Jangan Diskriminatif
3:13 PMSuatu hari, ketika Rasulullah Saw masih berada di Makkah, beliau sedang mengajarkan Islam kepada beberapa orang yang berasal dari kalangan kaum dhu’afa, diantaranya: Bilal bin Rabah, Shuhaib al-Rumi, ‘Ammar bin Yasir dan Khubab bin al-Arritt. Tiba-tiba datanglah beberapa orang pembesar Quraisy menghadap Nabi Saw. Mereka adalah al-Arqa’ bin Habis At-Tamimi dan Uyainah bin Hishn Al-Fazari. Ketika mereka melihat Nabi Saw sedang dikelilingi oleh rakyat “jelata”, mereka pun menghindar sembari melihatkan raut muka merendahkan.
Nabi Saw pun mendatangi mereka. Lalu kepada Nabi Saw, mereka berkata: “Kami ini adalah orang-orang terhormat dari kalangan suku kami. Jika kami duduk dalam satu majelis dengan anda, kami tidak ingin suku kami melihat kami duduk bersama kaum budak seperti mereka (yakni Bilal dan golongan dhu’afa tadi). Oleh karena itu, jika kami datang ke majelis anda, kami harap anda dapat menyuruh mereka meninggalkan majelis. Nanti jika kami telah selesai, mereka boleh kembali duduk di majelis bersama anda”.
Nabi Saw pun menyanggupi permintaan mereka. Tentunya Nabi Saw sendiri berharap bahwa jika para pembesar Quraisy tadi mau mendengarkan ajaran Islam, maka hal ini akan diikuti oleh warga kaumnya secara keseluruhan.
Jawaban lisan dari Nabi Saw ini ternyata belum memuaskan mereka. Mereka meminta agar kesepakatan tersebut dibuatkan dalam perjanjian hitam diatas putih. Nabi Saw pun mengambil kertas lalu menyuruh Ali bin Abi Thalib ra untuk menuliskannya. Adapun Bilal dan golongan dhu’afa pun memilih menjauh lalu duduk di sebuah sudut. Barangkali Bilal dan kawan-kawannya menyadari bahwa mereka adalah golongan pinggiran yang tidak berhak duduk bersama berdampingan dengan para pembesar.
Namun, begitu Ali selesai menuliskan kesepakatan tersebut, Malaikat Jibril turun membawa ayat, yaitu surat Al-An’am ayat 52 : Dan janganlah kamu usir orang-orang yang selalu menyembah Tuhannya pada pagi dan petang, sedangkan mereka menghendaki keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul sedikit pun tanggung jawab atas perbuatan mereka, dan mereka juga tidak memikul sedikit pun tanggung jawab atas perbuatan kamu, dimana hal itu menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka. Apabila demikian, maka kamu termasuk orang-orang yang zhalim.
Nabi Saw pun kemudian memanggil Ali dan meminta agar naskah perjanjian tersebut diberikan kepadanya. Beliau pun merobek-robek naskah tersebut lalu dibuang. Setelah itu, beliau panggil sahabat-sahabatnya yang tadi memilih untuk menjauh ke pojokan. Lalu berkata: “Keselamatan atas kamu semuanya. Sungguh Allah telah menetapkan atas diri-Nya berbuat Rahmah”.
***
Kisah diatas adalah asbabun nuzul surat Al-An’am ayat 52, dimana kebijakan Rasulullah Saw langsung ditegur oleh Allah Swt. Boleh jadi kebijakan beliau tersebut memiliki pertimbangan dan harapan bahwa jika tokoh pembesar Quraisy tadi mau mendengarkan ajaran Islam, tentunya akan diikuti oleh seluruh kaumnya. Akan tetapi kebijakan tersebut tidak diridhai Allah Swt. Karena disisi Allah, orang-orang yang beriman seperti Bilal dan kawan-kawannya jauh lebih mulia dibandingkan yang tidak beriman, sehingga tidak pantas untuk diberikan perlakuan seperti yang diminta oleh pembesar Quraisy.
Kisan ini mengajarkan kita bahwa kita tidak boleh diskriminatif. Semua manusia adalah makhluk Allah dan berhak mendapatkan tindakan sesuai ketentuan yang diajarkan dalam Islam. Islam tidak mengenal ke-spesial-an seseorang berdasarkan ras, suku bangsa, harta, fisik dan semisalnya. Di hadapan Allah, manusia adalah sama. Yang membedakan adalah Takwa, dan tidak ada yang mengetahui hakikatnya selain Allah Ta’ala.
Terutama bagi kalangan da’i, muballigh, guru dan semisalnya, sangat tidak dibolehkan untuk memilih-milih masyarakat yang hendak ia dakwahi. Tidak boleh mendahulukan kelas elite ketimbang kelas menengah kebawah, apalagi dengan alasan biaya akomodasi. Apalagi sampai membatalkan janji untuk berbagi dan mendakwahi kelas pinggiran hanya karena ada permintaan yang lebih wah dari kelas gedongan. Jika ini dilakukan, bersiaplah menerima konsekwensinya yakni kemurkaan Allah.
Wallahu a’lam bish-shawab
0 komentar