Ilmu dan Adab
11:45 AM
Sudah sama-sama kita ketahui bahwa posisi ilmu dan ulama dalam
Islam sangatlah tinggi dan mulia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
رۡفَعِ ٱللَّهُ
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَـٰتٍ۬ۚ
Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat
(Q.S.Al-Mujadillah : 11)
إِنَّمَا يَخۡشَى
ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ ٱلۡعُلَمَـٰٓؤُاْۗ
Sesungguhnya yang
takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (Q.S.Faathir : 28)
Dikeluarkan
Abu Dawud dan yang lainnya, hadits ini dishahihkan oleh Ibn Hibban, dari Abu
Darda radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
عن أبي الدرداء مرفوعا
: " من سلك طريقا يلتمس فيه علما ، سهل الله له به طريقا إلى الجنة ، وإن الملائكة
لتضع أجنحتها لطالب العلم رضا بما يصنع ، وإن العالم ليستغفر له من في السماوات ومن
في الأرض حتى الحيتان في الماء ، وفضل العالم على العابد كفضل القمر على سائر الكواكب
، وإن العلماء ورثة الأنبياء لم يورثوا دينارا ، ولا درهما إنما ورثوا العلم ، فمن
أخذه أخذ بحظ وافر " . ٍ
“Barangsiapa
menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan tunjukkan
baginya salah satu jalan dari jalan-jalan menuju ke surga. Sesungguhnya
malaikat meletakan syap-sayap mereka sebagai bentuk keridhaan terhadap penuntut
ilmu.Sesungguhnya semua yang ada di langit dan di bumi meminta ampun untuk
seorang yang berilmu sampai ikan yang ada di air. Sesungguhnya keutamaan orang
yang berilmu dibandingkan dengan ahli ibadah sebagaimana keutamaan bulan
purnama terhadap semua bintang. Dan sesungguhnya para ulama’ adalah pewaris
para Nabi, dan sesungguhnya mereka tidaklah mewariskan dinar maupun dirham,
akan tetapi mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil bagian ilmu maka
sungguh dia telah mengambil bagian yang berharga.”
Menuntut ilmu memang menjadi sebuah hal yang sangat penting dalam
Islam. Hal ini lalu menjadi motivasi bagi seorang muslim dalam menuntut ilmu,
datang kepada guru, menghadiri majelis-majelis ilmu, pergi merantau keluar dari
negerinya, bahkan menyibukkan diri dengan buku dan catatan serta referensi
lainnya. Namun sayang, hari ini kita menemukan beberapa penuntut ilmu yang
akhlak dan etikanya tidak sesuai dengan ilmu yang mereka pelajari. Mereka
bahkan sampai meremehkan dan mencela para ulama. Padahal daging ulama itu -seperti
yang selalu diingatkan- sangatlah beracun. Selain itu, tak jarang mereka
mengeluarkan pernyataan yang sebenarnya bertentangan dengan ilmu yang mereka
pelajari. Akibatnya, tak jarang kaum awam sesat lantaran pernyataan-pernyataan
tersebut.
Ada yang kadang luput dari kita, bahwa di dalam Al-Qur’an, selain
ada anjuran dan balasan besar bagi para penuntut ilmu dan ulama, juga ada
beberapa ancaman bagi mereka yang berilmu namun ilmu tersebut tidak berbekas
pada akhlak dan diri mereka. Al-qur’an mencela para pemangku kitab yang
memiliki ilmu namun tidak berdampak dan bermanfaat pada diri mereka. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman :
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ
يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ
الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ
الظَّالِمِينَ
Perumpamaan
orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah
seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya
perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi
petunjuk kepada kaum yang zalim.
(Q.S.Al-Jumu’ah : 5)
Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala begitu mencela para ahli ilmu dari golongan Yahudi dan Nashrani yang
mengetahui kebenaran, meyakini bahwa jalan Islam adalah jalan yang paling
benar, namun mereka malah mengingkarinya dan sombong lantaran buruk dan jahatnya akhlak mereka.
Mereka juga tidak mengamalkan ilmu yang mereka pelajari, mereka menolak nasehat
dan dakwah kebenaran yang datang pada mereka. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman :
أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ
كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ
بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Apakah kamu masih
mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka
mendengar firman Allah, lalu mereka merobahnya setelah mereka memahaminya,
sedang mereka mengetahui? (Q.S.Al-Baqarah :
75)
Dalam surat lain, Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman :
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ
كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ
الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Orang-orang [Yahudi
dan Nasrani] yang telah Kami beri Al Kitab [Taurat dan Injil] mengenal Muhammad
seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di
antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. (Q.S.Al-Baqarah : 146)
Lihatlah bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat mencela orang-orang yang berilmu namun
tidak mengambil manfaat dan tidak beramal dengan ilmu yang mereka miliki.
Orang-orang seperti itu tidak lagi mendapatkan derajat yang utama, malah
terjatuh dalam jurang kesesatan.
Ilmu dan Akhlak, dua sejoli yang tak boleh terpisahkan
Ilmu dan Akhlak adalah dua sejoli. Yang satu tidak akan memberikan
manfaat jika tidak dibarengi dengan yang lain. Ilmu tanpa Akhlak tiada artinya,
sebagaimana Akhlak juga tidak akan ada nilainya jika tidak ada ilmu dalam dada
pemangkunya. Ada begitu banyak ayat dalam al-qur’an yang menjelaskan kepada
kita hubungan erat antara ilmu dan Akhlak.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ
وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ
هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah [manusia]
kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.
(Q.S.An-Nahl : 125)
Dalam ayat diatas, Allah Subhanahu wa
Ta’ala memerintahkan para
pemiliki ilmu untuk menyeru manusia dengan penuh akhlak, diantaranya dengan
hikmah, nasehat dan pelajaran yang baik, bahkan dalam berbantah dan berdebatpun
diperintahkan dengan cara yang baik.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda menjelaskan
hubungan antara Ilmu dan Akhlak
عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ جُرَيْجٍ ،
عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الأَسْلَمِيِّ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه
وسلم:يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الإِيمَانُ قَلْبَهُ ،
لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ ، وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ ، فَإِنَّهُ
مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ ، وَمَنْ يَتَّبِعِ
اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ.أخرجه أحمد
Wahai orang-orang
yang beriman dengan lisannya sedangkan iman belum merasuk di hatinya, janganlah
kalian menggunjing kaum muslimin, dan janganlah mencari-cari aib mereka, karena
barangsiapa yang mencari-cari aib mereka, niscaya Allah akan mengawasi aib
mereka, dan barangsiapa yang diawasi aibnya oleh Allah, niscaya Allah akan
membeberkan aibnya di rumahnya.
(HR.Ahmad)
Di hadits diatas, Ilmu yang dibahasakan dengan kalimat ‘Iman’
disertakan dengan larangan agar jangan menggunjing dan mencari-cari aib kaum
muslimin. Orang yang berilmu harus selalu disertai dengan Akhlak. Karena ilmu dan
iman tiada jika tanpa akhlak.
Salafus Saleh belajar adab dulu baru ilmu
Para salafus saleh, 3 generasi terbaik yang telah dijamin sendiri
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , juga sangat mementingkan
hubungan antara Ilmu dan Adab, juga antara ilmu dan amal. Mari kita simak
riwayat dan cerita tentang mereka.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra : Telah menceritakan
kepada kami setiap sahabat yang selalu menyertai Rasulullah. Mereka mempelajari
10 ayat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengamalkannya.
Mereka tidak akan mempelajari 10 ayat lain sampai mereka berhasil mengambil
ilmu dari 10 ayat tersebut lalu mengamalkannya.
Lihat bagaimana para sahabat begitu getol dalam mengamalkan ilmu
yang mereka dapatkan.
Tentang Ilmu dan adab, salafus saleh juga mengajarkan kita betapa
pentingnya Adab, bahkan sebelum kita memulai menuntut ilmu itu sendiri
Diriwayatkan bahwa Tabi’in bernama Abdullah bin Mubarak pernah
berkata : Aku mempelajari adab selama 30 tahun lalu menuntut ilmu selama 20
tahun. Dan sesungguhnya para ulama (masa itu) selalu mempelajari adab sebelum
menuntut ilmu.
Diriwayatkan juga bahwa beliau pernah berkata : Sungguh, posisi
adab itu nyaris 2/3 dari ilmu itu sendiri.
Sebagian salaf juga pernah berkata : Kami lebih butuh kepada
sedikit pelajaran tentang adab ketimbang ilmu yang banyak
Abdullah bin Wahab, salah satu murid Imam Malik pernah berkata :
Kami lebih banyak mempelajari adab dari Imam malik ketimbang ilmu.
Hasan Al-Bashri pernah berkata : Seseorang belum bisa dikatakan
berilmu sebelum ilmu tersebut terlihat pada kekhusyukannya, pada hati, lisan
serta perbuatannya.
Sufyan Ats-Tsauri berkata : Para salafus saleh tidak akan melepas
anak mereka untuk menuntut ilmu sebelum mereka mengajarkan anaknya tentang adab
dan ibadah selama 20 tahun
Ibn Sirrin berkata : Para salafus saleh begitu mementingkan Akhlak
sebagaimana mereka mementingkan Ilmu
Yahya bin Muhammad Al-Anbari berkata : Ilmu tanpa adab seperti api
tanpa kayu pembakar, Adab tanpa ilmu seperti tubuh tanpa ruh.
Al-Laits bin Sa’ad berkata : Sungguh sangat jelas kemuliaan yang
dimiliki oleh Ahlul Hadits. Lalu aku melihat sesuatu dari mereka (yang membuat
mereka terlihat mulia), ia pun ditanya : Apakah itu yang membuat mereka
terlihat mulia ? Al-Laits pun menjawab: Sungguh, belajar adab walaupun sedikit
lebih kamu butuhkan ketimbang menuntut banyak ilmu.
Ibrahim bin Habib Asy-Syahid berkata : Ayahku berkata padaku :
Wahai anakku, Datangilah para Ulama dan Fuqaha, Ambillah ilmu dari mereka, dan
ambil juga adab, akhlak serta hikmah mereka. Sungguh itu lebih aku sukai padamu
ketimbang kamu belajar banyak hadits.
Lihat bagaimana salafus saleh lebih mengutamakan adab dan akhlak
ketimbang Ilmu hadits, padahal ilmu hadits adalah ilmu paling mulia di Dunia
sebagaimana perkataan Abu Ashim yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Isa
Az-Zujaj : Siapa yang mempelajari ilmu hadits berarti ia telah mempelajari ilmu
yang paling mulia di dunia ini, dan ia akan menjadi manusia-manusia yang
terbaik.
Imam malik bin anas berkata : Suatu ketika ibuku sedang merapikan
sorbanku sebelum aku pergi ke majelis Ilmu dan waktu itu aku masih kecil. Ia
berkata padaku : Wahai Malik, ambillah Adab dari Gurumu sebelum kamu
mempelajari ilmu
Dan masih banyak pernyataan-pernyataan lain dari ulama Salafus
saleh tentang wajibnya mempelajari adab dan mengamalkannya bahkan sebelum
menuntut ilmu itu sendiri.
Ilmu tanpa adab akan menjadikan seorang pemilik ilmu terseret oleh
hawa nafsunya. Selain itu, ia bisa menjadi sombong dan ujub dengan ilmu yang ia
miliki. Bahkan, pemiliki ilmu yang tidak memiliki adab akan bisa jatuh pada
sesat dan menyesatkan lantaran ia mengikuti hawa nafsunya. Imam Zarkasyi dalam
Al-Bahr Al-Muhith meriwayatkan sebuah kisah yang dituturkan oleh Qadhi Ismail bin
Ishaq al-Azdi. Beliau berkata “Suatu hari aku berkunjung ke rumah seorang
penuntut ilmu. Ia lalu menyerahkan kitab yang dikarangnya agar aku
mengoreksinya. Ternyata di dalam kitab itu ia telah mengumpulkan kekhilafan dalam pendapat-pendapat ulama dari setiap masalah yang ada. Aku pun
berkata : Kitab ini isinya benar-benar telah zindiq. Si penuntut ilmu berkata “Bukan
kah hadits-hadits di dalam nya sahih ?”. Aku jawab “ Hadits-hadits di dalamnya benar
sesuai riwayat, namun siapa ulama yang menghalalkan minuman keras namun tidak
menghalalkan nikah mut’ah ? siapa pula ulama yang menghalakan nikah mut’ah
namun tidak menghalalkan minuman keras ? Setiap ulama memiliki kekhilafan namun siapa yang mengumpulkan kekhilafan tersebut lalu ia jadikan
pedomannya dalam beragama ?. Qadhi Ismail pun menyuruh si penuntut ilmu untuk
membakar kitabnya.
Dalam kisah lain, Hisyam bin Amar pernah bercerita : Ayahku
menjual rumah yang kami miliki seharga 20 dinar. Uang itu lalu ia gunakan untuk
menafkahiku pergi haji dan menuntut ilmu. Suatu ketika aku sampai di majelis
Imam Malik di Madinah. Seperti biasa, Imam Malik memiliki waktu dimana saat itu orang-orang
akan bertanya bergantian kepadanya lalu beliau akan menjawabnya.
Ketika sampai giliran ku, aku bertanya padanya “Wahai Imam,
bacakanlah untukku satu buah hadits”. Imam Malik menjawab “Tidak, kamu lah yang
harus baca hadits itu sendiri”. Aku pun membantah dan berkata “Tidak wahai
Imam, engkaulah yang aku pinta untuk membacakannya buatku”. Aku pun terus bantahan-bantahan
dengan beliau hingga beliau pun marah, lalu berkata “Wahai khadimku, kemarilah.
Pergi bersama anak kecil ini lalu pukul ia 15 kali ”. Aku pun pergi bersama
khadim Imam Malik lalu beliau memukulku 15 kali sebagaimana perintah Imam
Malik. Setelah itu, ia pun membawaku kembali kepada Imam Malik
Aku pun berkata pada Imam Malik “Sungguh engkau telah berlaku
zalim padaku. Sungguh ayahku telah menjual rumahnya dan mengirimku padamu agar
aku belajar dibawah bimbinganmu. Namun engkau malah memukulku 15 kali tanpa ada
salah apapun. Sungguh aku tidak rela dan tidak akan menghalalkan kejadian ini”.
Imam Malik tersentak lalu berkata “Bagaimana caranya agar kamu rela padaku ?”.
Aku berkata “Engkau harus membacakan 15 buah hadits padaku”. Imam Malik pun
membacakan 15 buah hadits untukku. Ketika sudah selesai, aku berkata pada
beliau “Wahai Imam, tambahkanlah pukulan mu agar aku bisa minta tambah bacaan hadits darimu”.
Imam Malik pun tertawa.
Lihat bagaimana ulama dahulu begitu mementingkan pendidikan adab
terhadap anak dan muridnya. Mengajarkan adab dan akhlak bahkan lebih di
dahulukan ketimbang mempelajari ilmu itu sendiri. Adab dan akhlaklah yang akan
membentengi si penuntut ilmu dari kesalahan dan melindungi mereka dari nafsu
yang akan membuat mereka bermain-main dengan ilmu yang dimiliki. Adab akan
menjadi mahkota bagi para pemiliki ilmu. Siapa yang berilmu namun tidak
berakhlak, sungguh tiada nilai bagi dirinya.
Wallahu A’lam Bish-Shawab
0 komentar