Mengenal Darul Hadits Asyrafiyyah – Akademi Haditsnya Para Pakar Hadits

4:25 PM



Ilmu hadits adalah salah satu ilmu yang menduduki posisi sangat penting dalam Islam mengingat status Hadits sendiri sebagai sumber ajaran Islam nomor dua setelah Al-Qur’an. Berbeda dengan Al-Qur’an yang validitasnya tidak perlu diragukan, Hadits sendiri dalam pengukuhan statusnya sebagai sebuah sumber ajaran mesti melewati proses validasi terlebih dahulu. Hal ini mengingat bahwa hadits rentan untuk diselewengkan, dipalsukan bahkan dibuat-buat. Kondisi ini yang membuat para ulama islam menetapkan beberapa kaedah untuk melakukan validasi atas sebuah hadits yang dalam studinya ditempuh di bidang studi Ilmu Hadits.

Dalam sejarah Islam, studi hadits termasuk studi awal mula yang digiatkan oleh para salafus saleh. Studi disini mencakup proses penyampaian hadits maupun studi terhadap kualitas dan validitas hadits itu tersendiri. Tak heran ketika Islam berkembang, majelis hadits adalah salah satu majelis yang wajib ada di negeri baru yang dibebaskan dan dikuasai oleh Islam. Para sahabat yang di dalam dada mereka terdapat beratus ribu Hadits dari Rasulullah, mengajarkan hadits tersebut kepada murid-murid mereka dimanapun mereka berada. Majelis hadits senantiasa menjadi majelis yang sangat penting dalam sejarah perkembangan Islam itu sendiri. Madrasah-madrasah Hadits pun bermunculan terbentang dari timur ke barat. Dari Ujung timur asia tengah (di negeri Bukhara dan Samarkand) sampai ke Andalus di belahan Barat.

Salah satu Madrasah Hadits yang terkenal adalah Darul Hadits Asyrafiyyah di Damaskus, Syam. Darul Hadits ini bisa dibilang sebagai peletak pertama model Ideal Akademi Hadits Modern. Akademi ini didirikan oleh Raja Asyraf Muzhfaruddin Musa bin Malik Al-Adil, salah seorang penguasa Dinastu Ayubiyyah. Awal, bangunan yang dijadikan lokasi Madrasah ini adalah sebuah rumah milik Al-Amir Sharimuddin Qaimaz bin Abdullah An-Najmi. Raja Asyraf pun membeli rumah ini, memugarnya lalu menjadikannya sebuah madrasah. Darul Hadits Asyrafiyyah ini resmi dibuka pada tahun 630 H / 1233 M di malam Nishfu Sya’ban. Salah seorang pakar Hadits saat itu yakni Imam Taqiyuddin Ibn Shalah didaulat sebagai pemimpin sekaligus Guru Besar di Darul Hadits Asyrafiyyah ini dimana beliau kemudian mengajar dan melakukan aktifitas ilmiahnya terutama di Bidang Hadits di madrasah ini. Madrasah ini juga menjadi saksi atas penulisan Ibn Shalah terhadap Magnum Opus Beliau dalam Ilmu Hadits yakni Kitab Muqaddimah Ibn Shalah.

Raja Asyraf sendiri begitu banyak memberikan sumbangsihnya atas kemajuan Darul Hadits Asyrafiyyah ini. Selain menyediakan tempat buat proses belajar mengajar serta tempat khusus untuk para Syekh, beliau juga melengkapi madrasah ini dengan buku-buku, termasuk sekitar 360 eksemplar kitab Shahih Bukhari. Selain itu, beliau juga berjasa menempatkan sebuah benda yang sangat bersejarah di Darul Hadits Ini yaitu Sandal Rasulullah yang beliau terima sebagai washiyat dari salah seorang pedagang besar Syam bernama An-Nizham bin Abi Hadid. Awalnya, Raja Asyraf berniat membeli sandal tersebut dari An-Nizham, namun dia enggan menjualnya. Baru saat menjelang ajalnya datang, ia mewasiatkan agar sandal tersebut diberikan pada Raja Asyraf agar diletakkan di Darul Hadits Asyrafiyyah. Sandal tersebut pun disimpan di tempat penyimpanannya di dekat Mihrab Darul Hadits tersebut.

Salah satu kelebihan Madrasah ini adalah mayoritas para pengajarnya dari waktu ke waktu adalah pengarang kitab-kitab dalam Hadits dan Ilmu Hadits yang sangat kita kenal saat sekarang ini. Sebut saja Imam Ibn Shalah pengarang Muqaddimah Ibn Shalah, Imam Nawawi pengarang At-Taqrib dan Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, ada Imam Abu Syaamah, Al-Faruqi, Al-Mizzi, As-Subki, Al-Bulqaini, Ibn Hajar, Ibn Katsir, Ibn Jama’ah, Ibn Al-Jazari, Ibn Az-Zabidi, Fairuzzabadi dan lain-lain. Selain itu madrasah ini juga dikenal sebagai pencetak orang-orang saleh dan para Awliya’ Allah. Madrasah ini juga saksi langsung ditulisnya beberapa kitab paling penting dalam Ilmu Hadits seperti Muqaddimah Ibn Shalah, Tahdzib Al-Kamal Imam al-Mizzi, Talkhis Al-Mutasyabih Imam Ibn Nashiriddin dan lain-lain.

Sayangnya, Madrasah ini pernah luluh lantak saat penyerangan kaum Tatar ke Damaskus. Madrasah ini dibakar oleh kaum Tatar yang waktu itu dipimpin oleh Ghazan tahun 702 H/1302 M. Pembakaran ini juga mengakibatkan terbakarnya Sandal Rasulullah yang disimpan disana. Madrasah ini lalu dipugar kembali setelah itu namun kembali terbakar kali kedua hingga harus dipugar ulang pada tahun 1266 H/1849 M. Pada masa ini proses belajar dan mengajar berlangsung tidak begitu sempurna. Bahkan secara umum Madrasah ini mengalami kemunduran tajam hingga akhirnya pada tahun 1272 H, dua orang alim yang bernama Syekh Yusuf Al-Maghribi dan Syekh Abdul Qadir Al-Jazairi berencana untuk mengembalikan kejayaan madrasah ini. Mereka berdua pun kembali membuka halaqah ilmiah terutama ilmu hadits. Madrasah ini sendiri sempat direnovasi kembali pada tahun 1300 H/1883 M.

Setelah era Syekh Yusuf Al-Maghribi dan Abdul Qadir Al-Jazairi, muncullah Syekh Muhammad Badruddin Al-Hasani yang memegang estafeta kepemimpinan Darul Hadits Asyrafiyyah. Beliau kemudian berhasil mengembalikan madrasah ini kembali ke era kejayaannya. Halaqah-halaqah pembelajaran - terutama ilmu hadits - dibuka secara besar-besaran.


Sayangnya, saya tidak menemukan informasi valid tentang keberlangsungan Darul Hadits Asyrafiyyah setelah itu. Dari beberapa informasi yang saya kumpulkan di forum-forum internet, Darul Hadits ini sekarang termasuk salah satu warisan peninggalan sejarah. Adapun fungsinya, tidak lagi seperti dahulu.

Diantara Guru Besar Darul Hadits Asyrafiyyah dari masa ke masa
1.      Ibn Shalah
2.      Hasan bin Mubarak Az-Zabidi
3.      Imaduddin Abdul Karim bin Harastani
4.      Abu Syamah Al-Maqdisi
5.      Imam Nawawi
6.      Zainuddin Al-Faruqi
7.      Ibn Marhal
8.      Ibn Khathib Zamlakani
9.      Syuraisyi
10.  Imam Al-Mizzi
11.  Qadhi Ali As-Subki
12.  Ibn Katsir
13.  Tajuddin As-Subki
14.  Baha’uddin As-Subki
15.  Waliyuddin As-Subki
16.  Zainuddin Al-Malahi Ad-Dimasyqi
17.  Ibn Nashiriddin
18.  Ibn Hajar Al-Asqalani
19.  Saifuddin al-Ba’labaki
20.  Dan lain-lain

*catatan : Salah satu syarat menjadi pemimpin dan guru besar di Madrasah ini adalah Bahwa ia diakui secara umum sebagai manusia yang paling alim di bidang hadits serta memiliki kapabelitas ilmu baik dari segi riwayah maupun riwayah. Syarat lainnya adalah memiliki hafalan hadits yang banyak serta sanad hadits yang Ali / tinggi*

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images