Tentang Cita...

11:01 AM

Waktu kecil , paling tidak ada 5 buah cita-cita wajib yang selalu tertanam dalam benak anak-anak.Dokter,Insinyur,Pilot,Arsitek, dan Presiden.Saat bertanya kepada anak kecil yang mungkin baru duduk di bangku TK atau SD , kebanyakan kita akan menemukan jawaban salah satu dari 5 pilihan ini.Cita-cita ini lah yang kemudian menjadi obat ampuh tatkala motivasi belajar si kecil tiba-tiba berkurang.”Katanya mau jadi Dokter ?” pertanyaan ini bisa untuk membangkitkan lagi semangat belajar mereka , walau kadang ada embel-embel “Tapi kalau aku selesai belajar , beliin es krim yah” ujar mereka merayu.

Saat remaja , cita-cita ini mulai mengambang di dalam jiwa mereka.Awal masa pubertas , remaja cenderung menemukan hal-hal yang baru yang menurut mereka lebih “keren” ketimbang 5 opsi diatas.Pilihan-pilihan baru seperti “artis , pengusaha , anak band” pun mulai masuk ke dalam daftar cita-cita.

Menjelang dewasa , tingkat ke-abstrakan sebuah cita-cita dalam diri pun mulai tampak.Masalah-masalah yang menghadang sering kali membuat seseorang berpikir “Terlalu muluk-kah cita-cita saya ?” .Realitas kehidupan yang menerjang sendi-sendi kedirian seseorang membuat mereka berpikir dua kali untuk menegaskan sebuah cita-cita.Perang batin inilah yang kemudian menjadi penentu.Ada yang berhasil menjaga impiannya dengan senjata bernama “prinsip” , sedangkan yang lain harus rela terombang-ambing ombak realita karena diserang oleh virus “realita itu bertolak belakang dengan idealisme”.

Dan ketika telah tua nanti , mungkin ada sedikit penyesalan yang menyeruak, baik bagi mereka yang bertahan dengan prinsip , maupun mereka yang tergerus gelombang realita.Walaupun begitu , sesal ini bisa menjadi kado yang indah buat anak cucu.Dibalut dengan kotak hikmah dan diikat dengan pita syukur.Semuanya tiada yang sia-sia.Semuanya bernilai dan memberikan pelajaran.

***

Hal yang cukup sulit adalah bagaimana mengkreasikan hidup antara wilayah prinsip dan realita agar keduanya tidak saling menyerang satu sama lain.Tak perlu Impian yang muluk-muluk , cukup yang sederhana saja namun dilakukan dengan proses yang indah dan penuh determinasi.Dengan demikian , proses berbalut determinasi inilah yang akan memberikan nilai dalam kehidupan.Ia akan menjadi penyadar diri tentang “apakah saya pantas memeluk impian itu atau tidak”.

Prinsip sendiri bukanlah suatu hal yang regid dan beku hingga tidak bisa diubah , begitu pula dengan realita bukanlah suatu yang mesti terus menerus kita ikuti.Gelombang Realitas kadang harus kita lawan.Sama seperti penyeberang sungai deras yang sesekali harus melawan arus agar tidak terarahkan menuju realitas yang lebih parah.Nah proses mempertahankan prinsip dan koridor menentang arus inilah yang akan menjadi titik penting penjagaan impian.

Seorang mahasiswa misalnya bercita-cita menjadi seorang dokter ahli bedah.Ia lalu mengambil kuliah strata 1 nya di Universitas Indonesia Misalnya.Adapun untuk S2 dan spesialisnya , ia telah rencanakan untuk dilanjutkan di London mengingat tingkatpengetahuan dan prestisnya lebih tinggi.Namun ternyata realita hidup tidak mengizinkan finansialnya untuk berangkat kesana.Bahkan setelah pontang-panting mencari lowongan beasiswa , tetap saja tidak ada jalan.Nah disini realita mengajarkannya bahwa rencana awal untuk S2 di london harus segera ia rubah , namun bukan berarti harus tergerus arus hingga tidak kuliah sama sekali.Ia bisa menunda kuliahnya dengan bekerja , mengumpulkan uang lebih dahulu , lalu baru berangkat ke London , atau ia bisa mengambil pilihan kedua untuk melanjutkan S2 di Universitas lain yang tidak terlalu tinggi biayanya.

Namun tentu saja , butuh pembacaan yang utuh terhadap potensi diri sejak dini.Mencapai Impian bukan soal kerja yang keras dan semangat yang tinggi.Pembacaan terhadap kualitas diri juga harus dilakukan , agar kita tahu apakah kita pantas menjemput impian tersebut dan seberapa lama ia akan diraih.

***

Perjuangan butuh pengorbanan.Ini rumus mutlak yang harus diterima.Tiada cita-cita yang bisa diraih secara gratis.Ia harus melewati ribuan rintangan yang mau tidak mau harus membutuhkan Tumbal-tumbal tersendiri.Meskipun begitu , bukan berarti tanpa pilihan sebenarnya.Seseorang berhak untuk memilih tidak berkorban dan mencari jalan lain , namun yakinlah tidak banyak pelajaran yang bisa diambil.

Pengorbanan bukan hanya mengajarkan kita bahwa Impian itu adalah sesuatu yang berharga.Pengorbanan mengajarkan kita bahwa ada sebuah lilin penerang diri yang harus selalu dijaga walau apapun aral yang melintang.Pengorbanan membisikkan ke hati kita bahwa suatu saat , kebahagiaan yang ditukar dengan kepedihan akan membuahkan keuntungan kebahagiaan yang berlipat ganda.

***

Ada sebuah kisah yang cukup menginspirasi saya.Saat perang mut’ah antara pasukan Islam dan Romawi.Perang begitu berkecamuk sampai akhirnya Panglima Perang Sahabat Zaid bin Haritsah Ra Syahid , namun tepat sebelum panji perang jatuh menyentuh tanah , Sahabat Ja’far bin Abi Thalib menyambarnya dan melanjutkan perang sebagai Panglima Kedua sebagaimana yang telah disuruh Rasululllah saw.

Ia lalu menjadi pusat penyerangan dari Pihak Romawi yang jumlahnya begitu besar.Perang ia lanjutkan dengan tangan kiri memegang panji perang.Sampai akhirnya sebuah tebasan menebas tangan kanannya hingga putus.Ia lalu pindahkan panji ke Dada nya dan tangan kiri yang memanggul perang.Namun tangan kiri ini pun ditebas.Walau begitu panji perang tetap tidak jatuh.Ia terus pertahankan panji perang di Dadanya sembari terus mengendalikan kudanya menerjang kaum Kafir Romawi.Begitu kuatnya ia memegang janji walau harus kehilangan anggota tubuhnya yang berharga.Ia terus berlari , menerjang dengan gagah berani hingga akhirnya beberapa tombak menembus dadanya, melepaskan ruh dari tubuhnya dalam kondisi senyum karena menjemput syahid.Panji ini lalu disambar oleh Abdullah bin Rawahah Ra , dan perang tetap berlanjut.

Apa yang memotivasi Ja’far bin Abi thalib ? Hartakah ? Perempuan Cantik kah ? Kehidupan yang harmonis kah ? kedudukan yang mulia kah ? atau sekedar titel “pemberani” kah ?

Tidak , motivasinya hanya satu.Cinta Allah.Ini adalah bara semangat yang selalu ia jaga dalam hatinya.Ia tak peduli kehilangan apapun dari dirinya.Ia tahu bahwa menyerahkan semuanya kepada Allah tidak akan menghasilkan kekecewaan.Ia sadar bahwa tiada satupun janji yang bisa dipegang selain janji Allah.Maka ia serahkan dirinya , untuk mencapai citanya di Jalan Allah.Hanya karena Allah.

Kekuatan cinta memang Dahsyat , apakah lagi kalau menyandarkannya kepada Allah.

*Pojok kanan 2/10/2011 , saat sadar bahwa realita ini akan tetap menghantam ...

You Might Also Like

1 komentar

  1. pengorbanan ya, memag harus untu ksebuah cita-cita. melelahkan, tapi ending-nya pasti bahagia. slam zamzami saleh. kayaknya ada ya blog-nya zamzami dg domain sendiri?

    ReplyDelete

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images