Masisir dan fenomena kelalaian waktu (sebuah catatan)
12:16 PM
Masih teringat jelas di ingatan saya,saat senja mulai bersiap-siap meninggalkan singgasananya di ufuk langit,terucap sebuah perkataan yang cukup membuat saya tersentak.Kala itu saya sedang mengikuti sebuah acara pengkaderan(?) yang diselenggarakan oleh salah satu institusi akademis yang lumayan ternama di kalangan masisir.Acara yang berlangsung selama dua hari berturut-turut itu sebenarnya sangat menarik,prosesi pematerian pun lumayan membuat saya -yang notabenenya masih sangat baru di mesir ini- berdecak kagum.
Namun ada yang menjadi catatan bagi saya waktu itu.Masalah klise yang dahulunya sering saya anggap sebagai ciri khasnya manusia dengan ktp bertuliskan “rakyat indonesia”.Ya masalah itu adalah kemoloran waktu dan kelalaian jadwal.Waktu itu,sesuai dengan jadwal acara semestinya acara sudah dimulai sekitar pukul 11 pagi dan akan berakhir sekitar pukul 6 sore.”Dengan lugunya” saya pun mencoba untuk datang lima belas menit sebelum kegiatan dimulai.Sayang saya harus kecewa,karena nyaris Cuma dua orang panitia yang baru stand by di lokasi.Acara pun baru di mulai akhirnya setelah waktu zhuhur,sebuah kelalaian yang luar biasa parah menurut saya waktu itu.
Di akhir acara,saya –yang masih dengan sikap lugu- mencoba untuk meminta klarifikasi kepada panitia soal keterlambatan yang menurut saya lumayan parah itu.Sontak saya kaget ketika jawaban yang muncul adalah “ Jujur saja,seluruh acara di masisir ini pasti selalu molor ,silahkan anda cari acara yang memang dimulai tepat pada waktunya,tak ada yang seperti itu”.Saya kaget karena terkesan bahwa keterlambatan itu memang sudah dimaklumi keberadaannya,bahkan dalam taraf pembacaan lebih jauh,saya sendiri melihat bahwa seolah-olah para punggawa setiap acara di masisir sangat nyaman dengan keterlambatan tersebut.
***
Kurang lebih setahun perjalanan saya di Mesir,akhirnya membuat saya faham dan menyadari bahwa perkataan tersebut memang mendekati taraf kebenaran.Nyaris tidak ada satu kegiatan pun yang saya ikuti di mesir ini yang memang dimulai dan diakhiri sesuai dengan jadwal yang telah dipublikasikan oleh panitia.Keterlambatannya pun sangat parah,paling cepat acara dimulai molor satu jam dari jadwal yang telah disediakan.Bahkan ada yang terkadang molor sampai tiga atau empat jam.
Seakan-akan nyaman dengan kondisi tersebut,para peserta acara dan kegiatan yang semestinya memiliki semangat untuk datang tepat waktu,malah terkesan lumrah untuk datang ke lokasi acara tatkala jarum jam sudah tersenyum meninggalkan posisi semestinya.Keterlambatan tersebut tidak dipahami sebagai sebuah kesalahan yang mestinya diperbaiki dimasa yang akan datang,namun malah dicarikan apologi dan alasan yang sudah sering terdengar di telinga semacam telat bangun,jalanan macet,angkutan sangat jarang dan alasan-alasan lainnya.
Bahkan saya sendiri pernah mendapatkan kesan bahwa keterlambatan itu sendiri sudah direncanakan.Misalnya panitia menjadwalkan acara akan dimulai pukul 11 pagi,maka peserta acara (kebanyakan) baru akan bermunculan setelah shalat zhuhur berjama’ah telah selesai dilaksanakan di mesjid.Kalau panitia menjadwalkan pukul 14.00 siang,maka peserta baru akan bermunculan ba’da ashar dan begitu seterusnya.
Yah memang tidak seluruh peserta seperti itu.Diantara mereka juga ada yang sangat disiplin dengan waktu.Datang lima belas menit atau sepuluh menit sebelum acara semestinya dimulai sesuai jadwal.Namun,lagi-lagi mereka harus menjadi korban dari kelalaian yang terkesan “sistemik” ini.
***
Masisir adalah komunitas intelektual.Karena hampir seluruh masisir berstatus pelajar dan mahasiswa yang terdaftar di berbagai lembaga dan institusi pendidikan di negerinya para nabi ini.Sebagai komunitas intelektual yang mengetahui akan pentingnya waktu,semestinya penghargaan terhadap waktu harus selalu di-cam-kan erat di dada kita.
Adalah sebuah hal yang naif tatkala kita mengetahui bahwa waktu itu sangat penting,namun dalam prakteknya kita malah terkesan melanggarnya.Ketika telinga kita sudah sering diperdengarkan sebuah pepatah legendaris arab “al-waqt ka as-sayf – waktu itu laksana pedang yang jikalau tidak berhati-hati dalam menggunakannya malah akan menyengsarakan kita” kita malah terkesan sangat suka mempermainkannya.Bahkan tatkala kita senantiasa mentadabburi surat al-ashr dimana Allah bersumpah dengan masa yang bermakna bahwa pentingnya waktu,kita malah terkesan meremehkannya.
Wajar saya kira kalau komunitas ini semakin hari menjadi semakin tidak produktif.Setiap saat kegiatan bermanfaat kita selalu dikeluhkan dengan adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap waktu dan jadwal.Waktu kita pun semakin tidak produktif.Hasil dari kelalaian ini pun pada akhirnya akan semakin berdampak pada dinamika kehidupan kita yang makin lama makin merosot.
***
Cerita-cerita indah tentang keberhasilan beberapa negara dunia semisal Amerika,eropa dan jepang mungkin telah sama-sama kita dengar.Hasilnya pun sama-sama telah kita saksikan.Kita mungkin sering mendengar bahwa di jepang misalnya,penduduknya Cuma bisa ditoleransi kelalaian maksimal 5 menit saja.Setelah 5 menit,maka semua konsekuensi akibat kelalaian tersebut harus siap ditanggung oleh mereka.Hal seperti ini akhirnya menumbuhkan kesadaran bersama bahwa mereka harus selalu ontime.Hal ini juga yang mempengaruhi sikap mereka yang cenderung rapi,tertib dan disiplin.
Saya tidak ingin berkata bahwa kita tidak bisa.Kenyataan umat islam periode rasulullah dan periode setelah beliau adalah orang-orang yang sangat menghargai waktu.Kegiatannya tersusun rapi dan berlangsung sesuai jadwal.Sehingga produktifitas umat islam waktu itu sangat tinggi.Wajar kalau islam jaya pada waktu itu
Kesadaran bersama memang harus selalu diwujudkan demi terbentuknya masyarakat islam khususnya masisir yang produktif.Persoalan di masisir sebenarnya adalah persoalan lama yang sudah banyak munculkan solusi dan alternatifnya,namun karena sudah terlanjur masuk dalam arena kebiasaan,keterlambatan dan pelanggaran jadwal pun sering di”maafkan” lalu kemudian dinikmati.Beberapa elemen pun sebenarnya telah mencoba untuk disiplin dan tepat waktu,namun –sekali lagi- karena kesadaran itu baru bersifat sendiri-sendiri,lama kelamaan pun akhirnya terjerumus lagi kedalam jurang kelalaian dan indispiliner waktu.
Ada beberapa hal yang mungkin perlu kita robah dari sekarang sedikit demi sedikit agar acara yang diadakan bisa tepat sesuai jadwal dan produktifitas waktu kita mulai berangsur-angsur meningkat.Pertama merubah paradigma dalam menyusun jadwal acara.Sering kali panitia sebagai “shohibul acara” yang malah membuat prediksi-prediksi keterlambatan pada acara yang mereka bikin.Misalnya dalam publikasi mereka membuat jadwal pukul 11 siang,namun mereka sendiri sebenarnya baru akan memulai setelah zuhur.Nah paradigma berpikir seperti ini harus mulai kita singkirkan.Biasakan konsisten dengan jadwal.sehingga nantinya kita tidak menzholimi mereka yang datang sesuai jadwal yang dipublikasikan.
Kedua,senada dengan hal diatas,mungkin kita juga harus merubah paradigma tentang siapa yang semestinya lebih kita hormati.Mereka yang datang tepat waktu ataukah mereka yang berleha-leha dan tidak menghormati acara kita dengan keterlambatannya ? . Sebenarnya mereka yang datang tepat waktu lebih pantas untuk kita hormati karena mereka telah menghormati kita dengan datang sesuai jadwal.Maka dari itu setidaknya kita membalas penghormatan mereka dengan tidak menzholimi mereka dengan mengundur jadwal acara.
Ketiga,Konsistensi kita dalam memulai acara sebenarnya bisa menjadi shock therapy buat mereka yang suka datang tidak tepat waktu.Meskipun kemudian kita akan terkesan berjudi dengan memulai acara dengan peserta yang tidak sesuai harapan,paling tidak konsistensi kita akan berbekas untuk masa yang akan datang.Saya sendiri pernah punya pengalaman tatkala konferensi yang dilaksanakan PII Mesir kemaren dimulai tepat waktu,salah satu undangan dari organisasi yang bergengsi di masisir malah datang dua jam setelah acara dimulai.Undangan tersebut pun akhirnya malu dan meminta maaf kepada panitia dan peserta acara,setidaknya saya sendiri akan melihat sikap mereka kedepan.
Sebuah perubahan setidaknya mari kita mulai dari sekarang.Menunggu dan terus menunggu hanya akan membuat kita semakin nyaman dengan segala kelalaian yang pada hakikatnya malah akan membuat kualitas kita tambah merosot.Menghargai waktu merupakan salah satu ciri khas kaum intelektual.Mereka yang disiplin semacam Imam syafi’i ,imam bukhori,imam nawawi dan para maestro dunia islam lainnya telah membuktikan hasilnya.Insya Allah kaum yang selalu disiplin dan menghargai waktu adalah kaum yang beruntung.Kerugian hanya akan dirasakan oleh mereka yang menyia-nyiakan waktunya.
Ataukah kita tidak lagi merasa sebagai komunitas yang intelek ?
0 komentar