Cerita defenisi
12:09 PM
Beberapa hari yang lalu,salah seorang sahabat memberi gelar unik kepada saya,gelar tersebut yaitu “Redefenisi”.Aneh bukan ?...Gelar ini berawal dari sebuah diskusi panas yang berlangsung di Mabes PII Mesir.Diskusi yang Cuma bermodalkan air anget (makanya panas) kemudian berlanjut di restoran Togin khas Mesir di Bilangan Mahattah akhir Hay Asyir (lho kok jadi wisata kuliner ^_^).
Singkat cerita,dalam diskusi itu pun saya ngotot agar peserta diskusi terlebih dahulu menjelaskan defenisi keyword yang akan didiskusikan terlebih dahulu sebelum terlalu jauh masuk ke dalam diskusi.Atau paling tidak para peserta diskusi mempunyai defenisi yang jelas terhadap kata-kata kunci diskusi tersebut.Nah,usaha saya yang ngotot ini pun berujung kepada penyematan gelar baru kepada saya “redefenisi” .
***
Pernah suatu hari saya berdiskusi dengan salah seorang teman di FB.Diskusi bermula ketika saya mengomentari status teman tersebut.Waktu itu,teman tersebut memosting sebuah komentar yang bunyinya kira-kira seperti ini “sungguh luar biasa permainan dan disain mereka,fakta membuktikan di lapangan bagaimana mereka semua mempermainkan forum”.Iseng-iseng saya mulai komentar “ Wah hebat sekali permainan mereka,namun apakah iya suasana di persidangan itu murni mereka sendiri yang bermain ?”
Teman tersebut lalu membalas dengan nada sedikit tajam “kalau antum menghadiri persidangan,maka antum akan melihat dengan jelas dengan mata kepala antum”.Saya pun terkejut,tidak menyangka bahwa balasan sesinis itu.lalu saya pun mulai mempertanyakan a.k.a menjebak teman tersebut soal validitas data dari komentarnya.”Apakah data dan faktanya seperti itu ? atau jangan-jangan itu hanya sebuah opini pribadi antum “ tanya saya.
Namun sekali lagi teman tersebut menjawab bahwa kondisi tersebut adalah fakta lapangan.Saya sendiri yang sebenarnya turut hadir dalam “lapangan” tersebut malah heran ,sebab kondisi yang saya tangkap di lapangan berbeda.Lalu saya pun mulai mengarahkan diskusi tersebut ke arah ilmiah.Pertanyaan-pertanyaan yang saya lontarkan pun bernada seperti “ bagaimana kualitas data ? kalau memang status tersebut adalah fakta,seberapa kuat fakta tersebut didukung oleh data yang ada ? data tersebut primer atau sekunder ? proses pengambilan dan pengolahan data seperti apa ? dan begitu seterusnya”.
Sayang saya harus kecewa,karena hampir semua pertanyaan saya dijawab dengan satu “godam” yang menurut teman tersebut ampuh namun bagi saya lucu,”lihat saja apa yang terjadi dilapangan,itu sudah cukup menjadi data dan fakta “ jawabnya.Saya bukannya tidak setuju,namun ketika fakta versi saya ternyata berbeda dengan fakta versi teman saya,bukankah itu bukan fakta lagi,namun lebih menjadi Persepsi fakta ?....
Yang akhirnya membuat saya tertawa adalah bahwa ternyata teman itu sendiri (waktu itu) tidak sepenuhnya mengerti apa itu fakta,data,metode dan sebagainya.Wal hasil saya harus merelakan satu jam waktu diskusi saya mendengarkan (melihat komentar sebenarnya) keluhan-keluhan anak manusia yang punya tendensi tertentu dengan kondisi lapangan tadi.
***
Apa yang ingin sebenarnya saya sampaikan adalah,hari ini kita sering kali lupa untuk mendefenisikan sesuatu terlebih dahulu sebelum membahasnya.Kita mungkin hari ini sering melihat begitu banyak nya tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada islam seperti teroris misalnya,tanpa ada yang mengaji apa sih teroris itu ? dan apakah islam itu ? ketika tiada benang merah antara keduanya maka tidak lah pantas mengaitkan islam dengan teroris.
Sebagian kita misalnya sering berdebat panjang masalah apakah qunut subuh itu bid’ah,haflah maulid bid’ah,padahal untuk defenisi bid’ah saja sering kabur.Kita juga sering terlanjur menuduh seseorang itu liberal,orang tarbiyah,orang salafi,orang utan,dan orang-orang lainnya,namun terbentur tatkala kita ternyata tidak sepakat dalam defenisinya.
Saya kemudian menyadari,kenapa dalam ilmu logika zaman aristoteles,ilmu mantiq qodim ala al ghazali,bahkan sampai ilmu logika kontemporer hari ini,masalah yang diajarkan awal mula adalah masalah tasawur dan tasdik yang merupakan proses pendefenisian terhadap sesuatu.Karena defenisi adalah hal pokok untuk melangkah ke tahap yang lebih jauh.Kita saja tidak akan mungkin menikahi seorang wanita yang belum jelas sifat atau bahkan namanya bukan (nah lho kok kenapa nikah ?).
Proses pendefenisian terhadap sesuatu akan mengajarkan kita untuk mengambil sikap lebih jauh dalam memahami sesuatu tersebut.kalau toh kita berbeda defenisi dalam suatu hal,paling tidak kita akan menemukan sebab kenapa si A yang berbeda defenisi dengan kita berbuat hal yang berbeda dengan kita yang kita lakukan.Proses defenisi juga akan mengajarkan kita bahwa sikap analitik dan kritis lebih utama ketimbang pemahaman sempit yang kita kemukakan.Toh semuanya berawal dari defenisinya bukan? semoga suatu saat kita menjadi manusia yang melakukan sesuatu sesuai proses logika yang jelas dan konkrit,bukan lewat tuduhan,asumsi maupun opini pribadi yang subjektif dan memaksa.
Dan akhirnya beberapa teman pun akan berhenti memanggil saya “redefenisi”...amin
0 komentar