Sungguh, Saya Merindukannya
11:30 AM
Suatu
hari saya membaca sebuah tulisan bantahan terhadap kritikan Syekh Abdullah
Shiddiq Ghumari kepada Syekh Albani. Awalnya saya mengharapkan bantahan yang
ilmiah, namun ternyata 3/4 tulisan membahas tentang personal Syekh Abdullah
Shiddiq Ghumari dan cuma 1/4 nya yang membahas kritikan tersebut, itupun dengan
logika yang tidak sejalan.
Begitu
juga saat membaca bantahan terhadap kitab At-Ta'rif nya Syekh Mahmud Sa'id
Mamduh. Sekitar 900 lebih kritikan Syekh Mahmud Sa'id Mamduh, hanya bisa
dibalas sekitar 30an, selebihnya dieksekusi dengan stigma "Lihatlah,
beberapa kesalahan ini saja sudah cukup untuk membuktikan kitab ini (At-Ta'rif)
jauh dari kaedah ilmiah".
Bagi
saya, inilah salah satu masalah yang ditimbulkan oleh sikap fanatisme. Diskusi
tidak berjalan ilmiah lantaran disibukkan untuk mengungkap aib personal
ketimbang menjelaskan dimana letak kekeliruan yang mesti dibantah. Itupun tak
jarang menggunakan bahasa-bahasa generalisir, seolah dengan statement tersebut
cukup untuk menghukum keseluruhannya. Tak jarang pula, bahasa2 penghinaan, penghujatan
dan semisalnya diikutkan.
Mestinya
disadari, bahwa salah satu fungsi diskusi dan debat adalah untuk menjunjung
tinggi Istiqamah Ilmiah, bahwa seluruh usaha kita adalah demi satu hal, membaca
tanda-tanda kebenaran yang disampaikan oleh Al-Haq, Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Ketika hal ini menjadi niat sekaligus tujuan utama, sikap2 fanatisme setidaknya
bisa dikesampingkan. Ulama terdahulu yang bahkan bermazhab, sanggup untuk tidak
fanatis buta yang merusak arena diskusi ilmiah. Setidaknya kritikan mereka
benar-benar tepat pada apa yang mestinya dikritik, bukan bersikap seperti
kaburiyyun, yang kritikannya mencla mencle kesana kemari.
Sungguh,
saya merindukan balas berbalas kritik antara Imam Laits bin Sa'ad dan Imam
Malik, atau bantahan Ilmiah Ibn Rusyd terhadap Al-Ghazali. Santun, penuh adab,
tapi tetap ilmiah dengan argumentasi yang benar-benar indah dan tajam.
0 komentar