Tawassul, Salah satu metode berdo'a
5:19 PM
Prolog
Baru-baru ini, istilah Tawassul booming
di beberapa media. Pemicunya adalah salah satu tayangan di salah satu stasiun
TV Nasional yang terkesan memberikan pemahaman bahwa Tawassul itu adalah sebuah
kesalahan, bahkan diasosiasikan sebagai perbuatan bid’ah (perkara yang
diada-adakan dalam Islam) dan Syirik. Hal ini tentu saja membuat gerah para
pelaku tawassul yang meyakini bahwa tawassul adalah hal yang Mubah/boleh bahkan
dianjurkan. Nah seperti apa Islam memandang tawassul, semoga tulisan-tulisan
mendatang dapat menjawab tanya dalam masalah ini. Dan semoga Allah memberikan
kekuatan pada saya untuk menjelaskannya dengan benar atas Izin Allah.
Memahami Tawassul
Secara bahasa, Tawassul berarti Penghubung,
perantara, atau yang mendekatkan. Menurut Istilah, Tawassul adalah salah satu
metode dalam berdoa kepada Allah dan salah satu pintu untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Perantara dalam proses tawassul disebut dengan Wasilah (mediator)
yang berarti segala macam hal yang Allah jadikan sebagai sebab untuk
mendekatkan diri padaNya serta sebagai pintu untuk tertunainya hajat.
Dalam praktek tawassul, seseorang menjadikan
sesuatu sebagai hal yang dianggap lebih mendekatkan ia kepada Allah seperti
Asma’ wa Sifat (nama dan Sifat) Allah, Rasulullah, amal saleh dan lain-lain
(yang insya Allah kita bahas dalam pembahasan selanjutnya).
Hal-hal yang harus dipahami dalam praktek
tawassul adalah bahwa Tawassul itu merupakan salah satu metode berdoa dan salah
satu pintu dari pintu-pintu untuk menghadap Allah swt. Maksud sesungguhnya
adalah Allah swt. Obyek yang dijadikan tawassul berperan sebagai wasilah/mediator
untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Siapapun yang meyakini di luar batasan
ini berarti ia telah musyrik.
Orang yang melakukan tawassul, tidak
akan bertawassul dengan wasilah/mediator tersebut kecuali karena ia memang
mencintainya dan meyakini bahwa Allah swt. mencintainya (wasilah tersebut). Jika tidak demikian, ia akan termasuk
manusia yang paling jauh dari perantara tersebut, bahkan akan menjadi
manusia yang paling benci kepadanya. Orang yang bertawassul jika meyakini bahwa media yang
dijadikan untuk bertawassul kepada Allah swt. itu bisa memberi manfaat dan mudharat
dengan sendirinya sebagaimana Allah swt. atau tanpa izinNya, niscaya ia musyrik.
Tawassul bukanlah
suatu keharusan dan terkabulnya doa tidaklah ditentukan dengannya. Justru yang
asli adalah berdoa kepada Allah swt. secara mutlak, sebagaimana firman Allah
swt.:
وَإِذَا سَأَلَكَ
عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ "
Dan apabila
hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintahKu) dan hendaklah
mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS.
al-Baqarah:186)
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ
أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى
وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ
سَبِيلًا
"Katakanlah:
"Serulah Allah atau serulah ar-Rahman dengan nama yang mana saja kamu
seru, Dia mempunyai al-Asma' al-Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah
kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan
carilah jalan tengah di antara kedua itu." (QS. al-Isra`:110)
Contoh Sederhana Tawassul
Untuk contoh praktek masing-masing jenis tawassul
akan kita jelaskan nanti pada postingan-postingan selanjutnya. Namun untuk
memberikan pemahaman sederhana bentuk praktek tawassul, saya akan sajikan
sebuah kisah yang masyhur yang diambil dari hadits Rasulullah Saw.
عن عبد اللّه بن عمر- رضي اللّه عنهما- قال : سمعت رسول
اللّه يقول : » انطلق ثلاثة رهط ممن كان قبلكم حتى أووا المبيت إلى غار فدخلوه ،
فانحدرت صخرة من الجبل، فسدّت عليهم الغار، فقالوا: إنه لا ينجيكم من هذه الصخرة
إلا أن تدعوا اللّه بصالح أعمالكم، فقال رجل منهم: اللهم كان لي أبوان شيخان كبيران
وكنت لا أغْبقُ قبلهما أهلاً ولا مالاً، فنأى بي في طلب شيء يوما، فلم أرِح عليهما
حتى ناما : فحلبت لهما غبوقهما، فوجدتهما نائمين، وكرهت أن أغبق قبلهما أهلاً أو
مالًا، فلبثت- والقدح على يدي- أنتظر استيقاظهما حتى بَرَق الفجر، فاستيقظا فشربا
غبوقهما، اللهم إن كنت فعلت ذلك ابتغاء وجهك ففرّج عنا ما نحن فيه من هذه الصخرة،
فانفرجت شيئاً لا يستطيعون الخروج « .
قال النبي : » وقال الآخر: اللهم كانت لي بنت عمّ، كانت أحبَّ الناس إلَّي، فأردتها عن نفسها، فامتنعت منّي حتى ألمَّت بها سنة من السنين ، فجاءتني فأعطيتها عشرين ومائة دينار على إن تخلّي بيني وبين نفسها، ففعَلَت، حتى إذا قدَرْتُ عليها، قالت: لا أحِلّ لك أن تفضّ الخاتم إلا بحقّه، فتحرجت من الوقوع عليها، فانصَرَفْتُ عنها وهي أحبّ الناس إلىّ، وتركتُ الذهب الذي أعطيتها، اللهم إن كنت فعلت ذلك ابتغاء وجهك فافرج عنا ما نحن فيه، فانفرجت الصخرة، غير أنهم لا يستطيعون الخروج منها « .
قال النبي : » وقال الثالث : اللهم إني استأجرت أجراء ، فأعطيتهم أجرهم غير رجل واحد ترك الذي له وذهب ، فثمّرت أجره حتى كثرت منه الأموال، فجاءني بعد حين ، فقال : يا عبد الله ، أدِّ إلي أجري ، فقلت له : كل ما ترى من أجرك، من الإبل، والبقر، والغنم، والرقيق، فقال : يا عبد الله ، لا تستهزئ بي ، فقلت : إني لا أستهزئ بك فأخذه كله فاستاقه فلم يترك منه شيئا ، اللهم فإن كنت فعلت ذلك ابتغاء وجهك فافرج عنا ما نحن فيه ، فانفرجت الصخرة ، فخرجوا يمشون « متفق عليه.
قال النبي : » وقال الآخر: اللهم كانت لي بنت عمّ، كانت أحبَّ الناس إلَّي، فأردتها عن نفسها، فامتنعت منّي حتى ألمَّت بها سنة من السنين ، فجاءتني فأعطيتها عشرين ومائة دينار على إن تخلّي بيني وبين نفسها، ففعَلَت، حتى إذا قدَرْتُ عليها، قالت: لا أحِلّ لك أن تفضّ الخاتم إلا بحقّه، فتحرجت من الوقوع عليها، فانصَرَفْتُ عنها وهي أحبّ الناس إلىّ، وتركتُ الذهب الذي أعطيتها، اللهم إن كنت فعلت ذلك ابتغاء وجهك فافرج عنا ما نحن فيه، فانفرجت الصخرة، غير أنهم لا يستطيعون الخروج منها « .
قال النبي : » وقال الثالث : اللهم إني استأجرت أجراء ، فأعطيتهم أجرهم غير رجل واحد ترك الذي له وذهب ، فثمّرت أجره حتى كثرت منه الأموال، فجاءني بعد حين ، فقال : يا عبد الله ، أدِّ إلي أجري ، فقلت له : كل ما ترى من أجرك، من الإبل، والبقر، والغنم، والرقيق، فقال : يا عبد الله ، لا تستهزئ بي ، فقلت : إني لا أستهزئ بك فأخذه كله فاستاقه فلم يترك منه شيئا ، اللهم فإن كنت فعلت ذلك ابتغاء وجهك فافرج عنا ما نحن فيه ، فانفرجت الصخرة ، فخرجوا يمشون « متفق عليه.
Dari
‘Abdullah bin ‘Umar radhiallaahu 'anhuma, dia berkata: “aku mendengar
Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:’ada tiga orang yang hidup
sebelum kalian berangkat (ke suatu tempat) hingga mereka terpaksa harus
berminap di sebuah gua, lalu memasukinya. Tiba-tiba sebuah batu besar runtuh
dari arah gunung lantas menutup rongga gua tersebut. Lalu mereka
berkata:’sesungguhnya yang dapat menyelamatkan kalian dari batu besar ini
hanyalah dengan (cara) berdoa kepada Allah melalui perbuatan-perbuatan yang
shalih’ (maksudnya: mereka memohon kepada Allah dengan menyebutkan perbuatan
yang dianggap paling ikhlas diantara yang mereka lakukan-red). Salah seorang diantara
mereka berkata:’Ya Allah! aku dulu mempunyai kedua orang tua yang sudah renta
dan aku tidak berani memberikan jatah minum mereka kepada keluargaku (isteri
dan anak) dan harta milikku (budak dan pembantuku).
Pada suatu
hari, aku mencari sesuatu di tempat yang jauh dan sepulang dari itu aku
mendapatkan keduanya telah tertidur, lantas aku memeras susu seukuran jatah
minum keduanya, namun akupun mendapatkan keduanya tengah tertidur. Meskipun
begitu, aku tidak berani memberikan jatah minum mereka tersebut kepada
keluargaku (isteri dan anak) dan harta milikku (budak dan pembantuku).
Akhirnya, aku tetap menunggu (kapan) keduanya bangun -sementara wadahnya
(tempat minuman) masih berada ditanganku- hingga fajar menyingsing. Barulah
Keduanyapun bangun, lalu meminum jatah untuk mereka. ‘Ya Allah! jika apa yang
telah kulakukan tersebut semata-mata mengharap wajahMu, maka renggangkanlah
rongga gua ini dari batu besar yang menutup tempat kami berada. Lalu batu
tersebut sedikit merenggang namun mereka tidak dapat keluar (karena masih
sempit-red)’ .
Nabi bersabda
lagi: ‘ yang lainnya (orang kedua) berkata: ‘ya Allah! aku dulu mempunyai
sepupu perempuan (anak perempuan paman). Dia termasuk orang yang amat aku
kasihi, pernah aku menggodanya untuk berzina denganku tetapi dia menolak
ajakanku hingga pada suatu tahun, dia mengalami masa paceklik, lalu
mendatangiku dan aku memberinya 120 dinar dengan syarat dia membiarkan apa yang
terjadi antaraku dan dirinya ; diapun setuju hingga ketika aku sudah
menaklukkannya, dia berkata:’tidak halal bagimu mencopot cincin ini kecuali
dengan haknya’. Aku merasa tidak tega untuk melakukannya. Akhirnya, aku
berpaling darinya (tidak mempedulikannya lagi-red) padahal dia adalah orang
yang paling aku kasihi. Aku juga, telah membiarkan (tidak mempermasalahkan
lagi) emas yang telah kuberikan kepadanya. Ya Allah! jika apa yang telah
kulakukan tersebut semata-mata mengharap wajahMu, maka renggangkanlah rongga
gua ini dari batu besar yang menutup tempat kami berada. Lalu batu tersebut
merenggang lagi namun mereka tetap tidak dapat keluar (karena masih
sempit-red)’ .
Nabi
Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda lagi: ‘ kemudian orang ketigapun berkata:
‘Ya Allah! aku telah mengupah beberapa orang upahan, lalu aku berikan upah
mereka, kecuali seorang lagi yang tidak mengambil haknya dan pergi (begitu
saja). Kemudian upahnya tersebut, aku investasikan sehingga menghasilkan harta
yang banyak. Selang beberapa waktu, diapun datang sembari berkata: “wahai
‘Abdullah! Berikan upahku!. Aku menjawab:’onta, sapi, kambing dan budak; semua
yang engkau lihat itu adalah upahmu’. Dia berkata :’wahai ‘Abdullah! jangan
mengejekku!’. Aku menjawab: “sungguh, aku tidak mengejekmu’. Lalu dia mengambil
semuanya dan memboyongnya sehingga tidak menyisakan sesuatupun. Ya Allah! jika
apa yang telah kulakukan tersebut semata-mata mengharap wajahMu, maka
renggangkanlah rongga gua ini dari batu besar yang menutup tempat kami berada.
Batu besar tersebut merenggang lagi sehingga merekapun dapat keluar untuk
melanjutkan perjalanan’. (Muttafaqun ‘alaih)
Dari hadits diatas, salah satu bentuk tawassul adalah berdoa melalui amalan-amalan saleh yang pernah kita lakukan. Setelah kita menceritakan dan mengakui amalan saleh tersebut, kita pun meminta kepada Allah agar menunaikan hajat atau kebutuhan kita. Dalam hal ini, kita tidak meyakini bahwa wasilah (dalam cerita diatas adalah amalan saleh) sebagai entitas yang mengabulkan doa kita. Yang mengabulkan doa tetaplah Allah. Sedangkan wasilah hanya sebagai perantara yang dianggap mendekatkan kita kepada Allah Swt.
Bersambung...
0 komentar