Maafkanlah

11:54 AM

Sahabat Miqdad bin Amr Al-Aswad Radhiyallahu ‘Anhu pernah bercerita : “Suatu hari aku dan dua sahabatku kembali dari sebuah perjalanan. Kami begitu keletihan, kehausan dan kelaparan hingga rasanya pendengaran dan penglihatan kami tidak berfungsi lagi (saking lelah, haus dan laparnya). Kami pun mendatangi rumah para sahabat dengan tujuan agar mereka mau menjamu kami. Sayang, tiada satupun yang bersedia. Lalu, kamipun pergi ke rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau pun mengajak kami ke rumah salah seorang istrinya. Disana ada 3 ekor kambing. Nabi pun berkata “Perahlah susu kambing ini agar bisa kita minum”

Setelah selesai memerah sapi dan meletakkannya di bejana air masing-masing, kami pun menikmati susu kambing tersebut. Adapun bagian jatah untuk Nabi sendiri sudah diberikan kepada beliau.

Nabi sendiri memiliki kebiasaan jika datang ke Mesjid  di Malam hari, beliau mengucapkan salam dengan suara yang begitu halus sehingga tidak terdengar oleh yang sudah tidur dan hanya didengar oleh mereka yang masih terjaga. Beliau shalat di Mesjid lalu pulang dan meminum jatah susu bagian beliau. Begitu lah biasanya.

Suatu malam, Syetan laknatullah ‘alaih datang menggodaku. Aku begitu haus sehingga tidak bisa tidur. Aku sendiri sudah menghabiskan jatah susu bagianku. Lantaran sangat haus, aku pun tergoda untuk meminum susu yang merupakan jatah Nabi. Kala itu, Nabi Muhammad sedang berkunjung ke sebuah tempat kaum Anshar. Aku pun menduga bahwa Nabi sudah mendapatkan jamuan disana. Karena tak kuat lagi menahan haus dan lapar, aku pun meminum jatah susu untuk Nabi.

Namun, ketika minuman itu telah masuk ke dalam perutku, aku pun tersadar bahwa perbuatanku itu tidak benar. Aku pun menyesal. Syetan pun malah membisikiku “Sungguh kamu telah celaka wahai Miqdad, apa yang telah kamu perbuat ? kenapa kamu minum jatah Minuman untuk Muhammad ? Sungguh, jika Muhammad pulang dan melihat bahwa jatah susunya tidak ada lagi, ia akan memanggilmu dan kamu pasti celaka. Dunia dan Akhiratmu akan binasa lantaran marahnya Muhammad.

Aku pun begitu malu dan cemas. Hingga dengan kain tipis yang aku miliki, aku tutupi kepalaku, Aku pun tidak bisa tidur karenanya. Berbeda dengan kedua sahabatku yang tertidur nyenyak karena mereka tidak berbuat seperti apa yang telah aku lakukan.

Tak lama berselang, Rasulullah pun pulang. Ia datang ke Mesjid, Shalat, lalu mendatangi tempat ia menyimpan jatah bagian susunya. Tatkala beliau membuka tudung penyimpanan, beliau pun tidak melihat lagi susu jatahnya. Nabi pun mengangkat kepalanya ke arah langit, dan aku berkata pada diriku sendiri “Sungguh, Muhammad akan berdoa untukku dan hancurlah diriku”.

Namun terdengar Rasulullah malah berdoa :

)) اللهمَّ! أطعِمْ مَن أطعَمني، وأسْقِ من أسقاني ((

Ya Allah, berilah makanan kepada orang yang memberiku makanan, berilah minuman kepada orang yang memberiku minuman.   

Mendengar doa tersebut, Aku pun bergegas bangun dan mengambil pisau. Aku bermaksud menyembelih salah satu dari ketiga kambing tersebut untuk makanan Nabi SAW. Tetapi aku terkejut ketika melihat ketiga kambing tersebut dalam keadaan penuh air susunya, padahal ketika datang bersama kedua temanku tadi, tidak ada setetespun susu yang dapat diperah dari ketiga kambing tersebut.

Aku pun  mengambil sebuah bejana dan mengisinya dengan susu kemudian membawanya kepada Rasulullah SAW. Beliau lalu bertanya “Bukankah kamu telah meminum jatah susumu untuk malam ?”. Aku pun berkata “Wahai Rasulullah, minumlah”. Beliau meminumnya beberapa teguk lalu diberikan kepadaku. Setelah minum beberapa teguk, aku mengembalikannya kepada Nabi SAW. Setelah beliau minum beberapa teguk diberikan lagi kepadaku. Begitulah beberapa kali bergantian minum hingga akhirnya aku pun kekenyangan dan tertawa mengingat apa yang aku lakukan.

Nabi SAW yang faham apa yang terjadi, tersenyum dan bersabda, "Perbuatanmu itu adalah salah satu keburukanmu, hai Miqdad! Tetapi itu semua tidak terjadi kecuali karena rahmat Allah Azza wa Jalla. Sebaiknya engkau bangunkan kedua temanmu agar bisa merasakan susu ini."              
          
"Ya Rasulullah, aku tidak perduli siapa yang disalahkan dalam hal ini, tetapi yang penting engkau telah meminum susu itu, dan aku telah meminum sisa engkau…" Kata Miqdad.

Kemudian aku membangunkan kedua temanku untuk bisa menikmati susu yang penuh berkah tersebut.              

***

Kehidupan jauh lebih sulit pada masa Rasulullah. Air hanya sedikit sekali. Suasana tanah arab yang gersang kadang membuat kambing dan hewan gembala lainnya, tidak bisa diperah berulang kali untuk diambil susunya. Wajar kalau setiap orang memiliki bagian air, makanan dan susu yang harus ia manfaatkan sebaik-baiknya.

Nah, sebagai manusia biasa, bagaimana perasaan kita ketika kita baru pulang dari perjalanan yang melelahkan, dan kita memiliki jatah air atau makanan di rumah. Namun, sesampai di rumah, kita tidak menemukan lagi jatah kita tersebut. Badan yang letih, kerongkongan yang dahaga dan perut yang lapar, biasanya akan membuat kita marah-marah. Marah yang mungkin luar biasa lantaran kita tahu ada orang yang mencuri makanan kita.

Apalagi kalau yang mengambil bagian jatah kita itu adalah sahabat kita sendiri ? Bisa jadi, sumpah serapah pun keluar dari mulut kita. Marah kita pun bisa awet lama. Bahkan, bisa jadi kita terlibat kontak fisik dengan sahabat yang telah mengambil jatah kita tersebut.

Namun bagaimana dengan akhlak manusia junjungan alam ini ? beliau tidak marah. Beliau langsung memberikan maaf. Maaf untuk diri sendiri agar tidak marah dan maaf untuk orang yang telah mengambil jatah susunya. Walau mungkin beliau sendiri dalam keadaan sangat lapar dan sangat haus. Ketimbang marah, beliau langsung memberi maaf, bahkan dengan segera mendoakan orang tersebut kepada Allah dengan doa kebaikan. Hasilnya, Allah berikan ganjaran yang luar biasa. Beliau bisa menikmati susu dengan jumlah yang berlebih dari biasanya. Ukhuwah terselamatkan, rezeki pun terbalas berlipat ganda.

Maaf itu memang sulit, namun ia memiliki efek yang luar biasa. Maafkanlah diri kita, maafkanlah kesalahan orang lain pada kita. Bukankah Rasulullah pernah bersabda :

Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 “Siapa yang dikatakan paling kuat diantara kalian? Sahabat menjawab : yaitu diantara kami yang paling kuat gulatnya. Beliau bersabda : “Bukan begitu, tetapi dia adalah yang paling kuat mengendalikan nafsunya ketika marah.” (HR. Muslim)

 “Barangsiapa yang mampu menahan marahnya padahal dia mampu menyalurkannya, maka Allah menyeru pada hari kiamat dari atas khalayak makhluk sampai disuruh memilih bidadari mana yang mereka mau.” (HR. Ahmad dengan sanad hasan)




You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images