan ini kembali dilanjutkan pemugarannya. Sayang, proyek ini harus terhenti lantaran konflik yang dialami Irak di timur tengah, termasuk saat invasi Amerika kesana.

Saat ini, nama Al-Mustanshiriyyah dipakai oleh sebuah Universitas Modern di Baghdad –Iraq, yang mencoba menjadi penerus semangat yang dibangun oleh Madrasah Al-Mustanshiriyyah dahulunya.


You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images