Mengenal Darul Hadits Asyrafiyyah
5:35 PM
Mengenal
Darul Hadits Asyrafiyyah – Akademi Haditsnya Para Pakar Hadits
Ilmu
hadits adalah salah satu ilmu yang menduduki posisi sangat penting dalam Islam
mengingat status Hadits sendiri sebagai sumber ajaran Islam nomor dua setelah
Al-Qur’an. Berbeda dengan Al-Qur’an yang validitasnya tidak perlu diragukan,
Hadits sendiri dalam pengukuhan statusnya sebagai sebuah sumber ajaran mesti
melewati proses validasi terlebih dahulu. Hal ini mengingat bahwa hadits rentan
untuk diselewengkan, dipalsukan bahkan dibuat-buat. Kondisi ini yang membuat
para ulama islam menetapkan beberapa kaedah untuk melakukan validasi atas
sebuah hadits yang dalam studinya ditempuh di bidang studi Ilmu Hadits.
Dalam
sejarah Islam, studi hadits termasuk studi awal mula yang digiatkan oleh para
salafus saleh. Studi disini mencakup proses penyampaian hadits maupun studi
terhadap kualitas dan validitas hadits itu tersendiri. Tak heran ketika Islam
berkembang, majelis hadits adalah salah satu majelis yang wajib ada di negeri
baru yang dibebaskan dan dikuasai oleh Islam. Para sahabat yang di dalam dada
mereka terdapat beratus ribu Hadits dari Rasulullah, mengajarkan hadits
tersebut kepada murid-murid mereka dimanapun mereka berada. Majelis hadits
senantiasa menjadi majelis yang sangat penting dalam sejarah perkembangan Islam
itu sendiri. Madrasah-madrasah Hadits pun bermunculan terbentang dari timur ke
barat. Dari Ujung timur asia tengah (di negeri Bukhara dan Samarkand) sampai ke
Andalus di belahan Barat.
Salah
satu Madrasah Hadits yang terkenal adalah Darul Hadits Asyrafiyyah di Damaskus,
Syam. Darul Hadits ini bisa dibilang sebagai peletak pertama model Ideal
Akademi Hadits Modern. Akademi ini didirikan oleh Raja Asyraf Muzhfaruddin Musa
bin Malik Al-Adil, salah seorang penguasa Dinastu Ayubiyyah. Awal, bangunan yang
dijadikan lokasi Madrasah ini adalah sebuah rumah milik Al-Amir Sharimuddin
Qaimaz bin Abdullah An-Najmi. Raja Asyraf pun membeli rumah ini, memugarnya
lalu menjadikannya sebuah madrasah. Darul Hadits Asyrafiyyah ini resmi dibuka
pada tahun 630 H / 1233 M di malam Nishfu Sya’ban. Salah seorang pakar Hadits
saat itu yakni Imam Taqiyuddin Ibn Shalah didaulat sebagai pemimpin sekaligus
Guru Besar di Darul Hadits Asyrafiyyah ini dimana beliau kemudian mengajar dan
melakukan aktifitas ilmiahnya terutama di Bidang Hadits di madrasah ini.
Madrasah ini juga menjadi saksi atas penulisan Ibn Shalah terhadap Magnum Opus
Beliau dalam Ilmu Hadits yakni Kitab Muqaddimah Ibn Shalah.
Raja
Asyraf sendiri begitu banyak memberikan sumbangsihnya atas kemajuan Darul Hadits
Asyrafiyyah ini. Selain menyediakan tempat buat proses belajar mengajar serta
tempat khusus untuk para Syekh, beliau juga melengkapi madrasah ini dengan
buku-buku, termasuk sekitar 360 eksemplar kitab Shahih Bukhari. Selain itu,
beliau juga berjasa menempatkan sebuah benda yang sangat bersejarah di Darul
Hadits Ini yaitu Sandal Rasulullah yang beliau terima sebagai washiyat dari
salah seorang pedagang besar Syam bernama An-Nizham bin Abi Hadid. Awalnya,
Raja Asyraf berniat membeli sandal tersebut dari An-Nizham, namun dia enggan
menjualnya. Baru saat menjelang ajalnya datang, ia mewasiatkan agar sandal
tersebut diberikan pada Raja Asyraf agar diletakkan di Darul Hadits
Asyrafiyyah. Sandal tersebut pun disimpan di tempat penyimpanannya di dekat
Mihrab Darul Hadits tersebut.
Salah
satu kelebihan Madrasah ini adalah mayoritas para pengajarnya dari waktu ke
waktu adalah pengarang kitab-kitab dalam Hadits dan Ilmu Hadits yang sangat
kita kenal saat sekarang ini. Sebut saja Imam Ibn Shalah pengarang Muqaddimah Ibn
Shalah, Imam Nawawi pengarang At-Taqrib dan Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, ada
Imam Abu Syaamah, Al-Faruqi, Al-Mizzi, As-Subki, Al-Bulqaini, Ibn Hajar, Ibn
Katsir, Ibn Jama’ah, Ibn Al-Jazari, Ibn Az-Zabidi, Fairuzzabadi dan lain-lain.
Selain itu madrasah ini juga dikenal sebagai pencetak orang-orang saleh dan
para Awliya’ Allah. Madrasah ini juga saksi langsung ditulisnya beberapa kitab
paling penting dalam Ilmu Hadits seperti Muqaddimah Ibn Shalah, Tahdzib
Al-Kamal Imam al-Mizzi, Talkhis Al-Mutasyabih Imam Ibn Nashiriddin dan
lain-lain.
Sayangnya,
Madrasah ini pernah luluh lantak saat penyerangan kaum Tatar ke Damaskus.
Madrasah ini dibakar oleh kaum Tatar yang waktu itu dipimpin oleh Ghazan tahun
702 H/1302 M. Pembakaran ini juga mengakibatkan terbakarnya Sandal Rasulullah
yang disimpan disana. Madrasah ini lalu dipugar kembali setelah itu namun
kembali terbakar kali kedua hingga harus dipugar ulang pada tahun 1266 H/1849
M. Pada masa ini proses belajar dan mengajar berlangsung tidak begitu sempurna.
Bahkan secara umum Madrasah ini mengalami kemunduran tajam hingga akhirnya pada
tahun 1272 H, dua orang alim yang bernama Syekh Yusuf Al-Maghribi dan Syekh
Abdul Qadir Al-Jazairi berencana untuk mengembalikan kejayaan madrasah ini.
Mereka berdua pun kembali membuka halaqah ilmiah terutama ilmu hadits. Madrasah
ini sendiri sempat direnovasi kembali pada tahun 1300 H/1883 M.
Setelah
era Syekh Yusuf Al-Maghribi dan Abdul Qadir Al-Jazairi, muncullah Syekh
Muhammad Badruddin Al-Hasani yang memegang estafeta kepemimpinan Darul Hadits
Asyrafiyyah. Beliau kemudian berhasil mengembalikan madrasah ini kembali ke era
kejayaannya. Halaqah-halaqah pembelajaran - terutama ilmu hadits - dibuka
secara besar-besaran.
Sayangnya,
saya tidak menemukan informasi valid tentang keberlangsungan Darul Hadits
Asyrafiyyah setelah itu. Dari beberapa informasi yang saya kumpulkan di
forum-forum internet, Darul Hadits ini sekarang termasuk salah satu warisan
peninggalan sejarah. Adapun fungsinya, tidak lagi seperti dahulu.
Sisa-sisa peninggalan Darul Hadits Asyrafiyyah (Foto:yashmin-alsham.com) |
Makam Raja Asyraf, pendiri Darul Hadits Asyrafiyyah |
Diantara Guru Besar
Darul Hadits Asyrafiyyah dari masa ke masa
1.
Ibn Shalah
2.
Hasan bin Mubarak Az-Zabidi
3.
Imaduddin Abdul Karim bin Harastani
4.
Abu Syamah Al-Maqdisi
5.
Imam Nawawi
6.
Zainuddin Al-Faruqi
7.
Ibn Marhal
8.
Ibn Khathib Zamlakani
9.
Syuraisyi
10. Imam
Al-Mizzi
11. Qadhi Ali
As-Subki
12. Ibn Katsir
13. Tajuddin
As-Subki
14. Baha’uddin
As-Subki
15. Waliyuddin
As-Subki
16. Zainuddin
Al-Malahi Ad-Dimasyqi
17. Ibn
Nashiriddin
18. Ibn Hajar
Al-Asqalani
19. Saifuddin
al-Ba’labaki
20. Dan
lain-lain
*catatan : Salah satu
syarat menjadi pemimpin dan guru besar di Madrasah ini adalah Bahwa ia diakui
secara umum sebagai manusia yang paling alim di bidang hadits serta memiliki
kapabelitas ilmu baik dari segi riwayah maupun riwayah. Syarat lainnya adalah
memiliki hafalan hadits yang banyak serta sanad hadits yang Ali / tinggi*
0 komentar