Kitab Kuning 101
6:55 AMKitab Kuning ? Kitab apa itu ?
Bagi kalangan pesantren, istilah kitab kuning sudah tidak asing lagi. Menurut mereka, kitab kuning selalu dikonotasikan sebagai kitab-kitab berbahasa arab yang ditulis tanpa harakat (baris). Kitab tersebut umumnya selalu dikonotasikan sebagai kitab warisan terdahulu yang ditulis oleh para sarjana Islam klasik atau kitab-kitab kontemporer yang bermuatan ajaran klasik. Istilah kitab kuning sendiri tidak terlalu dikenal oleh kalangan diluar pesantren sehingga tak jarang muncul dugaan-dugaan yang patut diluruskan.
Kenapa disebut Kitab Kuning ?
Seperti yang disinggung diatas, dinamakan kitab kuning karena ia ditulis/dicetak di kertas yang berwarna kuning. Setidaknya kitab-kitab tersebut yang dikeluarkan percetakan dahulu rata-rata dicetak di kertas berwarna kuning. Namun hari ini cukup banyak terjadi perubahan dimana percetakan sudah sering menggunakan kertas putih ketimbang kuning. Walau perubahan warna kertas tidak serta merta menghilangkan istilah. Bagi kalangan pesantren, walau kitab-kitab tersebut dicetak di kertas warna putih, tetap aja disebut kitab kuning hehehe.
Saya sendiri sejujurnya lebih suka kitab-kitab tersebut dicetak dengan kertas kuning ketimbang putih. Karena kertas kuning tidak terlalu memantulkan cahaya sehingga enak buat dibaca dan tidak cepat membuat mata perih (walau memang mata sayanya juga bermasalah :D ).
Isi Kitab Kuning apa aja sih ?
Kitab kuning itu sebenarnya seperti buku biasa. Ia bisa berisi apa saja. Namun yang masyhur beredar di kalangan pesantren, kitab-kitab kuning tersebut mayoritas bertemakan ilmu-ilmu agama seperti fiqih, hadits, tafsir, nahwu sharaf (gramatikal bahasa arab), ushul fiqih dan ilmu-ilmu lainnya. Penulisnya adalah sarjana Islam klasik terdahulu. Bahkan yang berisi ilmu umum seperti kimia, fisika, matematika, biologi, astronomi, geografi hingga sejarah pun ada. Saya sendiri punya teman yang memiliki naskah manuskrip kitab kuning karangan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang berisi tentang ilmu matematika dan ilmu falak.
Jadi, Kitab Kuning = Buku Biasa
Eh, katanya Kitab Kuning itu bisa bikin sesat ya ?
Hahaha ini salah satu stigma yang sering beredar di kalangan luar bahkan dalam pesantren. Seolah-oleh kitab kuning itu bisa bikin sesat, bisa bikin yang baca dapat ilmu aneh-aneh, kira-kira seperti pedoman menjadi dukun 101.
Begini, kitab alias buku adalah salah satu instrumen dalam menuntut ilmu. Menuntut ilmu itu sendiri butuh pada instrumen wajib agar ilmunya bisa digali secara maksimal sesuai dengan visi ilmu itu sendiri. Selain kitab, instrumen wajib lainnya adalah harus belajar sama guru yang berkompeten dalam bidangnya, harus ada sebuah metodologi yang teruji serta harus ada sebuah kebiasaan dan lingkungan ilmiah yang mendukung pembelajaran. Belajar alias menuntut ilmu itu tidak sama dengan membaca. Membaca hanyalah salah satu potongan puzzle dari sebuah bangunan yang bernama “Belajar” atau “Menuntut ilmu”.
Nah, membaca buku/kitab itu sendiri mestinya harus bersama seorang guru alias yang ahli dalam ilmu dari buku yang kita baca. Tujuannya, agar pemahaman buku yang kita baca bisa maksimal. Selain itu, jika ada kesalahan dalam memahami isi buku, maka guru bisa langsung mengoreksinya. Ini tentunya bagi pembaca buku ilmu tahap awal, maksudnya belum memiliki dasar dari ilmu buku tersebut. Kalau sudah ada dasarnya, tidak masalah membaca buku tanpa guru, walau tetap saja jika ada keraguan dalam pemahaman, segera cari guru yang ahli agar pemahaman bisa benar. Setidaknya hal inilah yang jadi kebiasaan para ulama dan sarjana Islam klasik ketika Ilmu pengetahuan Dunia dikuasai oleh Islam.
Mengingat pentingnya belajar dan memahami buku dengan guru, maka mulailah muncul peringatan-peringatan yang kemudian berevolusi menjadi stigma-stigma yang mungkin saja tujuannya adalah agar seorang pembaca awam dan pemula tidak membaca kitab kuning tanpa guru. Salah satu stigma yang terbentuk seperti yang disebutkan diatas, katanya “Kitab kuning itu, isinya dahsyat lo. Jangan coba-coba membacanya dan mendalaminya. Entar bisa Sesat !!!” atau katanya “Eh Kamu sudah belajar sama ustad A ga ? kalau belum ya ga usah membaca kitab kuning itu, Entar bisa gila sendiri !!!” dan masih banyak lainnya. Stigma ini jelas tidak seluruhnya benar walau kalau kita pahami maknanya juga tidak seluruhnya keliru. Intinya memang, jika mau mendalami sebuah ilmu, harus ada buku, harus membaca, dan harus ada guru yang membimbing.
Jadi, Kitab Kuning itu istilah Indonesia ya ?
Yah, Kitab Kuning ya bahasa Indonesia. Kalau bahasa inggrisnya “The Yellow Book” (ngarang). Namun bahasa arabnya ada lo dan juga masyhur disebut “Al-Kutub As-Shafra’”. Walau hari ini, istilah kitab kuning perlahan-lahan sudah mulai hilang, berganti dengan istilah “Kitab Turats”. Turats artinya warisan, maksudnya bahwa kitab-kitab tersebut adalah warisan dari para ulama dan sarjana Islam klasik. Bahkan di Indonesia ada perlombaan membaca kitab kuning yang namanya tidak lagi sebagai cabang “Kitab Kuning” yang dahulu integral dalam Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ), namun sudah ada lomba tersendiri yang namanya “Musabaqah Qiraatil Kutub” (MQK) atau Musabaqah li Fahmi kutub At-Turats (MUFAKAT). Lihat, istilah kitab kuning sudah mulai tergerus dan terlupakan, kecuali mungkin di kalangan pesantren yang masih nyaman dengan istilah tersebut.
Kenapa istilah kitab kuning mulai memudar ? Ada banyak alasan. Kebanyakannya adalah lantaran muncul stigma negatif seputar kitab kuning. Sebagian orang di minang misalnya, mempelesetkan kitab kuning untuk sebuah permainan menjurus ke judi (kartu). Lihat bagaimana istilah kitab kuning yang mulia karena merujuk pada ilmu pengetahuan, juga dipakaikan sebagai istilah permainan kartu yang berhiasi judi.
Selain itu juga ada stigma yang beredar dikalangan penganut ajaran kebatinan yang sering membuat orang sesat, bahwa ajaran mereka bersumberkan kepada kitab kuning. Itulah kenapa muncul juga dugaan bahwa kitab kuning itu semacam pedoman dukun 101. Sebagian lain mengatakan bahwa Istilah kitab kuning adalah pelecehan terhadap kitab-kitab rujukan yang selama ini dipakai oleh para ulama dan kiyai pesantren. Konon pernah ada sebuah media cetak yang memuat tulisan dimana disebutkan bahwa kitab-kitab referensi para kiyai itu tidak pernah dirawat sehingga kumal dan berwarna kuning. Berbagai stigma ini tentu saja harus diluruskan, karena akan merusak kitab kuning yang mestinya menjadi khazanah ilmu pengetahuan bagi umat dan bangsa.
Katanya, Kitab Kuning memuat ajaran Islam klasik, emang ada ?
Islam tidak ada yang klasik ataupun kontemporer. Islam adalah sekumpulan ajaran yang disebut Ad-Din dimana syariah (hukum-hukumnya) dibawa oleh masing-masing nabi dan rasul, hingga akhirnya sempurna pada masa Rasulullah Muhammad Saw. Islam dengan syariah terakhir (syariah Nabi Muhammad Saw) itu sifatnya sempurna dan shalih li kulli az-Zaman wa al-makan (cocok untuk setiap waktu dan tempat). Islam tidak bersifat temporal. Dengan bersumberkan pada Al-Qur’an dan Hadits serta ijtihad para ulama mujtahid, Islam dan hukum-hukumnya akan selalu bisa menjawab apapun pertanyaannya disetiap tempat dan waktu, di segala kondisi dan keadaan.
Nah, seperti yang disebutkan diatas, kitab kuning sendiri memuat kajian-kajian para sarjana Islam Klasik. Kenapa disebut Sarjana Islam klasik, karena mereka hidup di masa dahulu. Kalau mereka hidup saat ini, maka mereka disebut Sarjana Islam Saat Ini atau Sarjana Islam Kontemporer. Yang bersifat temporal cuma personalnya, cuma orangnya, cuma para pengkajinya. Adapun yang dikaji yakni Islam, tidak ada yang klasik ataupun kontemporer.
Jadi ?
Ya udah, gitu aja. Kitab Kuning hanyalah kitab/buku yang berisi kajian dan hasil pemikiran para ulama dan sarjana Islam klasik, bukan buku sesat, bukan buku perdukunan apalagi jadi diktat pedoman dukun 101 yang jadi mata kuliah wajib fakultas ilmu perdukunan jurusan santet hehehe. (uz)
1 komentar
hmm.. brarti ada yg salah dengan dugaan slama ini. gini kk, ada buku yg mengatakan bahwa kitab kuning t tidak ada mengajarkan ilmu umum, tapi hanya seputar ajaran islam yg duludulunya. dan tidak ada memakai kurikulum sprti di sekolah.
ReplyDelete